KPPA Prihatin Pencampuran Napi Waria dan Anak, Dukung Deadline Kemnkumham RI
KataBali.com – Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali menyatakan keprihatinannya dengan adanya pencampuran narapidana (napi) dan tahanan wanita pria (waria) dengan anak. Untuk itu, dengan adanya instruksi dan deadline dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI agar pimpinan lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) segera memindahkan napi/tahanan titipan anak Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) langsung menyatakan mendukung langkah kementerian.
Ketua KPPAD Bali Anak Agung Sagung Anie Anie Asmoro, dikonfirmasi Sabtu (1/4) merespon baik dengan upaya Kemenkumham RI itu. “Ini tentu niat dan semangat yang baik dari pemerintah. Kami sebagai komisi perlindungan anak di Bali tentu sangat mendukung langkah Kemenkumham RI,”tegas Anie Asmoro via telepon.
Bahkan, Anie mengaku bahwa jauh sebelum adanya instruksi dari Kemenkumham, KPPAD Bali juga beberapa kali mengusulkan harapan yang sama. “Artinya dengan perintah lansung dari kementerian, tentu upaya itu sama seperti semangat dan harapan kami sebelumnya,”jelasnya.
Dikatakan Anie Asmoro, dari beberapa kunjungan yang dilakukan KPPAD Bali ke Lapas Kelas II A Kerobokan, maupun Lapas dan Rutan di Kabupaten/Kota se Bali, serta LPKA Karangasem, hampir mayoritas memiliki kesamaan permasalahan. Dijelaskan, kesamaan permasalahan bagi napi anak atau tahanan titipan anak di lapas, yakni soal pencampuran mereka dengan napi dan tahanan waria.
“Itu hampir terjadi di setiap lapas dan rutan yang ada di Bali. Kasus yang menjerat juga terbanyak didominasi pencurian dan narkotika. Kalau soal waria, meskipun ada sekat, namun mereka sesekali bisa bercampur dan komunikasi. Ini tentu memprihatinkan dan kurang baik untuk perkembangan mental dan psikologi anak,”terangnya.
Selain itu, minimnya tenaga pendidik bagi para napi/ tahanan anak menjadi persoalan yang hingga kini masih di alami. “Padahal Presiden (Joko Widodo) tegas menyatakan bahwa anak tidak boleh putus sekolah. Termasuk mereka yang tersandung hukum berhak untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak,”tambahnya.
Sehingga dengan adanya persoalan pendidikan itu, pihaknya juga mendorong pemerintah daerah melalui dinas terkait (Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial) maupun unit pelaksana teknis untuk memberikan pelatihan atau pendidikan bagi anak-anak yang sedang tersangkut hukum. “Seperti halnya di D.I Yogyakarta, satu guru satu anak, nah harapan kami itu bisa dilakukan juga di Bali dengan disesuaikan sesuai kewenangan masing-masing, yakni SD dan SMP dari Pemerintah kabupaten/kota, dan SMA nanti tenaga pendidiknya bisa dari provinsi,”harapnya.
Bahkan, melalui sistem itu, Anie optimistis, dengan tidak dicampurnya lagi napi dan tahanan anak dengan orang dewasa, dan dengan sistem bimbingan/pelatihan serta pendidikan yang baik, maka kelangsungan anak setelah keluar dari LPKA akan menjadi anak yang tumbuh dengan baik.”Tentu juga sekolah tidak boleh mengeluarkan anak yang bermasalah,”pintanya.
Sementara itu, Kepala seksi LPKA Kelas II Karangasem Supardan mengatakan, dari 12 napi anak di LPKA Karangasem, terbanyak didominasi kasus pencurian dan narkotika. “Bahkan narkotika bisa memicu anak menjadi pencuri, dan itu kami temukan juga dari anak binaan kami di LPKA,”jelasnya.
Menurut Supardan, saat dikonfirmasi terkait kebenaran bahwa banyak napi/tahanan titipan anak dicampur dengan para waria saat berada di lapas dewasa juga tak menampik. “Ya memang dari cerita anak begitu (dicampur dengan napi/tahanan waria). Bahkan mereka di LPKA mengaku jauh lebih nyaman dan bebas karena mereka bisa mendengarkan musik dan juga berkreasi sesuai keinginan mereka,”tegasnya.
Tak jauh beda dengan yang ada di daerah, sebagai Lapas terbesar di Bali, Lapas Kerobokan juga menampung lima orang anak. Tiga berstatus napi dan dua lainnya berstatus tahanan titipan.”Ya sama, karena kami tidak punya ruang khusus anak. Mereka kami tempatkan di ruang khusus dengan napi waria, tapi kondisi ruangannya kami sekat,”pungkas Kalapas Kerobokan Tonny Nainggolan. (jcjy)