Lahan Nusa Dua Circle Pernah Bermasalah, Sewa Tak Sesuai, Sempat Jadi Temuan BPK-RI

KataBali.com – Polemik mega proyek Avani Hotel & Resort yang rencananya dibangun di atas tanah milik aset Pemerintah provinsi (Pemprov) Bali di Kawasan Kompleks Nusa Dua Circle, Jalan Bypass Ngurah Rai Jimbaran, Kuta Selatan, Badung perlahan mulai terkuak.

 
Mulai adanya kejelasan soal rencana pembangunan mega proyek yang sesuai desain akan dibangun sejumlah  fasilitas seperti hotel, kondotel, grand ballroom, akomodasi, dan akomodasi pariwisata lainnya ini, Selasa (7/2) melakukan penelusuran terkait riwayat hingga keluarnya izin Hak Guna Bangun (HGB) dari Biro Aset Pemprov Bali.

 

 

Informasi yang berhasil diperoleh bahwa pengajuan perizinan HGB mega proyek yang ditaksir menelan dana sekitar Rp 2 triliun, itu diajukan pada 2009 silam. Sebagai pemohon HGB adalah pihak PT Danau Winata Indah (DWI) yang tak lain adalah anak perusahaan dari Graha Cemerlang Grup.

 

 

Sejak permohonan perizinan, dengan melalui tahapan dan proses, izin HGB baru keluar sekitar tahun 2012 atau sekitar kurang lebih dua tahun sejak pengajuan. Yang menarik, meski proses permohonan HGB sampai keluarnya surat izin HGB dari Biro Aset Pemprov nyaris tak ada masalah, dan uang sewa sudah selesaikan alias dibayarkan penuh salama 30 tahun (2039) namun belakangan terkait lahan aset yang dikerjasamakan, diakui pernah bermasalah dan menjadi temuan atau catatan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Bali dan direkomendasi untuk dilakukan adendum atau renegosiasi kerjasama.

 
Atas informasi itu, koran ini kemudian mencoba untuk mengkonfirmasi kepada mantan Kepala Biro Aset Provinsi Bali Ketut Adiarsa. Saat dikonfirmasi via telepon, birokrat yang kini menjabat sebagai kepala Biro Administrasi dan Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Bali, ini menjelaskan bahwa terkait polemik pembangunan proyek Avani Hotel dan Resort yang disinyalir menggunakan lahan seluas 3,23 hektar dengan bangunan seluas 85,075 meter persegi, itu Adiarsa mengaku bahwa pihaknya tak ada tahu menahu dengan Avani Hotel.

 

 

“Kalau sesuai riwayat, kami tidak pernah berurusan dengan Avani (Avani Hotel & Resort). Setahu kami permohonan HGB ketika itu diajukan oleh PT Danau Winata Indah,”terangnya.
Menurutnya, sejak pengajuan atau permohonan, pihaknya tak menampik bila dalam perkembangannya sempat menjadi catatan dan temuan BPK-RI Perwakilan Bali untuk selanjutnya direkomendasi dilakukan renegosiasi.

 

 

“Memang ada catatan dari BPK ketika itu, dan catatan itu seingat saya sudah ditindaklanjuti dan dilakukan renegosiasi karena terkait pembelanjaan. Selanjutnya tinggal soal adendum atau renegosiasi perizinan, khususnya untuk perizinannya,”terang Adiarsa.

 

 

Lebih lanjut, Adiarsa juga menambahkan, bahwa dari hasil tindaklanjut, pihaknya juga menyatakan bahwa tim independent dari Jakarta juga sudah turun dan melakukan penilaian. Hasilnya? Kata Adiarsa, tim lelang independent dari pusat langsung melakukan appraisal atau penilaian dan hasilnya sudah bisa diterima dua belah pihak.

 

 

“Adendum atau renegosiasi dilakukan karena terjadi perubahan peruntukan. Itu sudah dilakukan saat APBD perubahan akhir 2016 lalu. Tim pusat juga sudah melakukan kajian, dan 2017 tinggal tindaklanjut,”tambahnya.

 

 

Sayangnya saat disinggung soal nilai sewa sebelum adanya catatan BPK-RI, Adiarsa mengaku lupa. “Persisnya saya lupa berapa, karena menyangkut angka. Kebetual juga bukan kewenangan saya lagi karena ada pak kepala badan (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) di OPD yang dulu saya tempati. Agar saya tidak salah dan melancangi kewenangan beliau (Kepala Badan PKAD Provinsi Bali IB Ngurah Arda),”akunya.

 

 

Akan tetapi dari adendum kerjasama, maka saat ini kata Adiarsa dengan sudah adanya kajian dari tim independent pusat, dari semula pemasukan dari sewa aset bersifat tetap, maka saat ini ada dua jenis pemasukan untuk aset yang kini dipakai oleh PT DWI. Pertama selain pemasukan sewa tetap, juga ada bagi hasil yang meliputi penghasilan atau keuntungan bruto dan netto alias bersih.

 

 

“Sebagai catatannya bagi hasil itu baru diberikan kepada pemprov oleh pengelola setelah beroperasi. Soal berapa prosentase bagi hasil yang tahu persis adalah tim, karena mereka yang membuat kajian dan hitungannya,”jelasnya.

 

 

Selain itu, masih terkait perubahan peruntukan aset yang dikerjasamakan, Adiarsa mengatakan bahwa perubahan peruntukan lahan yang merupakan aset Pemprov Bali boleh dilakukan. Sepajang, kata dia selain ada kesepakatan dari kedua belah pihak, juga tergantung dari pihak Tata Ruang di Kabupaten Badung.

 

 

Sementara itu, koran ini yang mencoba untuk mengkonfirmasi secara terpisah kepada Kepala Badan PKAD Provinsi Bali IB Ngurah Arda terkait besaran sewa aset di lahan yang terletak di kompleks Nusa Dua Circle gagal. Meski ponsel dalam keadaan aktif, namun Arga tak mengangkat.(JcJy)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *