Ulil Hadir di HUT Antropologi Udayana
KataBali.com – Dalam rangka HUT Antropologi Indonesia dan pengukuhan AAI ( Asosiasi Antropologi Indonesia) Bali mengadakan seminar nasional (senin, 28/8/2017) oleh Jurusan Departemen Antropologi FIB Udayana, berlokasi di auditorium FIB, dengan mengangkat tema utama” Memaknai Kebhinekaan dan Merajut Persaudaraan Memperkokoh Jatidiri Bangsa” pemaparan awal disampaikan oleh Ulil Absar Abdilla merupakan tokoh kontroversial yang lebih dikenal dengan sebutan Jaringan Islam Liberal (JIL).
Ulil lebih banyak menyoroti masalah kebhinekaan di Indonesia lebih banyak berkutat masalah penyeragaman dan keseragaman. Pemikiran Ulil mengatakan:”Munculnya kelompok radikal Islam dengan sistem kekhalifahan islam, memandang hukum kolonial merupakan warisan yang membuat keseragaman dalam pelaksanaan hukum Belanda KUHP dan KUHAP” penyeragaman dan penyatuan model unifikasi dan homogenisasi model warisan hukum Belanda dan Inggris.
Benturan kebudayaan antara peradaban Islam kaum radikalis memaknai bahwa adanya ketidakadilan dalam komponen masyarakat, salah satu alternatifnya adalah dengan mengganti sistem pemerintahan kekhalifahan ala model Islam. Dalam pemaparan akhir Ulil menambahkan bahwa :” tantangan radikalisme islam dan gerakan intoleran adalah tidak hanya terjadi di Indonesia, namun diberbagai belahan dunia lainnya, Eropa, Amerika, Afrika bahkan Arab juga mengalami gejala dan gangguan radikalisme ekstrem”
Pembicara kedua, dilanjutkan oleh Dr. Ida Bagus Gde Pujaastawa, memaknai :” agama dijadikan legitimasi kekerasan destruktif, paham ini memandang kelompok lain yang tidak sejalan dengan kelompok, nah model inilah muncul intoleransi intoleransi antar umat beragama” bahkan sampai level ekstrim Pujaastawa berani melakukan diskursus bahwa agama sebenarnya apakah berkah dan musibah bagi umat manusia”
Lanjut Pujaastawa, paham kesetaraan dan kesederajatan di Indonesia masih perlu direnungkan dan dilakukan dialog diolag kebudayaan yang lebih mendalam. Nilai kearifan lokal semacam ungkapan berbasis budaya luhur Bali mengatakan Tat Twam Asi ( aku adalah kamu, kamu adalah aku). Merupakan nilai luhur yang mencerminkan kesamaan dan kesetaraan dalam perpekstif umat manuasia, apapun golongan dan sukunya.
Pemapar ketiga dalam seminar adalah, Putu Putra Kusuma Yudha perwakilan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali lebih banyak menyoroti persebaran fenomena etnis Tionghoa pertama kali ditemukan dalam masyarakat di Pangkung Paruk, Seririt Buleleng.
Dalam pantauan awak katabali.com sesi diskusi tanya jawab, salah satu peserta seminar Budi Hasto selaku Alumni dengan lantang bertanya :”jangan jangan musuh kekbinekaan bukan lagi demokratisasi, bukan lagi penyeragaman hukum nasional, tapi kekuasaan,” tanyanya, dalam penuturan lanjutnya “inilah yang wajib dicermati lebih lanjut apakah pemimpin bangsa ini memiliki visi dan misi yang sama seperti harapan warga negaranya”pangkasnya.
Dalam jawaban akhir Ulil mengatakan:”paham fasis dan musuh kebhinekaan adalah penyeragaman”
Dalam konteks eskalasi internasional, munculnya ISIS merupakan perpanjangan tangan Amerika atas kekosongan politik dan kekuasaan di Irak pasca Saddam Husein digulingkan Amerika. Dimana status quo yang yang memungkinkan ketidakstabilan geopolitik Irak akan menguntungkan Amerika dalam kontrol negara negara Arab dan Timur Tengah pada umumnya. Nur