Kadishub Bali ‘Gagal’ Tentukan Kuota dan Tarif Angkutan On Line
KataBali.com – Kisruh angkutan online berbasis aplikasi versus angkutan lokal makin memanas, setelah pemerintah kembali memberikan toleransi Peraturan Menteri No.32/2016 (PM32/2016) yang direvisi menjadi PM26/2017 selama 3 bulan sampai sampai 30 Juni 2017 untuk menentukan kuota dan tarif.
Namun kali ini pemicunya, akibat Kadishub Bali, IGN Sudarsana disebut gagal paham menentukan kuota dan tarif batas atas dan batas bawah angkutan online yang nantinya disebut angkuta sewa khusus.
Selain aliansi transport lokal di Bali kecewa dengan sikap Dishub yang tidak tegas menyatakan operasi angkutan online harus dihentikan sepanjang belum memenuhi PM32/2016 yang kini diberlakukan PM26/2017 dengan revisi 11 poin itu, mereka juga memastikan Kadishub sudah gagal paham.
Sebab menentukan kuota angkutan sewa khusus tidak bisa sembarangan, apalagi sengaja tidak mengundang stake holder yang berkepentingan, diantara Ketua Dewan Pimpinan Unit (DPU) Taksi Provinsi Bali bersama pihak terkait. Apalagi angkutan sewa khusus itu, ijinnya di daerah, sehingga perhitungan kuotanya mestinya diambil dari kuota taksi karena jumlah angkutannya harus ada kajian khusus.
“Tidak bisa sembarangan seperti itu, soal kuota sewa khusus di daerah harus melakukan kajian. Kok berani diambil dari kuota sewa. Sudah jelas-jelas ijinnya dari pusat dan operasionalnya juga berbeda,” tegas salah satu Pengurus Organda Bali yang enggan namanya disebut itu.
Dari sisi tarif batas atas maupun batas bawah juga disepakati Kadishub secara sembarangan. Padahal untuk menentukan tarif ada banyak komponen yang dihitung. Selain itu, seluruh daerah kecuali Bali merapatkan penentuan tarif angkutan sewa dengan tarif taksi lokal, bukan dibandingkan dengan tarif angkutan sewa biasa atau sewa umum. Jadi sangat aneh, ketika tarif dibandingkan dengan taksi lokal atau konvensional, namun untuk kuota malah diambil dari kuota angkutan sewa biasa.
“Komponen perhitungan tarif argo itu taksi resmi dengan taksi online dibandingkan. Lalu kenapa Kadishub Bali dalam membandingkan kuota antar taksi online dengan kendaraan sewa?,” sentilnya.
Secara terpisah, Humas Celepouuuk Bali Transport (CBD), Gusti Oka mengaku meskipun ada toleransi 3 bulan, namun akan tetap tegas menolak aplikasi online beroperasi di Bali karena tidak mengikuti aturan. Menurutnya Kadishub harusnya berpikir seperti aturan membangun, harus mengurus ijin dulu. Jadi bukannya belum berijin sudah memikirkan soal tarif dan kuota.
“Ijin sesuai aturan dulu dong diurus. Apakah boleh membangun dulu baru urus ijinnya? Oleh karena itu aplikasi online harus ditutup dan enyah di Bali,” tandasnya.
Ia menjelaskan, soal operasional taksi online ini sudah sangat meresahkan di Ubud. Menurutnya, kenapa taksi online dibiarkan beroperasi, padahal sudah nyata-nyata ditolak di Bali dan tidak diblokir kalau memang mau tanggap soal perijinan?
“Apakah salah kita bertindak keras jika lahan kami diambil? Kita juga punya basang seduk. Bagaimana kesejahteraan kita di Bali jika mereka orang luar Bali mengambil lahan kita. Jangan salahkan kami bergerak keras, kita ini orang Ubud dan tempat kita bukan tempat ecek-ecekan,” tegas Tokoh Ubud yang dipanggil Gus Oka itu.
Sementara, Perwakilan Transport Desa Adat Seminyak, Wayan Saputra juga meminta para pejabat mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Apalagi ada kesepakatan (Perarem) Desa Adat Seminyak yang menolak taksi online, karena sama keluhannya dengan transport lokal lainnya.
“Desa Adat Seminyak secara tegas menolak transport online, karena sudah memiliki transport di Wilayah Desa Adat Seminyak untuk menghidupkan masyarakat kami. Inilah aspirasi masyarakat jangan korbankan kami,” tegasnya.
Untuk itu, gabungan aliansi transport lokal di Bali kembali mengancam akan berdemo turun ke jalan dengan aksi “Super Kabeh”, jika pemerintah pusat dan daerah tidak segera memblokir aplikasi angkutan atau taksi online di Bali.
Seperti diketahui, Kadishub Bali, IGA Sudarsana, SH.MH akhirnya kembali merapatkan persoalan angkutan online di Bali. Namun bukan membahas soal resmi atau tidaknya angkutan online beraplikasi seperti Grab, Uber maupun GoCar per 1 April, namun malah merapatkan soal kuota dan tarif.
Anehnya lagi, rapat yang menghadirkan instansi terkait, yakni Badan Pendapatan Daerah Bali, Diskominfo Bali, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Bali, Dishub Kota Denpasar dan Badung maupun Biro Humas serta Biro Hukum dan Ham Provinsi Bali tidak mengundang stake holder yang berkepentingan, salah satunya Ketua DPU (Dewan Pimpinan Unit) Taksi Provinsi Bali, Wayan Pande Sudirta, SH.
Parahnya lagi, rapat yang berlangsung di Aula Kantor Dishub Bali, Jumat (31/3) malah dihadiri tamu tak diundang, yakni salah satu pihak penyedia aplikasi yang bekerjasama dengan angkutan online yang malah diberikan bebas berpendapat.
Bahkan, Ketua DPD Organda Bali juga diwakili Penasehat PTOB (Paguyuban Transport Online Bali), IGN Supartha Djelantik. Alhasil rapat yang dibuka sekitar pukul 10 Wita itu pun berlangsung cukup singkat, tanpa perdebatan apapun. Apalagi biar terkesan netral Kadishub juga menghadirkan 2 narasumber dari Ketua Masyarakat Trasportasi Indonesia (MTI) Bali ) Rai Ridartha dan Akademisi dari Fakultas Teknik Unud, Prof. Putu Alit Suthanaya yang notabene Sekretaris MTI Bali sendiri.(bb-iz).