Hutan di Indonesia Gampang Terbakar Ini Penyebabnya
Katabali.com – Dalam penelitiannyaa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memaparkan kebakaran hutan di Indonesia yang menimbulkan kabut asap tebal di sejumlah provinsi. Kebakaran terjadi pada areal basah beriklim basah lantaran adanya penurunan kelembaban dan bukaan kanopi sehinggga lingkungan hutan (rawa gambut) yang semestinya basah dan lembab menjadi kering dan mudah terbakar.
Hasil riset yang dipaparkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait kebakaran hutan sebagaimaana disampaikan pada Diskusi Publik “Hasil Penelitian LIPI Terkait Kebakaran Hutan: Kebijakan, Dampak, dan Solusi” belum lama ini di Media Center LIPI Jakarta.
Indonesia merupakan negara tropik yang sebagian besar kawasannya memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm3 per tahun.
Selain itu, Indonesia memiliki tutupan hutan dengan karakteristik hutan hujan tropik. Ciri utama ekosistem hutan ini adalah memiliki keanekaragaman hayati dan kelembaban yang tinggi.
Prof. Dr. Tukirin, peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI menuturkan, ekosistem hutan tropik pada dasarnya tidak bisa terbakar secara alami sekalipun pada daerah beriklim kering.
Namun, pengelolaan hutan yang kurang tepat menyebabkan menurunnya kelembaban udara dan bukaan kanopi hutan sehingga berakibat serasah dan material runtuhan di lantai hutan menjadi kering.
“Bahan-bahan runtuhan dan serasah tersebutlah yang memicu kebakaran di areal hutan tropik di Indonesia,” ungkap Tukirin dalam lama LIPI.
Berdasar penelitian Tukirin menemukan, dampak kebakaran berat dapat mematikan hampir seluruh pepohonan penyusun hutan mencapai lebih dari 80 persen.
“Untuk hutan rawa gambut umumnya akan mati secara keseluruhan, tidak ada pohon yang mampu bertahan pasca kebakaran apalagi kebakaran berulang akan memusnahkan seluruh jenis primer,” ujar Tukirin.
Jenis tumbuhan yang muncul setelah kebakaran adalah jenis-jenis tumbuhan pionir dan sekunder seperti kelompok mahang (Macaranga spp.), anggrung (Vernonia arborea), tembalik angin (Croton sp), dan tumbuhan paku reasm (Pteridium sp. dan Gleichenia sp.).
Sedangkan habitat rawa gambut, pasca kebakaran hanya ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis spp, Blechnum spp dan Stenchlaena palustris. “Tapi tidak ada tumbuhan berbunga yang mampu bertahan dan tumbuh setelah kebakaran,” ujar Tukirin.
Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Dr. Herman Hidayat menambahkan, kebakaran hutan bersumber dari lahan gambut yang seharusnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air.
“Lahan gambut sebenarnya tidak boleh digunakan oleh pengusaha untuk budidaya kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), idealnya peraturan ini dipatuhi karena sudah diatur oleh pemerintah,” ungkap Herman. (tim)