Dialog Sastra, Sosok Perempuan dalam Sajak Zawawi Imron

KataBali.com – Setelah tampil memaknai peluncuran buku “Badriyah” karya Ayu Weda (8/4), penyair lintas zaman, D. Zawawi Imron secara khusus akan membacakan sejumlah karya terpilihnya dalam sebuah dialog sastra bertajuk “Sosok Perempuan dalam Sajak Zawawi Imron”, berlangsung di Bentara Budaya Bali, Jln. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel, Gianyar Sabtu (9/4/2016).

Zawawi Imron dikenal sebagai penyair yang kreatif dan produktif, serta teruji melahirkan sajak-sajak cemerlang.

Kali ini, ia akan membacakan beberapa syairnya, terutama yang menggambarkan sosok perempuan, termasuk perannya sebagai Ibu, baik simbolis maupun harfiah, yang menyentuh dan mencerahkan. Selain pembacaan puisi, akan dibincangkan pula seputar proses cipta.

Puisi-puisinya menghadirkan metafor-metafor segar yang terilhami dari desa kelahirannya serta kehidupan nelayan Madura yang berlayar lintas samudera. Bahasa puisinya jernih dan mengandung kedalaman renungan.

Juga, mengejutkan para pembaca dengan kesanggupannya untuk mengekalkan momen puitik keseharian secara akrab dan guyub.

Penyair yang sohor disebut penyair Celurit Emas ini dilahirkan 1 Januari 1943 di Desa Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura.

Celurit Emas merupakan salah satu judul buku antologi puisinya (terbit tahun 1980) dan terpilih menjadi Buku Puisi Terbaik di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Kumpulan sajaknya “Bulan Tertusuk Ilalang” mengilhami sutradara Garin Nugroho membuat film dengan judul serupa (1994), dibintangi oleh Ki Soetarman, Norman Wibowo, Ratna Paquita.

Film ini juga meraih beberapa penghargaan, diantaranya Best Director Festival des 3 Continents, Nantes, France (1997), International Film Critics Award (1996).

Sementara itu, “Nenek Moyangku Airmata” merupakan kumpulan sajak Zawawi Imron yang terpilih sebagai Buku Puisi Terbaik dan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1985.

Ia memperoleh berbagai penghargaan antara lain: S.EA Write Award (2011) dan Hadiah dari Majelis Sastra Asia Tenggara (2011).

Penyair yang menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Lambicabbi, Gapura, Semenep ini kerap diundang membacakan karya-karyanya dalam berbagai peristiwa sastra nasional maupun internasional.

Sebut saja di Winternachten, Belanda, Seminar Majelis Bahasa Brunei Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia Tenggara (MASTERA) Brunei Darussalam (Maret 2002), dll.

Karya-karyanya antara lain: Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978),Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Nenek Moyangku Airmata (1985), Bantalku Ombang Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu (1999).

Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris dan Bulgaria.

Putu Aryastawa, staf Bentara Budaya Bali, menuturkan bahwa ada sebuah momen bersejarah ketika Zawawi Imron tampil di Bentara Budaya Yogyakarta pada 22 Desember 1984 lalu.

Saat itu membacakan puisi-puisi dalam “Celurit Emas”. “Demikian pula pada kesempatan acara di Bali ini, ia akan membacakan puisi-puisi terpilih.

Dari kumpulan tersebut, ditambah beberapa puisi-puisi cemerlang serta karya-karya terkininya yang merujuk tema acara, termasuk sajak ode yang menyuratkan penghormatan kepada sosok Kartini.” tambah Putu Aryastawa. (faz)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *