Ingin PKB Makin Berkualitas, Koster Harap Kritik Saran dari Masyarakat

KataBali.com – DENPASAR – Seni budaya merupakan roh pariwisata Bali, dan mayoritas masyarakatnya menggantungkan sumber penghidupan dari sektor ini. Maka itu menghadapi tantangan kemajuan modernisasi kekinian, masyarakat justru harus makin kuat mencintai seni budaya warisan leluhur, dengan cara tetap melestarikan, mengembangkan dan mengaktualisasi dalam kehidupan sehari-hari. 

Demikian harapan yang disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster seusai menyaksikan pementasan Tari Mekepung garapan Sanggar Suar Agung Jembrana di Gedung Kriya, Art Centre, Denpasar, Minggu (7/7) malam.

“Di tengah derasnya modernisasi yang penuh dinamika, kita, para generasi muda dan masyarakat harus terus membangun, memelihara dan mencintai seni dengan segala pesan yang terkandung di dalamnya. Agar Bali ini tetap bisa eksis dan lebih maju dalam menghadapi arus globalisasi ke depan. Kita terus bangun kesejahteraan masyarakat melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, menuju Bali era Baru,”  papar Gubernur Koster.

Kemudian pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLI sebagai bagian pelestarian seni budaya Bali yang sebentar lagi akan ditutup pada tanggal 13 Juli nanti, Gubernur Koster mengharapkan keterlibatan  masyarakat ikut memberikan evaluasi berupa kritik dan saran yang konstruktif. Sebagai bahan koreksi guna pembenahan keberlangsungan pelaksanaan PKB dari segi subtansi maupun tata cara pelaksanaan agar semakin berkualitas. 

“Penyelenggaraan PKB kali ini merupakan yang pertama di era kepemimpinan saya bersama pasangan Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mohon dikritisi, yang baik katakana baik, yang kurang katakan kurang, agar pelaksanaan PKB Tahun depan bisa kita tingkatkan lagi kualitasnya,” ujar Koster seraya menyampaikan apresiasinya terhadap pementasan Tari Mekepung sebagai satu bentuk pelestarian seni budaya tradisional Bali. 

Pada kesempatan itu, tak ketinggalan pula Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster ikut terlibat secara langsung menari dalam pementasan Tari Makepung. Hal ini sebagai bagian ikut berperan serta melestarikan seni budaya daerah. 

Ny. Suastini Koster sendiri semasa gadis  dikenal sebagai seniman profesional multitalenta. Ia pada tahun 1984 pernah tampil dalam pementasan yang sama, sehingga bisa dibilang ia adalah  dari senior dari sebagian seniman tari yang tampil pada malam itu.

Tari Mekepung yang dibawakan Ny. Suastini Koster menceritakan tentang  sekawanan kerbau yang harus menunggu makanan pemberian dari si pengembala. Lantas, setiap kata yang diucapkan si penggembala itupun menjelma sebagai suatu perintah yang harus dilaksanakan bagi kawanan kerbau tersebut.

Tarian ini diciptakan oleh maestro Jegog asal Jembrana I Ketut Suentra pada tahun 1984, yang berawal dari keinginan menjadikan Jembrana semakin dikenal. 

Pementasan diawali dengan alunan Jegog berupa Tabuh Teruntungan Dhamar Hyang yang merupakan alat musik khas Jembrana. Dilanjutkan dengan pementasan Tari Putri Bambu yang mencerminkan tentang prinsip kehidupan, bahwa sebagai ciptaan Tuhan harus senantiasa mengayomi seperti layaknya pohon bambu. Yakni, semakin tinggi kehidupannya, dia akan selalu melihat ke bawah.

Seusai itu, kembali dilantunkan instrumen musik dari bambu yakni tabuh Darmakusuma, yang memiliki makna bahaw proses mencapai suatu kesuksesan berkarya memerlukan keuletan, kesabaran dan pengorbanan dengan diimbangi oleh sikap atau etika yang baik. 

Tabuh ini juga merupakan karya I Ketut Suentra. Salah seorang seniman terbaik Jembrana yang dikenal dalam kiprahnya membesarkan kesenian jegog sebagai kesenian khas Bali Barat hingga terkenal di mancanegara. 

Atas dedikasinya itu, Pemerintah Provinsi Bali mengganjar dirinya dengan penghargaan Dharma Kusuma, suatu penghargaan tertinggi terhadap tokoh seni terhadap dedikasi mereka berkesenian serta melestarikan seni budaya Bali. Dari penghargaan muncul ide dirinya untuk menciptakan karya tari dengan tema Dharma Kusuma. 

Berikutnya dipersembahan pementasan tari Suar Agung yang memiliki makna tentang penggambaran Sinar Suci Tuhan. Suar sendiri berarti Sinar, sedangkan Agung bermakna besar, dengan tema kepahlawanan. Selanjutnya disusul pementasan tabuh Mebarung, tabuh Pengungkab Sabda dan diakhiri dengan penampilan tari Pringgraha.

Di sisi lain, pemilik Sanggar Suar Agung   Oka Arta Negara menyampaikan terima kasih kepada Pemprov Bali yang telah memberikan pihaknya tampil pada ajang seni budaya terakbar di Bali tersebut. (*)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *