Menteri Yasonna: Regulasi Media Siber Diperlukan Guna Pastikan Pertanggungjawaban Produk Jurnalistik

KataBali.com – Jakarta – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna H. Laoly menyebut, regulasi tentang media siber (online) sangat dibutuhkan baik untuk masyarakat maupun untuk awak medianya. Namun, regulasi juga tidak boleh berlebihan, sehingga berpotensi mengekang kebebasan pers dan menyatakan pendapat.

“Memang kekosongan hukum di media online mau tidak mau harus segera diisi dengan baik. Saya setuju kalau ini harus segera dibicarakan dengan (Kementerian) Kominfo,” kata Yasonna, saat berdiskusi dengan pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Jakarta (29/11/2018).

Regulasi yang mengatur media siber di Indonesia, menurut Yasonna, merupakan sebuah hal yang sangat penting. Sebab, regulasi diperlukan untuk memastikan asas fairness, asas pertanggungjawaban produk jurnalistik dan bisnis, serta memberi kepastian hukum.

“Supaya jelas mana media online yang tata kelolanya baik dan mana yang tidak bertanggungjawab. Kalau tidak ada seperti saat ini, tidak fair, ada platform digital yang seolah bebas memproduksi dan menyebarkan berita tapi sebenarnya mereka bukan media. Tanpa aturan bisa jadi lahan oleh orang secara tidak bertanggungjawab. Lalu ada media abal-abal, ujaran kebencian, dan yang lebih mengkhawatirkan adalah untuk terorisme,” kata Yasonna.

Sebagai institusi yang mengurusi masalah hukum, Kemenkumham akan responsif membicarakan masalah ini dengan kementerian terkait seperti Kemenkominfo.

“Teman-teman AMSI silakan masukan usulan-usulannya. Kita sama-sama kerjakan. Supaya nggak over regulated, kan kami kadang tidak paham masalah apa saja,” janji Yasonna.

Acara diskusi dan ngobrol santai dengan pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dihadiri para pejabat eselon I dan II di Kementerian Hukum dan HAM, pengurus AMSI pusat dan DKI Jakarta, serta para jurnalis siber.

“Ini kita jadi curhat ke Pak Menteri, sebab para pemilik dan pelaku di bisnis media siber harus tunduk undang-undang pers, kode etik jurnalistik, verifikasi media, maupun sertifikasi jurnalis, tapi di seberang sana ada perusahaan teknologi yang juga menyiarkan konten berita dan tidak tersentuh itu semua. Jadi kita merasa tidak diperlakukan secara fair,” kata Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut.

Selain UU Pers, saat ini ada UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang bersentuhan dengan dunia media siber. Namun, AMSI berpendapat, UU ITE bukan produk hukum yang secara spesifik mengatur media siber. (rls)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *