Perjuangan Sudirta Wujudkan Kampung Pengungsi Bali Paska Rusuh Eks Timtim
KataBali.com – Wayan Sudirta dkk melakukan hal itu untuk ‘’Pengungsi Timtim Eks Transmigran Bali’’ tahun 1999, menyusul guncangan rReformasi di Indonesia bergema ke Timor Timur. Melalui Referendum, rakyat Timor Leste menyatakan kemerdekaan.
Ribuan transmigran Bali yang dikirim kesana di masa Orde Baru – dan sebagian besar sukses, ada yang punya restoran, huller pengolahan gabah, dan lainnyaa –kelimpungan, karena terjadi kerusuhan SARA yang mengancam nyawa.
Untuk menyelamatkan diri, trasmigran Bali itu menyelamatkan diri, naik angkutan dan sebagian jalan kaki ke perbatasan dengan Timor, sebelum di’’kapal’’kan ke Bali. Lebih dari 2000 jiwa datang, perwakilannya menemui Waya Sudirta untuk minta pembelaan.
Lalu, Sudirta dkk membentuk Tim Pembela Pengungsi Timtim Eks Transmigran Bali, ‘’mengungsikan’’ mereka ke areal DPRD Bali.
Pertama, meminta pemerintah menyatakan status transmigran tersebut sebagai ‘’pengungsi’’ di tanah Bali.
Kedua, minta pemerintah bertanggung jawab dengan memberikan lahan untuk membangun kampung baru di Bali, diatas tanah-tanah Negara yang ‘’ditelantarkan’’ oleh pihak yang telah diberika HGU atau HPL.
Ketiga, menuntut pemerintah menyediakan kebutuhan pangan yag cukup selama pengungsian.
Setelah menemui Menteri Transmigrasi waktu itu, lalu Bupati Buleleng Drs. Ketut Wirata Sindu dan Ketua DPRD Buleleng Putu Sudarmaja Duniaji, lahan diberikan di Desa Sumberkelampok, Gerokgak.
Ketut Wirata Sindhu dan Sudarmaja Duniaji, merupakan pejabat yang berjasa, karena berani dan peduli pada nasib transmigran Bali baik dari Buleleng dan Karangasem.
selain dari Bangli, Klungkung, Tabanan, Gianyar, Jembrana – untuk memberikan tanah yang waktu itu dalam status sudah ‘’terlantar’’ karena tidak diolah oleh perusahaan tertentu yang informsinya memegang HPL atau HGU.
‘’Kami dan kawan-kawan pasti tidak mampu membalas budi baik Pak Sudirta dan rekan-rekannya, yang membela dan memperjuangkan kami sampai sekarang ini,” kata Made Urip Wihardi, salah seorang pengungsi yang menjadi Kepala Tempek Pengungsi Timtim Desa Sumberkelampok.
Mereka juga dicarikan tanah, diperjuangkan agar mendapat bantuan rumah, sandang dan papan, pada awal membangun Dusun ini,’’ kata Made Urip Wihardi, salah seorang pengungsi yang menjadi Kepala Tempek Pengungsi Timtim Desa Sumberkelampok.
Menghuni kampung pengungsi sejak 1999, setelah 16 tahun, mereka menata kehidupan dengan kerja keras. Mereka menolak direlokasi ke daerah lain, trauma dengan kerusuhan Timtim paska Referendum itu.
‘’Apa jaminannya di daerah baru, tidak terjadi hal seperti itu?” kata Made Urip. (maf)