Geram, Kejati Segera Layangkan Surat ke Polda, Pertanyakan Tindaklanjut Pasca Turunnya SPDP
KataBali.com -Belum adanya perkembangan pasca menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kepolisian Daerah (Polda) Bali, membuat pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Geram. Bahkan, sebagai upaya tindaklanjut dari proses penyidikan kasus dugaan jual beli ijin Kondotel di Kuta Selatan, yang menyeret Ketua DPRD Badung I Made Parwata, itu tim penyidik dari korp Adiyaksa Bali ini menyatakan akan segera melayangkan surat ke Polda Bali.
Kepala Seksi (Kasi) Penuntutan Kejati Bali Wayan Suardi saat dikonfirmasi, Selasa (11/4), menegaskan bahwa pihaknya akan segera berkirim surat ke penyidik Polda Bali.”Kami tengah mengkonsep surat untuk dikirim ke Polda Bali. Isi dari surat itu, yakni mempertanyakan kelanjutan SPDP yang sudah dikirim,” jelasnya.
Pun saat ditanya kapan pihak kejaksaan akan melayangkan surat ke penyidik Polda Bali. Ditanya begitu, Suardi menyatakan, surat akan dikirim dalam waktu dekat ini. “Rencananya surat akan dilayang dalam waktu dua hari lagi (Kamis (13/4)),” ungkapnya.
Sesuai perkembanhan sebelumnya, tim penyidik Kejati Bali yang menangani perkara ini tengah menunggu berkas kasus yang diduga melibatkan Ketua DPRD Badung I Made Parwata, dari penyidik Polda Bali. Selain menunggu berkas, penyidik Kejati Bali juga menunggu proses gelar perkara atau ekspose yang dilakukan oleh penyidik Polda Bali.”Sementara ini baru menunggu ekspose dari penyidik di kepolisian. Sedangkan upaya kami selain terus mendorong dengan koordinasi sesuai berita acara, kami juga fokuskan pada penguatan keterangan ahli untuk pembuktiannya,” ujar Suardi.
Dijelaskan, Kejati Bali terus melakukan koordinasi secara intens dengan penyidik Polda Bali. Terus dilakukannya koordinasi dengan kepolisian, dikatakan Suardi agar proses penyidikan segera rampung. “SPDP umum sudah kami terima, akan tetapi sampai saat ini kami masih menunggu berkas. Kami terus berupaya dengan berkoordinasi dengan penyidik di kepolisian,” ujarnya.
Sehingga dengan sama-sama berjalannya proses pengusutan kasus tersebut baik di kepolisian maupun di Kejati Bali, Suardi berharap proses atau tahapan penyidikan dipercepat. “Kita berharap pengusutan kasus ini segera rampung,” tegasnya.
Pihaknya menyatakan, dengan dikirimnya SPDP oleh penyidik kepolisian, Suardi mengaku optimis bahwa dalam kasus ini akan ada tersangka karena dengan dikirimnya SPDP, maka sudah ada minimal dua alat bukti. Selain itu, pengiriman SPDP juga diperkuat dengan keterangan saksi, ahli dan alat bukti lain, termasuk keterangan dari pihak tersangka. “Ya kita lihat saja nanti,” ujarnya singkat.
Namun, penyidik masih memerlukan alat bukti yang kuat agar saat menetapkan tersangka tidak blunder. Biasanya lemahnya alat bukti bisa dijadikan senjata dalam mengajukan gugatan praperadilan.
Menurut Suardi, kasus ini sejatinya merupakan kasus biasa saja. Kejati tidak memberi atensi khsusus pada kasus ini. Namun, saat disinggung, kasus ini diduga melibatkan orang kuat. Suardi dengan tegas menyatakan, siapapun orang yang terlibat kedudukannya sama di mata hukum.
“Tidak ada itu istilah orang kuat yang kebal hukum. Semua sama saja di mata hukum. Kalau terbukti bersalah, ya harus dihukum,” tegas Suardi.
Seperti diketahui, kasus terjadi sekitar tahun 2014 lalu. Saat itu ada satu perusahaan properti yang akan membangun kondotel di wilayah Kuta Selatan, Badung. Informasi dari sumber yang enggan namanya disebutkan menyatakan, untuk mengurus ijin Direktur perusahaan berinisial CR lalu bertemu dengan Parwata yang saat itu masih menjadi anggota DPRD Badung.
Dalam pertemuan tersebut membahas keinginan perusahaan yang berencana mencari ijin prinsip untuk pembangunan kondotel. Dikatakan sumber, Parwata sendiri menyatakan kesiapannya membantu. “Saat itu Parwata menjanjikan akan membantu mencarikan ijin prinsip yang diperlukan,” ungkap sumber.
Dalam pengurusan ijin, sumber menjelaskan, pihak perusahaan melalui CR ditengarai memberikan uang kepada Parwata untuk mengurus ijin. Total uang yang diberikan untuk mengurus ijin prinsip tersebut mencapai Rp 3,3 milyar “Diawal sempat minta Rp 1 milyar. Lalu saat pengurusan hingga selesai sempat minta uang beberapa kali hingga total Rp 3,3 milyar,” bebernya.
Ijin prinsip yang dijanjikan akhirnya selesai. Namun masalah muncul pada akhir 2016 lalu, setelah ada surat kaleng yang masuk ke meja Dit Reskrimsus yang mengungkap adanya jual beli ijin tersebut. Beberapa pejabat perusahaan properti ini lalu dipanggil penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali untuk dimintai keterangan terkait dugaan jual beli ijin yang diduga dilakukan oleh Parwata.
Pemeriksaan juga dilakukan penyidik terhadap mantan direktur berinisial CR. “Jadi pihak perusahaan ini tidak tahu masalah dan tiba-tiba diperiksa. Termasuk CR yang kini berada di Lapas Kerobokan karena kena kasus penipuan cek kosong,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan sumber, dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik, beberapa pejabat perusahaan mengakui adanya aliran dana hingga Rp 3,3 milyar kepada Parwata untuk pengurusan ijin prinsip tersebut. Uang Rp 3,3 milyar yang diserahkan CR kepada Parwata inilah dipermasalahkan.”Parwata diduga menyalahi wewenang,” pungkas sumber. (jcjy)