Dewan Minta Pemprov Analisa Kebutuhan Tenaga Guru terkait Aturan ‘Linier’ Picu Pengupahan Tidak Adil
KataBali.com – Komisi IV DPRD Provinsi Bali mendorong agar Pemprov Bali melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bali terkait rencana peralihan kewenangan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi (Pemprov) pada awal tahun 2017 dengan melakukan kajian dan analisa terhadap kebutuhan tenaga guru dan tenaga administrasi dimasing-masing sekolah. Permintaan adanya kajian dan analisis itu, karena dewan menilai bahwa sebaran tenaga guru, administrasi, maupun tata usaha di tingkat kabupaten/kota tak merata.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta ketika dikonfirmasi di ruang Komisi IV DPRD Bali, Selasa (15/11).
Dia mengatakan bahwa dari analisa dan kajian tersebut akan diketahui berapa sesungguhnya kebutuhan riil tenaga guru maupun tenaga administrasi. “Tentunya dihitung dari banyaknya ruang kelas dan jumlah siswa dimasing-masing. Parta mengatakan analisa dan kajiannya harus tepat, mulai dari banyaknya ruang kelas dan jumlah siswa yang ada dan jangan sampai melebihi dari kebutuhan yang ada,”terangnya.
Lebih-lebih lagi, lanjutnya semua guru kontrak SMA/SMK sudah dinyatakan lolos hanya saja yang sedang menjadi persoalan saat ini adalah persoalan upah yang diterimanya dibawah UMP khususnya guru yang bukan linier.
Politisi PDI Perjuangan asal Guwang Sukawati Gianyar ini menjelaskan, upah yang diterima tenaga guru kontrak yang mengajar linier dengan jam mengajar 24 jam sebulan tentunya akan mendapatkan upah sesuai UMP atau setara Rp 2,4 juta.
Namun tenaga guru yang non linier waktu mengajar 37 jam sebulan dengan berbagai jenis mata pelajaran belum tentu menjamin akan mendapatkan pengupahan sesuai UMP. Sebab, kalau dihitung mata pelajarannya secara linier lamanya mengajar misalnya hanya tercatat 4 – 8 jam sehingga mereka hanya menerima upah Rp 50 ribu per jam. “Bahasa linier inilah membuat sistem pengupahan guru kontrak menjadi diskriminatif atau tidak adil,” tegasnya.
Untuk itu, pihakya berharap dalam sistem pengupahan tenaga guru kontrak tidak ada istilah linier sehingga yang menentukan pengupahan adalah UMP yang ditetapkan oleh pemerintah. Sayangnya, dari mana aturan yang mengatur bahasa linier tersebut, dewan berencana mengkonsultasikannya ke Kementrian Pendidikan di pusat sehingga menjadi terang benderang dan tenaga guru kontrak yang jam mengajarnya dibawah 24 jam bisa mendapatkan upah yang layak.
“Mereka sudah lama mengabdi ada sampai 15 tahun dan selama ini ikut membantu mengajar pada mata pelajaran yang lain. Kalau mereka tidak membantu mengajar dan berpatokan pada linier, proses belajar mengajar di sekolah tidak akan jalan karena kita kekurangan guru,”ujarnya.
Senada dengan Parta, anggota Komisi I DPRD Bali Nyoman Adnyana, juga menambahkan bahwa dalam pengupahan guru kontrak itu, kalau bisa diatur lewat kewenangan pemerintah daerah. “Alangkah baiknya yang mengatur pemerintah daerah karena urusan guru kontrak.Pemerintah daerah bisa diberikan kebebasan untuk mengatur karena tidak ada yang salah,”pungkasnya.(JCJy)