Dari Sarasehan Kebangsaan, Keutuhan NKRI Harga Mati

KataBali.com – Indonesia merupakan bangsa yang besar yang berdasarkan ideologi Pancasila. Namun belakangan ini, berbagai ancaman terjadi terkait eksistensi Empat Pilar Kebangsaan dan ancaman besar tetap tegaknya keutuhan NKRI. Saat ini, keragaman negeri ini dipersoalkan, padahal keragaman negeri ini adalah anugrah namun kerap juga menjadi titik lemah. Generasi hebat yang dimiliki bangsa ini telah berhasil membangun tonggak-tonggak pencapaian luar biasa seperti konsep Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan Satu Bahasa dalam Sumpah Pemuda 1928. Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat membuka sarasehan kebangsaan  bertajuk “Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika”yang digelar di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Sabtu (3/12).

Ditambahkan Pastika, pada jaman dahulu perbedaan justru menyatukan namun saat ini perbedaan justru malah di besar-besarkan. Terlebih dalam era otonomi daerah saat ini, sentimen kedaerahan dan primordialisme justru muncul kepermukaan. Gerakan kedaerahan berpotensi bergolak kuat dan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

“Perbedaan adalah unsur perekat namun kini justru perbedaan tersebut menjadi perenggang. Kebhinekaan yang menjadi kerangka bangsa ini seakan terkoyak, mungkin saja warga bangsa banyak yang lupa akan Pancasila, lupa akan UUD 1945, lupa akan Bhineka Tunggal Ika dan bisa saja lupa dengan NKRI,” pungkasnya.

Untuk itu, masyarakat perlu kembali dengan kelima asas dan 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila di tengah krisis jatidiri bangsa saat ini. Karena dengan pengamalan Pancasila, maka keutuhan NKRI bisa tetap terjaga.

Dalam sarasehan ini ada lima belas narasumber yang dberi kesempatan untuk menyampaikan materi sesuai bidangnya masing masing, antara lain, Kapolda Bali Irjen Pol Sugeng Priyanto yang mengatakan jika Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan perbedaan dan keragamannya. Namun belakangan ini justru hal tersebut menjadi masalah besar yang mengancam keutuhan NKRI. Menurut Sugeng, Indonesia sangat berpotensi menjadi bangsa yang besar asalkan semua pihak dapat menerima perbedaan dan keberagaman dalam balutan Bhineka Tunggal Ika.

Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko dalam perspektifnya juga mengakui jika Bangsa Indonesia saat ini tengah terancam keutuhan NKRI-nya. Menurutnya, masyarakat sangat mudah meninggalkan nilai luhur Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan hidup bangsa Indonesia dalam bermasyarakat. Jika itu tetap terjadi, maka cepat atau lambat, Kustanto mengatakan Bangsa kita akan terpecah. Untuk itu, dirinya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mulai berbuat untuk bangsa dan berikan pembekalan kepada generasi muda akan pentingnya nila-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Terkait dengan nilai dan sejarah Pancasila sebagai filosofi Bangsa Indonesia juga disampaikan Senator Arya Wedakarna. Ia mengatakan jika Pancasila merupakan sumber dari segala sumber konstitusi dan undang-undang. Karena satu-satunya yang tidak bisa diubah bangsa ini adalah Pancasila, karena undang-undang bisa di ubah terbukti dari produk amandemen undang-undang 1945, namun untuk Pancasila tidak bisa diubah. Lebih lanjut, Pancasila menjadi satu-satunya ideologi Bangsa dan tidak ada ideologi lainnya selain Pancasila dan itu harga mati termasuk juga NKRI.

Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali Ida I Dewa Ngurah Suasta juga mengajak semua pihak untuk kembali kepada kemurnian Pancasila. Menurutnya, nilai-nilai Pancasila saat ini sudah mulai dilupakan. Untuk itu, dirinya mengajak semua komponen ikut kembali membangkitkan ideologi Pancasila tersebut. Karena dengan hal itulah, menurutnya masyarakat bisa saling menerima perbedaan demi utuhnya NKRI.

Pengamat Politik  I Nyoman Subanda menilai seharusnya Pancasila sebagai visi Negara. Namun saat ini, para pemimpin baik di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat memiliki visi yang berbeda-beda. Hal ini seharusnya bisa menjadi satu kesatuan dalam sistem pemerintahan. Menurutnya saat ini masyarakat Indonesia cenderung kebablasan dalam bertindak, hal ini diperparah dengan politik di Indonesia yang didominasi kaum kapitalis sehingga tingkat kepercayaan terhadap pemerintah semakin menurun.

Selain kelima narasumber tersebut juga ada Bendesa Agung Majelis Utama desa Pakraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadesa, Pakar Hukum Adat Bali I Wayan P. Windia, Rektor ISI Denpasar, I Gede Arya Sugiartha, Dosen Fakultas Hukum UNUD Ida Bagus Wyasa Putra, Rektor Undiksha I Nyoman Jampel, Ketua DPD KNPI Bali Nyoman Gede Antaguna, Dosen Fakultas Ekonomi UNUD I Gede Wardana, Akademisi FISIPOL UNWAR I Nyoman Wiratmaja dan dari insan Pers ada Made Nariana dan ketua PWI Bali Dwi Kora Putra.

Sementara Gubernur Pastika dalam penutupnya mengingatkan agar nilai nilai Pancasila sebagai landasan negara dan filsafat hidup bangsa harus dilaksanakan. Untuk itu, dirinya mengajak seluruh masyarakat untuk memulai dari diri sendiri dalam mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) demi terjaganya keutuhan NKRI.

Sarasehan Kebangsaan juga dihadiri Wagub Sudikerta ,Sekda Cokorda Ngurah Pemayun,  pimpinan SKPD dilingkungan Pemprov Bali, Finalis Brand Bali Ambassador, dan juga masyarakat umum. (JCHBl)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *