Winasa Tuding Tuntutan Jaksa Berlebihan, Ajukan Pembelaan Setebal 74 Halaman
KataBali.com -Pasca dituntut hukuman penjara selama 7 Tahun penjara dan denda 200 juta subsider 1 tahun, sidang kasus dugaan korupsi perjalanan dinas (Perdin) fiktif dengan terdakwa mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa, Jumat (12/5) kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Mengagendakan pembacaan pledoi atau pembelaan dari terdakwa, pada sidang dengan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila dan didampingi dua anggotanya Made Sukereni dan Nurbaya Gaol, Winasa yang didampingi penasehat hukumnya Kadek Agus Mudita dan Wayan Gede Mahardika membacakan pembelaan tertulis setelah 74 halaman.
Adapun inti dari pembelaan tertulis Winasa atas tuntutan JPU Ni Wayan Mearthi dkk, Winasa menyatakan bahwa tuntutan JPU berlebihan dan sangat diragukan, khususnya mengenai kerugian negara.
“Kesimpulannya, kami meragukan tuntutan JPU itu. Melihat dari kerugian negara kami sangat meragukan, karena adanya kegamangan dari kerugian negara yang dihitung,” jelas Mudita diamini Mahardika.
Dijelaskan, terkait penghitungan kerugian negara, Mudita menyatakan ada tiga versi hasil hitung. Pertama, terhadap hasil audit BPK tahun 2011 disebutkan kerugian negara sekitar Rp 600 juta. Kemudian dalam surat dakwaan JPU hasil penghitungan kerugian negara Rp 800 juta. Sementara, ketika pihak BPK dihadirkan sebagai saksi di persidangan menyatakan, kerugian negara sekitar Rp 700 juta.
“Mana sebenarnya kerugian negara yang benar? Atas banyaknya versi kerugian negara itu, kami menyatakan data yang dipakai oleh JPU tidak akurat,” tandasnya.
Pun demikian dengan dokumen yang disampaikan JPU dalam dakwaan atau pun pada tuntutan, Mudita menilai bahwa dakwaan dan tuntutan banyak yang fiktif disertai lampiran bukti-bukti. Dikatakannya, sesuai dengan tupoksinya, setiap perdin yang diatur oleh peraturan bupati, sudah sesuai yang dijalani oleh kliennya.”Sudah sesuai dengan Peraturan Bupati No 8 dan No 9 tahun 2010. Cuma segala pengurusan dalam hal teknis perjalanan dinas disiapkan, mulai dari ajudan, sekretaris pribadi, sampai dengan PPTK sebelum disetorkan,” tambahnya.
Demikian halnya terkait keterangan saksi Windra selaku pengguna anggaran, Mudita menjelaskan jika perdin mengandung sistem lumsum. Artinya, lumsum atau panjar yang dikeluarkan tidak mungkin melebihi dari perdin. “Ketika bersaksi, Windra menyatakan sistem perdin itu lumsum. Artinya panjar itu kurang dari biaya yang seharusnya,” ujar Mudita.
Bahkan saat ditanya mengenai tindakan korupsi perdin fiktif yang yang ditujukan lada kliennya, Mudita menyatakan bingung.”Apa dasar JPU menyatakan bahwa perdin itu fiktif? Yang kami pertanyakan apanya yang fiktif? Yang dimaksud fiktif itu yang mana, saya tidak mengerti”akunyanya.
Pun soal tuntutan JPU, Mudita menyatakan terlalu berlebihan. Pasalnya tuntutan yang diajukan JPU tidak mempertimbangkan sejumlah hal. “Di akhir pledoi kami nyatakan, bahwa sosok Winasa yang menjabat sebagai bupati dua periode kinerja membangun Jembrana sangat diakui publik. Seharusnya kan itu yang juga dilihat, bukan mencari-cari kesalahan untuk menjebloskan beliau. Yang jadi pertanyaan, ada apa dibalik kasus-kasus yang menjerat beliau ini,” ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya meninta agar kliennya dibebaskan dari dakwaan serta tuntutan JPU.”Menyatakan, terdakwa Winasa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena tidak dapat dibuktikan seluruh unsur pidana, maka Winasa dibebaskan secara murni demi hukum. Atau jika majelis hakim berkeyakinan lain, mohon keringanan hukuman seadil-adilnya,” ujarnya di muka persidangan.
Sedangkan atas pembelaan terdakwa, tim JPU Ni Wayan Mearthi dkk menyatakan kepada majelis hakim, akan mengajukan replik atau tanggapan atas pembelaan terdakwa. Replik akan dibacakan pada sidang pekan depan.
Diberitakan sebelumnya, dalam tuntutan tim JPU Ni Wayan Mearthi dkk menuntut Winasa dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Selain menuntut pidana penjara, tim JPU juga menuntut Winasa pidana denda Rp 200 juta, subsider satu tahun kurungan. Pun dalam surat tuntutannya, Winasa dituntut pidana tambahan yaitu wajib membayar uang pengganti kerugian negara Rp 797 juta lebih. Namun jika Winasa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa. Jika harta bendanya tidak mencukupi membayar denda, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.
Pula dalam tuntutan JPU disebutkan Winasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Sesuai dakwaan kesatu, Winasa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.(jcjy)