Kembali Gunung Agung Lontarkan Abu Tipis Setinggi 2.000 Meter

KataBali.com – KARANGASEM– Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Bali kembali melontarkan material abu tipis hingga ketinggian mencapai 2000 meter di atas puncak Kamis (28/6/2018).

Sebelumnya, pascaerupsi 27 Juni 2018 pukul 22:21 WITA, secara visual teramati kolom gas berwarna putih tebal dari pagi tadi sekitar 200 m di atas puncak. Berikutnya, sekitar pukul 10:30 Wita intensitas emisi gas mengalami peningkatan dan disertai abu tipis.

“Emisi gas dan abu terjadi secara menerus dengan ketinggian berkisar 1500-2000 m di atas puncak dan hingga kini masih berlangsung,” jelas Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM Ir Kasbani dalam rilis

Berdasar amatan PVMBG, arah sebaran abu utamanya ke Barat kemudian membelok ke Baratdaya. Hal ini dikonfirmasi oleh Tim PVMBG yang melakukan pengecekan di lapangan, hujan abu dengan intensitas tipis teramati di sekitar Desa Puregai (7 km dari puncak).

Sampai saat ini (18:00 WITA), aktivitas emisi gas dan abu ini masih terus berlangsung dengan ketinggian relatif konstan di kisaran 1500-2000 m di atas puncak.

VONA telah dikirimkan pada pukul 15:01 WITA dengan kode warna Orange.Secara seimik teramati peningkatan amplitudo seismik secara cepat dalam tempo 12 jam terakhir.

Kasbani mengungkapkan, kegempaan didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah yang dimanifestasikan di permukaan berupa emisi gas dan abu (hembusan). Gempa-gempa ini kemudian semakin rapat dan membentuk tremor menerus sejak sekitar pukul 12:30 WITA.

Secara deformasi teramati inflasi sejak 13 Mei 2018 hingga saat ini dengan uplift sekitar 5 mm. Hal ini mengindikasikan masih adanya pembangunan tekanan oleh magma di dalam tubuh Gunung Agung.

“Hingga saat ini, inflasi tubuh Gunung Agung masih belum mengalami penurunan.Secara geokimia, gas-gas SO2 terakhir kali terukur dengan fluks pada kisaran 200 ton per hari,” sambungnya.

Kondisi ini mengindikasikan masih adanya pergerakan magma dari dalam tubuh Gunung Agung menuju ke permukaan.

Dari citra satelit terkini pada tanggal 28 Juni 2018 dini hari tadi teramati Hotspot (titik panas) di permukaan kawah yang mengindikasikan adanya material panas di permukaan kawah. Material panas ini kemungkinan berupa lava baru yang dikeluarkan (efusi) pasca erupsi tadi malam.

Berdasar fenomenA dan fajta-fakta itu, maka pihaknya melihat fenomena emisi gas dan abu menerus yang terjadi hingga saat ini kemungkinan disertai aliran fluida, hal ini didukung oleh sinyal seismik (tremor frekuensi rendah). Selain itu terlihat, citra satelit, maupun pengamatan visual dimana kolom gas dan abu cenderung berwarna putih dan ketinggiannya relatif konstan.

Aliran fluida terjadi selain berupa gas dan abu juga dapat berupa aliran lava segar ke permukaan. Sinyal tremor dengan frekuensi rendah dimana frekuensi dominannya relatif tidak berubah (pada kisaran 4 Hz) mengindikasikan bahwa laju aliran fluida ke permukaan yang terjadi memiliki laju relatif konstan.

“Dapat diestimasi bahwa saat ini aktivitas permukaan yang terjadi masih bersifat efusif,” kata Kasbani menegaskan.

Jika sinyal seismik mengalami perubahan, misal ditandai dengan kemunculan kegempaan frekuensi tinggi, terjadi perubahan konten frekuensi tremor dan/atau terjadi peningkatan amplitudo yang signifikan maka hal ini dapat mengindikasikan terjadinya penyumbatan dan erupsi eksplosif bisa terjadi.

Jika aktivitas emisi gas dan abu ini terus berlangsung tanpa mengalami perubahan laju yang berarti maka kemungkinan yang terjadi adalah pengisian lava segar ke permukaan (penambahan volume kubah lava) dan/atau emisi gas magmatik. PVMBG terus memonitor aktivitas Gunung Agung untuk mengevaluasi potensi bahayanya antar waktu.

Kemudian, jika terjadi perubahan yang signifikan maka status dan/atau rekomendasi aktivitas Gunung Agung dapat dievaluasi kembali. Saat ini, status Gunung Agung masih berada pada Level III (Siaga). Pada level ini, erupsi dapat terjadi kapan saja.

Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas di Zona Perkiraan Bahaya di seluruh area di dalam radius 4 km dri Kawah Puncak G. Agung.

Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak. (jckn)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *