Pj. Gubernur Mahendra Jaya Ajak Seluruh Komponen ‘Ngrombo’ Penanganan Kebakaran Lahan dan Kekeringan
KataBali.com – DENPASAR – Masalah kebakaran lahan dan kekeringan di wilayah Provinsi Bali dinilai sebagai persoalan serius yang membutuhkan penanganan bersama. Agar dampaknya tak makin meluas, Pj. Gubernur Bali S.M. Mahendra Jaya mengajak seluruh komponen ‘ngrombo’ penanganan kebakaran lahan dan kekeringan. Ajakan itu disampaikannya saat mengikuti rapat koordinasi penanganan darurat bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Bali, Kamis (19/10/2023). Rakor yang berlangsung di Ruang Wiswa Sabha Utama kantor Gubernur Bali itu menghadirkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto beserta jajaran pejabat tinggi di lembaga tersebut.
Mengawali sambutannya, Pj. Gubernur Mahendra Jaya menyinggung fenomena El Nino yang belakangan menimbulkan dampak yang makin serius pada sejumlah kawasan di Pulau Dewata. Dua persoalan yang saat ini dihadapi Daerah Bali adalah bermunculannya kasus kebakaran lahan dan kekeringan yang memicu krisis air bersih di sejumlah desa. “Kekeringan yang memicu krisis air merupakan persoalan serius yang membutuhkan penanganan secara bersama-sama. Jika tidak ditangani dengan baik, kita khawatir dampaknya akan makin meluas,” ujarnya sembari mengatakan bahwa air merupakan sumber daya alam yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Lebih jauh ia menambahkan, terbatasnya ketersediaan air di masa kekeringan tak hanya menyusahkan masyarakat, tapi juga akan berdampak pada sektor pariwisata, industri dan lingkungan hidup. Menyitir informasi BMKG, Mahendra Jaya menyampaikan bahwa musim kemarau untuk wilayah Bali masih akan berlangsung hingga awal tahun 2024. Langkah strategis perlu segera diambil karena hingga saat ini 113 banjar di Bali telah mengalami krisis air bersih. “Sejauh ini, BPBD berkolaborasi dengan berbagai elemen telah mendistribusikan 234.900 liter air bersih untuk memenuhi kebutuhan air bersih di banjar-banjar itu,” sebutnya.
Pj. Gubernur Bali melanjutkan, terkait dampak cuaca ekstrem, Bali telah menerima 9 kali peringatan dini sejak 1 Juli s.d. Oktober 2023. Peringatan diri ini berkaitan dengan kondisi sejumlah wilayah di Bali yang sudah lebih dari 3 bulan tidak turun hujan. “Diperkirakan, wilayah yang sama sekali tak mendapat guyuran air hujan akan meluas karena musim kemarau diperkirakan baru berakhir pada Februari 2024,” cetusnya.
Selain krisis air bersih, kekeringan juga berdampak pada kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah. Beberapa kejadian yang telah ditangani yaitu kebakaran di Kawasan Hutan Bukit Watu Kursi Desa Pemuteran dan Desa Penyabangan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Kecamatan Kubu dan Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem serta Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Batur dan Bukit Payang Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.
Pada bagian lain, Mahendra Jaya juga menyampaikan progres penanganan kebakaran di TPA Suwung Denpasar dan TPA Mandung Kabupaten Tabanan. Pemadaman kebakaran di TPA Suwung melibatkan Damkar Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Tabanan, didukung water canon dari Polda Bali dan Polresta Denpasar. Lebih dari itu, penanganan kebakaran di TPA Suwung juga mendapat dukungan helikopter water bombing dari BNPB dan injeksi air dengan campuran bahan kimia dari Kementerian LHK. “Untuk mengatasi kebakaran di TPA Mandung, dikerahkan Damkar Kabupaten Tabanan dibantu Pemkab Badung,” tambahnya.
Penanganan kebakaran di TPA juga diimbangi dengan kegiatan kemanusiaan dengan melakukan evakuasi masyarakat sekitar, menyiapkan tempat pengungsian hingga pemberian bantuan makanan dan obat-obatan, pemeriksaan kesehatan serta menyiagakan Puskesmas dan RSUD untuk penanganan darurat akibat kebakaran TPA. “Kami juga membagikan masker kepada masyarakat di sekitar TPA, termasuk orang yang melintas,” sebutnya.
Terkait penanganan kebakaran TPA Suwung, Pemkot Denpasar menetapkan status tanggap darurat mulai tanggal 12 s.d. 25 Oktober 2023. Sedangkan untuk penanganan kebakaran TPA Mandung, Pemkab Tabanan menetapkan status tanggap darurat mulai tanggal 14 s.d. 27 Oktober 2023.
Pada kesempatan itu, pria kelahiran Singaraja ini menginformasikan sejumlah kendala yang dihadapi dalam penanganan kebakaran TPA, salah satunya titik api dan gas metana di bawah tumpukan sampah yang menggunung. “Sehingga petugas tidak bisa melakukan pemadaman secara tuntas. Selain itu, area yang terbakar cukup luas dan upaya penanganan terkendala asap tebal, cuaca panas dan angin kencang,” bebernya.
Sementara pada penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), petugas terkendala ketinggian lokasi sehingga tak bisa diakses peralatan ataupun kendaraan pemadam. “Sehingga operasi darat dilakukan secara manual dengan teknik sekat bakar. Ketersediaan air juga terbatas dan jauh dari lokasi kebakaran,” tuturnya.
Menutup sambutannya, Mahendra Jaya menyampaikan Pemprov Bali telah memberlakukan penetapan status keadaan darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan, dengan KATEGORI “STATUS SIAGA DARURAT BENCANA,” yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Bali Nomor 897/04-G/HK/2023 tanggal 19 Oktober 2023, terhitung mulai tanggal 19 Oktober 2023 sampai dengan 1 November 2023, dan dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan darurat bencana.
Penetapan STATUS SIAGA DARURAT BENCANA ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana dan menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara maksimal. “Kita harus siap menghadapi situasi darurat jika kekeringan, krisis air bersih, kebakaran hutan dan lahan semakin parah. Kami mengajak semua pihak berpartisipasi mengatasi situasi ini. Pemerintah daerah melalui OPD terkait akan mengupayakan bantuan dan dukungan untuk komunitas yang paling terdampak,” paparnya. Ia optimis, dengan sumber daya yang dimiliki serta didukung kebijakan yang tepat, Bali akan mampu menghadapi tantangan ini.
Menambahkan penjelasan Pj. Gubernur Bali, Kalaksa BPBD Bali I Made Rentin menyampaikan harapan agar BNPB bisa segera menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Bali. Menurutnya ini sangat urgen karena sejumlah wilayah yang sudah 94 hari tidak turun hujan. Selain itu, ia juga mengajukan permohonan dukungan logistik dan peralatan kedaruratan dalam penanganan kekeringan dan kebakaran.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan rakor ini bertujuan membahas penanganan dampak El Nino yang makin meluas di wilayah Bali. “Kekeringan telah melanda sejumlah wilayah, ada beberapa kawasan yang masuk kategori terdampak El Nino ekstrem karena tidak turun hujan dalam jangka waktu lama. Beberapa daerah ada yang satu bulan tak turun hujan, bahkan ada yang sudah tiga bulan tak turun hujan,” tuturnya.
Menyikapi situasi itu, BNPB bersama jajaran TNI/Polri dan pemerintah daerah sepakat meningkatkan kesiapan, kewaspadaan serta kesiapsiagaan dalam menghadapi dampak El Nino. “Kita harus memastikan masyarakat tidak mengalami dampak yang signifikan, pastikan pasokan air bersih tetap tersedia,” cetusnya.
Suharyanto menyambut baik rencana Pemprov Bali menetapkan status keadaan darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan, dengan kategori “STATUS SIAGA DARURAT BENCANA” Menurutnya, Bali sudah memenuhi syarat untuk penetapan status kedaruratan karena ada sejumlah wilayah tanpa hujan dalam kurun waktu cukup lama. Ditambahkan olehnya, dengan penetapan status kedaruratan, pemerintah pusat akan lebih leluasa turun memberikan bantuan.
Pada acara tersebut, BNPB menyerahkan bantuan siaga darurat kekeringan kepada Pemprov Bali, Pangdam/IX Udayana, Polda Bali dan Kabupaten Kota se-Bali. Khusus untuk Pemkot Denpasar, BNPB juga menyerahkan bantuan dana sebesar Rp. 250 juta untuk mempercepat penanganan kebakaran TPA Suwung. Bantuan untuk Pemprov diterima oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra. hb