Bali Urutan 26 Angka Perkawinan Usia Anak Tertinggi

Kementerian PPA Ambil Langkah Progresif Sahkan UU No 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan 

KataBali.com – Denpasar-Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, sebanyak 11,21% perempuan berusia 20-24 tahun yang telah menikah dan melaksanakan pernikahan di usia anak, dan  tercatat  di 20 Provinsi memiliki angka perkawinan  lebih tinggi dari rata-rata nasional, dimana Provinsi Bali berada pada posisi ke-26 dengan angka perkawinan usia anak tertinggi. 

   “ Perkawinan usia anak dapat mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak termasuk merenggut masa depan anak itu sendiri. Padahal jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dimana kita harus memastikan semua hak-hak anak dapat terpenuhi, “ ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga saat Sosialisasi Pendidikan Pranikah bertema “Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” bagi pelajar SMA/SMK se-Kota Denpasar,alam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Ke-32, Jum,at ( 7/2) di Denpasar, Bali.

    Salah satu langkah dari Kemen PPPA  mencegah perkawinan anak yakni  menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21% menjadi 8,74% yang tertuangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

   Selain itu pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjadi langkah progresif yang telah diambil Kemen PPPA. 

.      “ Pernikahan bukan hanya soal cinta belaka. Anak-anak harus diberi pemahaman sejak dini apa itu pernikahan sebab menikah juga membutuhkan perencanaan  matang untuk masa depan,” ujar, seraya menegaskan, pencegahan perkawinan usia dini, sudah menjadi tugas  bersama untuk menjamin pemenuhan hak anak serta berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak termasuk di dalamnya memberikan edukasi terkait perkawinan.

  “ Impian Indonesia bebas perkawinan anak akan terwujud dengan sinergi dari seluruh pihak dari berbagai pelaku pembangunan baik pemerintah tingkat pusat, daerah, akademisi, lembaga masyarakat maupun dunia usaha, termasuk WHDI, “ harap  Bintang.

   Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan berbagai upaya terus dilakukan  mencegah perkawinan usia anak,”Sosialisasi sangat baik dan harus terus dilakukan. Menikah itu membutuhkan perencanaan yang baik dan matang. Tingkat kedewasaan dan kesiapan mental berpengaruh terhadap kemampuan  memilah mana yang baik dan buruk, keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi masalah,” tambah Dharmawijaya. 

     Santi salah satu, peserta sosialisasi pendidikan pranikah, ia setuju dengan kampanye stop perkawinan anak ini, “ Memberikan pendidikan pranikah pada pelajar SMA/SMK merupakan langkah  tepat, mendukung agar pelajar memilih  melanjutkan pendidikan dibanding menikah muda. Melalui sosialisasi ini diharapkan mampu mengedukasi bagaimana perencanaan yang baik dan benar,” tegas 

   Begitu banyak dampak negatif dari perkawinan anak diantaranya, kurang kesiapan fisik anak perempuan untuk mengandung dan melahirkan,sehingga bisa  meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak. Selain itu, ketidaksiapan mental dalam membina rumah tangga juga meningkatkan resiko kekerasan, perceraian, ketidaksehatan mental, dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada generasi selanjutnya. (nn)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *