Hak Paten, Terobosan Koster untuk Tingkatkan Pendapatan Industri Gamelan

KataBali.com – Calon Gubernur nomor urut 1, Wayan Koster, mengunjungi sentra industri kerajinan gamelan di Jalan Raya Gong Gede, Banjar Tihingan, Desa Tihingan, Kabupaten Klungkung, Kamis (8/3/2018). Koster melihat langsung proses pembuatan gamelan yang menjadi kebutuhan sarana upacara umat Hindu Bali itu.

Pada kesempatan itu, Koster mendapat keluhan dari para pengrajin. Salah satunya datang dari I Gede Suandiasa pemilik Tari Gong. Ia memaparkan modal yang dirogohnya untuk mendirikan usaha kerajinan gamelan. Dana sebesar Rp 1 miliar ia dapat dari pinjaman di LPD dan Bank BRI.

“Belum ada bantuan modal dari pemerintah. Kalaupun ada baru sebatas peralatan untuk pekerja seperti masker. Untuk menghasilkan seperangkat gamelan membutuhkan waktu minimal tiga bulan. Keuntungannya Rp15 juta kotor. Bersihnya Rp5 juta. Untuk modal Rp300 juta,” kata Suandiasa.

Di sisi lain, ia memaparkan jika kerajinan gamelan di desa ini dulunya seringkali dikunjungi oleh wisatawan, karena menjadi desa wisata. Namun sejak beberapa waktu belakangan tak ada satu pun turis yang singgah.

Mendengar keluhan itu, Koster mengaku sengaja berkunjung ke sentra kerajinan gamelan untuk melihat secara langsung proses pembuatannya. Sebab, salah satu program unggulan Koster bersama Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) adalah penguatan desa adat. Perhatian lebih kepada pengrajin gamelan di mata Koster merupakan bagian dari melestarikan seni, adat istiadat dan budaya Bali.

“Ke depan memang program yang diprioritaskan yakni di bidang adat, agama, seni dan budaya. Artinya, desa adat yang ada di Bali ini semuanya harus punya gamelan. Itu kan kita harus lihat produksinya,” jelas Koster.

Ke depan, ia ingin agar home industry seperti ini bisa lebih berkembang. Untuk itu, pemda harus hadir memberikan dukungan baik dari sisi permodalan, akses untuk mendapatkan bahan baku dan juga pemasaran.

“Yang lebih penting adalah keuntungan yang didapat bisa lebih besar. Gamelan ini dikerjakan selama minimal tiga bulan, untungnya kotor cuma Rp15 juta. Misalnya dikerjakan sepuluh orang sebulan per orang hanya Rp500 ribu. Ini harus ditingkatkan,” tegas dia.

Minimal, Koster berharap pengrajin bisa mengantongi keuntungan sebesar 25 persen dari keuntungan. Ia punya jurus jitu untuk meningkatkan pendapatan itu. Ada beberapa hal yang menurut Koster bisa mengatrol keuntungan harga jual kerajinan gamelan yang diproduksi di sini.

Pertama, gamelan yang diproduksi di sini bahan materialnya cukup bagus. Kedua, nilai kerajinannya cukup tinggi. Ketiga, waktu pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Keempat, industri ini harus memiliki kemampuan spesifik. “Maka mesti dihargai. Pemerintah daerah harus memikirkan regulasinya untuk melindungi ini.

Ke depan, akan dijadikan sebagai salah satu model perlindungan industri rakyat berbasis budaya, di sentra-sentra, dibuatkan perdanya, supaya hasil penjualannya lebih bernilai untuk meningkatkan kesejahteraan pengrajin,” jelas Koster.

“Yang juga perlu ditangani adalah hak paten. Merk juga perlu. Kalau sudah dipatenkan, nilai jualnya lebih tinggi lagi. Ini hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk melindungi kearifan lokal seperti ini, termasuk para pekerjanya,” pungkas Koster. (*)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *