Subak Sumber Kehidupan Masyarakat di Pulau Bali

Katabali.com – Keberadaan subak-subak sebagai sistem pertanian khas di Pulau Bali memiliki nilai-nilai sosial budaya dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di Pulau Seribu Pura ini.

Sayangnya, keberadaa subak makin terancam karena ada paradigma keliru yang menilainya dari dimensi budaya sehingga kerap dieksploitasi sarana promosi pariwisata.

Tokoh masyarakat Njoman Gede Suweta menilai ada yang salah dalam cara pandang selama ini. Subak di Bali dipandang dari dimensi Budaya,” tukas tokoh masyarakat Bali

Adanya paradigma atau cara pandang Subak di Bali yang identik dengan pertanian itu terancam punah, karena kerap dijadikan alat atau sarana promosi pariwisata.

“Semestinya Subak harus dipandang sebagai organisasi pertanian yang menjadi sumber kehidupan rakyat Bali. Artinya, tanpa Subak rakyat Bali tidak makan alias mati,” katanya.

Subak harus diletakan sebagai subordinasi dinas Pertanian dalam pembinaannya, bukan di bawah pembinaan Dinas Kebudayaan.

Pihak-pihak terkait kurang memahami Subak sebagai sistem, terdiri dari tidaknya tujuh subsitem, yakni subsistem irigasi, area/lahan, keanggotaan, kepengurusan, organisasi, awig awig (regulasi) dan  spritual.

“Yang semuanya harus menjadi suatu kesatuan yang utuh. Pemahaman itu mulai pudar, karena kuatnya pengaruh budaya ‘jalan pintas’ pada pola pikir rakyat Bali saat ini,” tukasnya.

Persoalan lain karena otonomi Subak diintervensi sistem pemerintahan, sehingga subak dipecah-pecah sesuai dengan wilayah administrasi pemerintahan.

“Akibatnya, sering muncul kebijakan yang berbeda antara wilayah hulu dan hilir Subak,” ucap mantan Kapolda Bali.

Karena masing masing berada pada wilayah administrasi pemerintahan yang berbeda. Kondisi ini sangat merugikan pembinaan dan produktifitas Subak.

Pembinaan Subak seharusnya terpusat di provinsi karena banyak Subak berada pada dua atau tiga wilayah kabupaten.

Keberpihakan kepada Subak hanya bersifat politis, lebih banyak untuk kepentingan promosi atau kampanye oknum tertentu.

Untuk itu, Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Bali ini mengkritisi Subak yang mengikuti lomba padahal sudah bertahun-tahun justru subaknya kering dan hendak dikapling petani.

Aneh tapi nyata, Subak yang sudah tiga tahun kering dan lahannya mau dikapling oleh petaninya,  tetap dicalonkan untuk jadi peserta lomba subak.

Jadi apa kreteria subak dan atau lomba itu. Kasihan sekali!,” ujarnya prihatin. (tim))

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *