Hanya Bertemu Mantan Gubernur Pastika Bayar 6 Miliar

KataBali.com – Denpasar. Sutrisno Lukito pengusaha asal Jakarta, mengaku menjadi korban tipu daya  terdakwa AA Ngurah Alit Wiraputra dengan nama besar mantan Gubernur Bali MadeMangku Pastika yang saat itu masih sebagai Gubernur Bali. Korban yang ingin berinvestasi yakni perijinan perluasan pelabuhan Benoa, diajak oleh terdakwa bertemu Mangku Pastika dirumah jabatan  harus membayar RP 6 miliar.

Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan penipuan perijinan dan perluasan pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan dengan terdakwa mantan Ketua Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra (52), di Pengadilan Negeri ( PN) Denpasar, Senin (15/6). Saksi korban Sutrisno Lukito,mengungkapkan dihadapan majelis hakim yang diketuai, Ida  Ayu Adnya Dewi, bahwa salah satunya, adanya uang Rp 6 miliar yang digelontorkan korban hanya untuk  bertemu Gubernur Bali saat itu, Made Mangku Pastika.

Sutrisno Lukito yang didampingi kuasa hukumnya Agus Sudjoko, mengaku awalnya memiliki rencana melakukan reklamasi seluas 400 hektar di Palabuhan Benoa. Berawal rencana itu, lewat I Made Jayalantara, yang merupakan rekan bisnis korban di Bali. Oleh Jayalantara, korban dikenalkan dengan Candra Wijaya dan terdakwa AA Ngurah Wiraputra. Dalam pertemuan itu, terdakwa kepada korban bahwa dirinya  adalah orang dekat Gubernur Bali, bahkan mengaku anak angkat mangku Pastika dan bisa  menyelesaikan semua perijinan yang dibutuhkan.

Akhirnya, korban yakin dan tergiur. Kemudian melakukan kerjasama dengan membuat PT.Bangun Segitiga Mas ( BSM). Dalam perusahan itu, korban menjabat sebagai Komisaris, sementara Candra Wijaya sebagai Direktur bersama I Made Jayalantara bersama terdakwa AA Ngurah Wiraputra. Mareka lalu membuat kesepakatan kerjasama  yang dibuat I Made Jayalantara dan ditandatanngani pada Februari 2012. Pada poin pertama kesepakatan disebutkan korban Sutrisno harus mengeluarkan uang tahap pertama Rp 6 miliar untuk bisa audensi dan bertemu Gubernur Bali. Karena yakin, korban langsung serahkan uang 6 milar tersebut.

Dalam persidangan, selain saksi korban Sutrisno, I Made Jayalantara dan Candra Wijaya memberikan kesaksian bahwa mareka bertiga  menjadi korban penipuan . Perdebatan panas akhirnya terjadi , dimana terakwa selalu  mengelak dan menolak semua kesaksian yang memberatkan dirinya. Kuasa hukum terdakwa , Wayan Santosa dan  M .Ali Sadkin, menanyakan penyerahan uang tahap pertama sebesar Rp 6 miliar tersebut. Menurut Wayan Santosa, penyerahan uang Ro 6 miliar sudah sesuai dengan poin  pertama kesepakatan, yakni setelah penandatanganan, Sutrisno harus mencairkan dana tahap pertama,kemudian audensi dengan Gubernur Bali hari itu juga.

Tetapi,pernyataan kuasa hukum terdakwa dibantah oleh korban Sutrisno. Pertemuan dengan Gubernur saat itu hyanya pertemuan biasa untuk meyakinkan dirinya bahwa terdakwa memang memiliki akses dengan orang nomor satu di Bali.” Saat itu, korban percaya terdakwa Alit dekat dengan  Gubernur, karena saya diterima di rumah Jabatan oleh Gubernur  dan anaknya  Putu Sandoz,” jelas Sutrisno. Setelah itu, korban dikenalkan dengan anak sulung Gubernur Pastika, Putu Sandoz  yang juga meyakinkan bahwa izin bisa keluar. Korban juga  mengaku bertemu dengan Ketua DPRD Bali, AA Ngurah Oka Ratmadi untuk meminta dukungan kelancaran mega proyek di Pelabuhan Benoa.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis hakim tentang uang Rp 6 miliar untuk pertemuan dengan Gubernur Pastika, terdakwa Alit, mengaku dibagikan kepada Putu Sandoz Rp 2,5 miliar, Candra Wijaya Rp 2 milar, Jayalantara Rp 1,1 milar. Sisanya, sebanyak 1,4 milar dibawah terdakwa. Sedangkan penyerahan termin kedua, kata terdakwa, Putu Sandoiz Rp 5 milar, Candra Wijaya Rp 2 miliar, Made Jayalantara Rp 1,2 milar. Sisanya, terdakwa Alit menerima Rp 2 miliar. Namun, faktanya setelah korban mengeluarkan dan segar total Rp 16,5 miliar, perijinan yang dijanjikan Cuma kebohongan belakang alias janji palsu . ( Sm).

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *