Korupsi Tetap Dominan Presiden Didesak “Moratorium Remisi’’

 

KataBali.com – Presiden Joko Widodo diminta untuk berani melakukan ‘’Revolusi’’ dalam penanganan korupsi, dan mengeluarkan kebijakan semacam ‘’moratorium remisi’’ bagi terpidana korupsi.

Bila ‘’moratorium remisi’’ bagi koruptor diterapkan, entah melalui Perpres ataupun regulasi lainnya, dirasakan ada keadilan terhadap rakyat yang menjadi korban langsung dan tidak langsung dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para terpidana. Ketua BCW (Bali Corruption Watch), Putu Wirata Dwikora menyatakan hal itu melalui release yang diterima redaksi KataBali, Minggu lalu (14/8) menanggapi kebijakan pemberian remisi bagi terpidana, termasuk terpidana tindak pidana korupsi.

Putu Wirata mengamati, pelaku tindak pidana korupsi cenderung mendapat ‘’pelayanan’’ lebih baik dibanding rakyat yang telah menjadi korban perilaku korupsi tersebut.

Secara praktis, umumnya perlakuan penegak hukum terhadap tersangka, terdakwa serta terpidana korupsi, lebih istimewa dibanding pelaku kriminal lainnya.

Hak-hak asasi para pelaku mendapat perhatian serius, dan ketika mereka telah dipidana, masih mendapat kesempatan remisi yakni pengurangan hukuman, dengan berbagai alasan yang dicurigai juga bisa dipermainkan.

Soal lain yang juga disayangkan Putu Wirata, umumnya vonis hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi relatif sangat ringan. Hukuman penjaranya relatif rendah, dendanya ringan, hartanya tidak disita dan tidak dimiskinkan, sehingga keluar penjara masih banyak terpidana tetap kaya dan bisa menikmati kekayaannya.

‘’Dibanding terpidana lain, prakteknya memang terpidana korupsi bisa mendapat banyak keistimewaan. Lalu, apa imbalan yang diperoleh rakyat yang notabena telah menjadi korban para pelaku tindak pidana korupsi?

Apakah rakyat mendapat bonus tertentu, ketika koruptor menikmati remisi?” imbuh Putu Wirata.

Dia meyakini, keistimewaan yang berlebihan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi itu antara lain menjadi penyebab, tidak ada efek jera. Karenanya, korupsi tetap merajalela, antara lain dilakukan oleh oknum politisi, penegak hukum, birokrat, serta pengusaha atau korporasi. Karena korupsi merajalela, kemajuan dan perbaikan pelayanan birokrasi, peningkatan kesejahteraan rakyat pun tidak bisa meningkat sebagaimana harusnya.

Dibanding negara seperti RRC yang menghukum mati ribuan koruptor, vonis terpidana korupsi di Indonesia terbilang sangat ringan. Menjadi semakin enteng karena adanya pemberian remisi, yang prakteknya bisa juga dipermainkan. (PW)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *