Pulau Bali Jadi Tempat Idaman Warga Asing Lanjut Usia

KataBali.com – Pulau Bali menjadi daya tarik bagi warga negara asing khususnya yang berusia lanjut untuk mengisi hari tua mereka.

Salah satu perusahaan yang mensponsori warga asing dalam mendapatkan reterriement visa umur di atas 55 tahun adalah Nur Dewata (Dewata Journey Service) yang didirikan pengusaha Lusiana Sanato.

“Kami sudah mensponsori ribuan warga asing di Indonesia, dalam mendapatkan kartu izin tinggal tetap atau tak terbatas,” jelas konsultan perusahaan Nur Dewata Ni Made Citra Dewi Rabu (2/12/2015)

Tentunya, tidak semua warga asing bisa dengan mudah mendapatkan KITAP, karena harus melewati semua persyaratan yang ditetapkan sesuai aturan keimigrasian.

Termasuk juga, ada jaminan hari tua atau dana pensiun, bagi mereka yang akan menetap dalam jangka waktu lama atau tidak terbatas.

“Mereka yang mendapatkan KITAP minimal usia 55 tahun, dan tinggal sementara berturut-turut 15 tahun,” jelas Ni Made Citra Dewi konsultan DJS, perusahaan sponsor warga asing dalam pengurusan KITAP.

Sebelumnya, warga asing ini, secara kontinu lima tahun menetap di Bali setelah mendapat kartu izin tinggal terbatas. Mengacu aturan keimigrasian yang baru, akhirnya bisa mendapatkan kartu izin tinggal tidak terbatas.

Selain sudah menetap dalam jangka waktu lama, persyaratan lainnya, mereka mesti memiliki tabungan pensiunan atau uang deposit yang cukup. Itu sebagai jaminan selama hidup atau tinggal di Bali.

Tak jarang dari mereka, ada yang tinggal menikah dengan WNI, atau tinggal sendiri baik di rumah yang dibeli atau disewa dalam jangka waktu tertentu.

“Warga asing yang telah mendapat KITAP ini rata-rata di atas usia 65 tahun, diurusi oleh pembantu, mereka merasakan kenyamanan tinggal di Bali, imbuhnya saat mendampingi Owner DJS Corp Lusiana Sanato.

Dari ribuan warga asing yang tinggal di Indonesia, termasuk di Bali, paling banyak dalah warga asal Belanda, disusul Australia, Jepang dan Jerman.

Kawasan wisata Sanur, adalah salah satu tempat paling favorit yang diminati para meneer Belanda. Jika Anda, berjalan di sekitar Pagi Sanur hingga Pantai Mertasari, baik pagi hingga sore, akan mudah menemukan komunitas atau perkumpulan warga Belanda.

Para bule manula itu, menikmati keindahan pantai, dengan bercengkrama, sendau gurau, berkumpul bersama baik di restoran, kafe atau kedai-kedai di bibir pantai. Mereka benar-benar menikmati, menemukan kedamaian hidup di Bali.

“Saya keturunan campuran Indonesia Belanda, lahir di Surabaya, lama di Belanda dan kini tinggal di Bali, ” kata Robert Alfos Vermereen.

Setelah, puluhan tahun hidup di Belanda dan Indonesia, akhirnya pria kelahiran 1940 ini, menjatuhkan pilihan menghabiskan sisa hidupnya di daerah berjuluk Pulau Seribu Pura,

Baginya, Pulau Bali memberikan ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian, hal yang sangar dibutuhkan oleh para manula. Ketika, mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi, karena sanak keluarga ada di Belanda, justru tetap menemukan semangat hidup di sini.

Dia bahkan, sudah memutuskan untuk tidak lagi balik ke Belanda, karena Bali, Indonesia dianggapnya sudah menjadi Tanah Air sendiri.

Bersama warga asing lainnya, dia menjalani hari-hari, berinteraksi satu sama lain, menjalin komunikasi, berkumpul dan beraktivitas ringan bersama sembari menikmati indahnya pantai dan alam Bali.

Hal sama disampaikan, Amandine Grisard (70) yang memutuskan menikmati uang pensiunan di negaranya, untuk tinggal di Bali. Setelah 16 tahun tinggal di Bali, akhirnya bersama warga Belanda lainnya, memperoleh KITAP kartu izin tinggal tetap di Bali.

Dia merasakan ketenangan tinggal di Pulau Dewata, karena keramahtamahan masyarakat ramah, keindahan alam, dan pesona adat budaya yang begitu kuat.

“Saya merasakan nyaman tinggal di Bali, ingin menghabiskan sisa hidup saya di sini, saa ingin hidup lebih lama di Bali,” katanya. (tim)

 

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *