Melihat Khasanah Indonesia Kita Lewat Film Dokumenter

KataBali.com – Sejumlah film dokumenter yang terangkum dalam program Sinema Bentara, bertajuk “Indonesia Kita: Kamoro, Bali 1928 Hingga Sumba” akan menambah referensi dalam memandang sejarah kasanah kebudayaan Bangsa Indonesia.

Film-film dokumenter itu diputar selama dua hari berturut-turut, 26 – 27 September 2015, di Bentara Budaya Bali, Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel.

Ada 7 dokumenter terpilih berasal dari berbagai sumber, mengetengahkan tematik seputar suku Kamoro di Papua, masyarakat dan kultural Bali semasa tahun 1928, Sumba, hingga fenomena Gunung Tambora yang meletus 2 abad silam.

Film-film tersebut antara lain; seri film memorabilia Bali 1928, Tambora, Sumba, The Kamoro dan Seni Ukir Kamoro.

Agenda berkala Sinema Bentara kali ini merupakan kerjasama Bentara Budaya Bali dengan Udayana Science Club (USC), STMIK STIKOM Bali, serta mendapat dukungan dokumentasi film dari Pusat Kajian Papua (Papua Centre) FISIP Universitas Indonesia dan Kompas TV Dewata.

Film Bali 1928, merupakan kompilasi aneka koleksi CD dan piringan hitam pada masa Bali sekitar tahun 1928, serta arsip-arsip film karya Colin McPhee, Miguel Covarrubias dan Rolf de Maré pada masa tahun 1930-an.

Vanesa Martida, koordinator program Sinema Bentara, menjelaskan filmm Bali 1928 terdiri dari  5 volume DVD dan CD.

Film-film yang diputar dalam agenda kali ini antara lain dokumenter tentang Lotring dan Sumber-Sumber Tradisi Gamelan, Seni Pertunjukan Upacara, serta Nyanyian Dalam Dramatari.

“Dokumenter hitam putih ini merangkum kesenian Bali yang dipentaskan pada masa itu, seperti Tari Jangér, Gender Wayang, Semar Pagulingan, Gamelan Gong Kebyar dengan Kakawin dan Palawakia, dan sebagainya,” katanya dalam rilis diterima KataBali.com, Jumat  25 September 2015.

Film-film itu merupakan hasil program repatriasi oleh Dr. Edward Herbs, yang dengan tekun selama bertahun-tahun mengumpulkan aneka koleksi CD dan piringan hitam pada masa Bali sekitar tahun 1928.

Kekayaan koleksi dipugar kembali kualitasnya oleh Allan Evans dari Arbiter of Cultural Traditions di New York.  Adapun sebelumnya, 5 volume DVD dan CD ini telah didialogkan dan diluncurkan secara khusus di Bentar Budaya Bali pada 12 Juli 2015 lalu.

Sebagai bagian dan kelanjutan dari dialog dan apresiasi atas film Bali 1928, digelar pula diskusi sinema pada Minggu, 27 September 2015, menghadirkan narasumber Marlowe M. Bandem dan Prof. Dr. I Made Bandem. Marlowe M. Bandem merupakaan koordinator proyek repatriasi rekaman-rekaman Bali 1928.

Beranjak dari Bali, publik juga dapat menyaksikan kultur, ritual dan  kehidupan masyarakat suku Kamoro, Papua. Dibandingkan dengan suku Asmat dan suku Dani, kebudayaan orang-orang Kamoro yang bermukim di kawasan pedalaman Papua ini barang kali belum banyak dikenal masyarakat luas.

Namun, keberadaan orang Kamoro barangkali dapat ditilik dari beberapa catatan ekspedisi, antara lain dari British Ornithological Union (BOU) yang berbasis di Kampung Wakatimi, dekat Kokonau, yang mendokumentasikan gaya hidup suku ini selama 15 bulan antara 1911 hingga 1912.

Ekspedisi ini membuka wawasan dunia akan hadirnya sebuah suku terpencil yang memiliki kekhasan kebudayaannya sendiri.

“Selain melihat bagaimana keseharian masyarakat Kamora, kita juga dapat menyimak tradisi dan kehidupan di Sumba, termasuk sejarah dan dampak letusan mahadahsyat Gunung Tambora yang berada di Bima, yang pada masanya dianggap sebagai bencana lingkungan dan kemanusiaan terbesar, “ ujar Vanesa Martida.

Lewat dokumentasi masa lalu dan juga kajian-kajian terkini mengenai suku-suku di Indonesia, berikut kekayaan kulturalnya, dapat melihat keindonesiaan secara lebih jernih.

“Ibarat mutu manikam yang memesona. Kita melihat keragaman bukan sebagai perbedaan, justru mensyukurinya sebagai warisan nusantara yang patut dirawat seraya merawat keindonesiaa itu sendiri, “ ungkapnya. (tim)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *