Miris Kekerasan Terhadap Anak Mendorong Siti Sapurah Jadi Pengacara Terkenal

 

KataBali.Com – Denpasar – Rabu pekan lalu (16/3/2022), langit begitu cerah dan panas terik diatas seputar Jalan Pulau Buton, Kodya Denpasar. Mobilitas masyarakat terutama arus roda dua maupun empat begitu padat dan sedikit macet menunju arah selatan Pulau Komodo maupun ke Jalan Raya Sesetan Denpasar. Persis di pojok Jalan Pulau Buton No 14 berdiri kantor  baru seorang  ADVOKAT dan MEDIATOR  SITI SAPURAH  SH & REKAN.

Sesuai dengan  janji ingin bertemu sore sekitar pukul 15.00 wita, Siti Sapurah yang akrab dipanggil Ipung sudah menunggu kedatangan penulis. Pintu masuk kantor dibuka oleh putri tunggalnya  sekaligus asisten pribadinya. Dhea nama putrinya. Rupanya Ipung  sudah menunggu diruang kerja.

Dari dalam ruang terdengar suara khas Ipung  mempersilahkan penulis masuk . Apa kabar ada  yang perlu dibantu bang, sapa ramah ramah terlontar dari seorang pengacara wanita yang terkenal lebih banyak membela kasus perempuan dan anak ini, “Jika ingin menulis kantor baru sudah terlambat Bang, lebih menyenangkan jika menulis  profil saja dan perjalanan karier saya saja,“ ungkap Ipung  mantan aktivis P2TP2A Denpasar ini.

Sosok Ipung,bernama asli Daeng Ipung berubah menjadi Siti Sapurah,  nama baru  sengaja dirubah oleh guru sekolah SD nya  agar lebih islami dan melekat hingga kini. Secara pribadi aktivis atau sebagai advokat , bagi Ipung  cukup menarik selain gigih dan pemberani menghadapi hidup  atau menjadi seorang advokat prefosional. Kegigihannya, ketika menghadapi cobaan berat sebagai anak yatim piatu sejak kecil bermimpi ingin menjadi pengacara ditengah kehilangan dokumen kependudukan yakni akta kelahiran dan KK dirampas dan dimusnahkan oleh keluarga ibu dan bapak angkatnya.

Sepertiga hidupnya  dibesarkan sebagai anak laut harus berjibaku agar bisa hidup dalam himpitan ekonomi, “Hidup saya tidak seindah teman sepermaianan dan sekolah, dari usia kecil ( SD) sepulang sekolah jam 14.00 hingga 16.00 dilanjutkan trip kedua dari pukul 17.00 hingga jam magrib  turun ke laut untuk mencari anak bandeng kemudian  dijual hasilnya diserahkan ke ibu angkat,” ungkap Ipung mulai bercerita.

Ipung mencerikan sepeninggal Ayahnya Daeng Abdul Kadir, tahun 1974, Ipung yang merupakan anak satunya Daeng Abdul Kadir. Ia diasuh ibu dan bapak angkatnya kesehariannya  diperlakukan seperti  anak tiri. Dalam kondisi  ini, Ipung tumbuh menjadi  anak  perempuan yang pemberani, dengan mengejar ilmu  walau dihalangi  agar ia tidak menjadi orang pintar. Ia akhirnya mampu menyelesaikan Pendidikan sampai ke perguruan Tinggi Universitas Warmadewa Tahun 1994 – dengan titel Sarjana Hukum  ( S1) .       

“ Saya dilahirkan 13 Oktober 1971 dari orang yang berkasta, warga perantau dari Bugis ( Sulsel) ke Bali dengan membawa kapal perahu bernama Timbul , pertama mendarat di pulau kecil disebelah Selatan Pulau Bali, Serangan. Kala itu almarhum ayahnya bersama anak buah kapal (ABK)  tinggal dan nenetap di Bali. Kemudian ayahnya  membeli tanah seluas satu hektar dua belas are ( 1,12 Ha)  untuk membangun rumah bersama anak buah kapalnya  kemudian terkenal  bernama kampung Bugis di Desa Serangan, Kodya Denpasar.

Singkat cerita, hidup Ipung yang  awalnya dikenal   sebagai keluarga orang kaya dari anak tokoh masyarakat di desanya, seketika berbalik seratus delapan puluh derajat. Begitu Ayahnya  meninggal 1974, sementara  ibu entah kemana keberadaannya meninggalkan  Ipung sebagai anak yatim.  Hidup bersama ibu tiri, perlakuann pahit harus ia terima  seperti  film Ratapan Anak Tiri  yang  diperankan aktris Faradila Sandi. Bayangkan, untuk sekolah dari SD hingga Perguruan Tinggi ( PT) selalu dihalang-halangan dan terusir dari rumah besarnya  oleh ibu dan bapak  bersama saudara tirinya .

Bahkan kata Ipung, dokumen kependudukan sengaja dihilangkan  termasuk akta kelahiran, KTP dan KK. Semua itu karena harta warisan orang tuanya berupa tanah, rumah  serta dua kapal perahu dikuasai  bapak dan ibu tirinya. Namun semua peristiwa yang dialami ternyata  ada hikmahnya. Akhirnya membawa Ipung kuat untuk  melangkah meski tertati-tati tanpa bantuan orang lain menjadi mandiri dan sukses. 

Begitu meraih gelar sarjana hukum ( S1) dari Univ. Marwadewa, Denpasar . Ipung  bangkit menampilkan jati dirinya sebagai akttivis ( 2007-2009) perjuangan membela hak anak yang menjadi korban kekerasan atau tindak pidana perkosaan di P2TP2A Denapar dan LPA Bali.  Nama Ipung mulai terkanal ketika dengan gigih dengan beraninya  mengangkat kasus hilang nyawa seoerang anak asuh  bernama Angeline. Akhirnya berhasil menyeret pelaku utama orang tua asuh Angeline  dengan hukuman penjara seumur hidup dan pembantunya  12 tahun .

Dari sinilah Ipung terus berkomitmen membela  perempuan dan anak-anak korban kekerasan. Dalam sebuah loka karya  yang digagas oleh Prof. DR Adnyana Manuaba perlunya Undang-Undang Perlindungan anak anak, sehingga lahir UU Perllindungan Anak tahun 2002 lalu,” imbuh   penyuka menggunakan sepeda sport diatas 250 CC tersebut.

Profesi  advokat kata Ipung sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Karena keinginan kuatnya  memperjuangkan hak hukum atas  atas warisan dan memperjuangkan hak hukum  perlindungan anak terlantar dan korban tindak pidana perkosaan dan kekerasan. Cita-citanya terinspirasi ketika menonton sebuah film di tv  menceritakan sebuah persidangan tentang  perempuan  yang diperankan oleh aktris Mutiara Sani yang mampu  memperjaungakan hak hukum anak.

Ia bertekad mengikuti jejak  ketokohan menjadi  seorang pembela  yang ia nilai berwibawa, berguna dan keren bagi orang lain. Selain itu, Ipung  sangat bangga dengan pakaian toga dan dasi  seorang pengacara yang merupakan bagian dari empat catur wangsa  penegakan hukum bersama polisi jaksa dan hakim.

Ipung  menyebutkan sepanjang kariernya  ada 700 berkas surat kuasa telah ditandatangani. Pertama ketika menjadi seorang para legal di LBH  dan resmi sebagai advokat PERADI  (2015) ada sekitar 500 kasus pidana maupun perdata ia tangani. Hampir 99 persen  kasus yang ditangani  adalah pidana UU Perlindungan Anak  semua gratis . Namun untuk kasus pidana umum dan perdata ia bekerja secara Profesional. .

“ Saya haramkan hukumnya menerima perkara klien yang mau menyelesaikan kasus dengan jalan pintas ( suap menyuap). Karena praktek kongkalingkong tuntutan maupun putusan adalah perbuatan terkutuk  sebagai pecundang  yang mencederai  profesi dan merusak citra  baik advokat,” tutup Ipung.

Sepanjang Kariermya, ada 700 berkas surat kuasa yang telah ditandatangani  sebagai advokat dari partama sebagai para legal sekitar 500 kasus pidana maupun perdata sudah ditanganinya. Hampir 99 persen kasus pidana UU Perlindunga anak progono ( gratis ). Namun untuk kasus pidana umum dan perdata ia berkerja secara Profesioanal, “Catat Bang, saya haram hukumnya menerima perkara dari klien yang mau dengan jalan pintas. Karena praktek kongkalikong  jual beli tuntutan dan putusan adalah perbuatan  terkutuk mencederai profesi dan merusak citra nama baik saya, “ tutup Ipung. ( Smn).

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *