Berdalih Diurus Ajudan, Winasa Bantah Dakwaan JPU, Kasus Dugaan Korupsi Perdin Fiktif Kabupaten Jembrana
KataBali.com -Mantan Bupati Jembrana periode 2000-2010 yang juga terdakwa kasus dugaan korupsi perjalanan dinas (Perdin) fiktif Gede Winasa membantah seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebaliknya, pada sidang dengan agenda pemerikdaan terdakwa, Winasa yang didampingi pengacaranya Simon Nahak dihadapan Majelis Hakim Tipikor Denpasar Pimpinan Wayan Sukanila, berdalih bahwa selama 10 tahun menjabat sebagai bupati Jembrana, seluruh keperluannya diurus oleh tiga ajudannya.
“Saya selama 10 tahun menjabat menggunakan tiga ajudan dan tiga sekertaris,” ujar Winasa.
Lebih lanjut, dengan tiga ajudan dan sekretris itulah, kata Winasa yang mengurus seluruh kegiatan dan agenda bupati termasuk perjalanan dinas. “Mulai dari jadwal hingga penerimaan uang perjalanan dinas semua diurusi ajudan dan sekertaris,”akunya.
Winasa hanya mengaku menjalankan perjalanan dinas sesuai jadwal yang sudah ada. “Jadi semua yang ngurus ajudan dan sekertaris. Sampai penerimaan uang pun mereka yang ngurus,” ujarnya dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Nyoman Mearthi dkk.
Sehingga dengan uraian itu, ia membantah tudingan jaksa yang menyebut dirinya beberapa kali melakukan perjalanan dinas fiktif. Pasalnya semua perjalanan dinas yang dilakukan sudah sesuai dengan jadwal dan ada pertanggung jawabannya. Ia malah balik menanyakan jaksa soal perjalanan dinas fiktif yang akhirnya merugikan negara sekitar Rp 800 juta. “Saya tidak pernah melakukan itu. Selama ini saya hanya diperlihatkan jaksa soal perjalanan dinas fiktif itu, tapi saya tidak pernah melakukannya,” beber Winasa.
Demikian halnya saat ditanya kerugian negara, Winasa mengatakan tidak tahu soal kerugian negara tersebut. Ia malah menyesalkan ajudan yang tidak bekerja secara maksimal sehingga muncul kasus tersebut. “Saya tidak tahu soal kerugian negara tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, dengan usainya pemeriksaan terdakwa, JPU Mearthi memohon kepada majelis hakim untuk memberikan waktu satu pekan untuk menyiapakan tuntutan untuk terdakwa Winasa. Hakim akan melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda tuntutan.
Dalam dakwaan menyatakan perbuatan yang dilakukan terdakwa Winasa dilakukan pada 2009-2010. Pada 2009, Pemkab Jembrana menganggarkan biasa perjalanan dinas untuk luar daerah sebesar Rp 850 juta yang diperuntukkan bagi Bupati dan Wakil Bupati. Dalam perjalanan dinas selama satu tahun tersebut, Winasa menandatangani 38 Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) atas nama terdakwa. Namun ternyata Winasa tidak pernah melakukan perjalanan dinas tersebut. Untuk menyamarkan perbuatannya, SPPD fiktif tersebut dilengkapi dengan tiket pesawat dan boarding pass fiktif untuk kelengkapan bukti pertanggungjawaban. Pada tahun 2010, Pemkab Jembrana kembali menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 800 juta. Sama seperti di tahun 2009, Winasa menandatangi 19 lembar SPPD fiktif atas namanya sendiri dan seolah-olah melakukan perjalanan dinas. Akibatnya, negara dirugikan Rp 829 juta sesuai perhitungan BPK.(jcjy)