Kasus Bunuh Diri Sekeluarga (PSIKOLOG), Minim Dukungan Bisa Picu Kerentanan Psikologis
KataBali.com – Kasus ulah pati atau bunuh diri dengan korban satu keluaga di Bondalem, Tejakula, Buleleng bukan saja membuat geger masyarakat. Akan tetapi, kasus bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri (Pasutri) I Kadek Artaya dan Ni Kadek Suci bersama dua anaknya Putu Saputra dan Kadek Tiwi Cahaya Putri, itu juga mengundang keprihatian sekaligus menambah panjang deretan kasus bunuh diri di Bali. Lalu apa pendapat psikolog dengan makin maraknya kasus bunuh diri di Bali?
————–
PSIKOLOG Lyly Puspa Palupi Sutaryo., MSi secara umum menilai, maraknya kasus bunuh diri di Bali dipicu adanya dua faktor. Disebutkan, selain faktor internal (diri sendiri) juga faktor eksternal (lingkungan). Menurut Lyly Puspa yang juga staf di Sub Bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar, ini menjelaskan, meski secara data pasti berapa jumlah korban kasus bunuh diri sepanjang tahun terakhir di 9 kabupaten/kota di Bali mengaku tak mengantongi angka secara pasti dan menyeluruh, akan tetapi ia meyakini kasus bunuh diri di Bali sangat tinggi.
“Dari sisi angka untuk se Bali kami tidak memiliki, akan tetapi yang menjadi catatan kami bahwa jumlahnya cukup banyak dengan beragam faktor yang melatarbelakanginya,”terang Lyly Puspa via telepon, Kamis (23/2).
Dijelaskan, untuk kasus bunuh diri, dari kacamata psikologi atau psikiater, faktor internal seperti depresi akut (rasa putus asa yang mendalam, sedih berlebihan, rasa bersalah yang berlebihan) dan minimnya daya tahan seseorang untuk mencari solusi akibat rendahnya pendidikan menjadi penentu kerentanan seseorang untuk melakukan tindakan tidak wajar bahkan sampai pada keputusan melakukan bunuh diri.”Faktor ketahanan atau cara seseorang untuk mengelola atau memanajemen diri atau psikologis ketika sedang mendapat masalah sangat berpengaruh,”tegas Lyly Puspa.
Pasalnya, lanjut Lyly Puspa, dalam mengelola masalah, setiap orang punya cara yang berbeda-beda.”Jadi tidak sama antara orang satu dengan yang lain. Bahkan bagaimana seseorang menyikapi masalah baik besar atau kecil sangat bergantung dari kemampuan masing-masing,”jelasnya.
Sedangkan faktor kedua adalah faktor eksternal. Faktor eksternal kata Lyly Puspa, adalah faktor yang bisa memicu atau memperkuat orang untuk melakukan bunuh diri. Dicontohkan, faktor eksternal bisa memicu atau makin menguatkan seseorang yang mengalami kerentanan psikologi dan memutuskan bunuh diri ini, apabila lingkungan tidak mendukung, individualis atau acuh tak acuh.”Termasuk juga faktor ekonomi, sosial dan lainnya,”tambahnya
Menurutnya jika dalam suatu lingkungan terdapat seseorang yang memiliki gejala gangguan, maka lingkungan kata Lyly Puspa bisa sebagai penawar atau obat. “Lingkungan semestinya harus segera tanggap apabila ada orang yang menunjukkan gejala-gelala depresi seperti dari awalnya periang menjadi sedih, penyabar jadi pemarah, mudah bergaul jadi pemurung atau tertutup dan sebagainya. Baru ketika tidak mampu, bisa dilakukan tindakan medis dengan membawa ke RS, klinik maupun psikologi dan psikiater”jelasnya.
Lalu bagaimana dengan kasus yang terjadi di Tejakula? Ditanya demikian, Lyly Puspa menyatakan bahwa dari sisi psikologi, motif atau latar belakang seseorang untuk melakukan bunuh diri tidak bisa digeneralisasi.
” Sifatnya sangat kasuistis, dan tidak bisa disimpulkan antara kasus bunuh diri satu dan yang lainnya,”tambahnya.
Dicontohkan, bahwa kasus bunuh diri harus dilihat dari kasus per kasus itu, semisal antara kasus Tejakula dengan kasus di bunuh diri sepasang kekasih di Bangli yang mencemplungkan diri ke danau Batur beberapa waktu lalu. Dikatakan, dengan sejumlah keterangan kerabat maupun pihak kepolisian atau sumber lainnya, maka para psikolog baru akan bisa menentukan ataupun mengetahui detail mengapa seseorang nekat melakukan bunuh diri. Seperti halnya kasus bunuh diri pasutri dan dua anaknya di Tejakula.
Dengan berdasar keterangan kerabat korban yang menyatakan bahwa sebelum mengakhiri hidup, korban sempat memiliki riwayat sakit-sakitan, maka dengan berdasar sumber informasi yang terbatas itu, pihaknya hanya menduga bahwa ada dugaan karena korban mengalami depresi dan putus asa akibat sakitnya. “Jadi kesimpulannya kembali pada dua faktor diatas.
Pertama adalah soal ketahanan atau imunitas diri seseorang, kedua adalah seberapa besar dukungan lingkungan (keluarga, tetangga, dan lainnya) terhadap orang tersebut. Mungkin saja bisa karena selain sudah mengalami depresi yang akut dan putus asa, dan kemudian tidak ada dukungan dari lingkungan baik materi maupun support psikologi, akhirnya muncul keputusan untuk mengakhiri hidup bersama,”jelasnya.
Sehingga dengan maraknya kasus bunuh diri, selaku psikolog, Lyly Puspa menghimbau agar seluruh pihak, baik keluarga, masyarakat ikut berperan.
“Peran masyarakat ini sebagai deteksi sekaligus proteksi dini agar tidak terjadi kasus yang berulang,”tegasnya.
Dijelaskan, dengan sistem sosial masyarakat Bali yang cukup baik, Lyly menilai bahwa upaya deteksi atau proteksi dini dengan melibatkan peran masyarakat atau lingkungan akan menjadi faktor penentu untuk menekan kasus-kasus demikian.
“Termasuk yang tak kalah penting itu adalah peran keluarga. Sudah saatnya orang tua membiasakan diri atau melatih anak dari sejak dini terhadap tantangan dan proses. Sehingga ketika tumbuh berkembang sampai menginjak remaja atau dewasa, maka akan tumbuh pribadi unggul dan tahan terhadap tantangan atau masalah. Memang harus diakui bahwa saat ini semuanya serba instan, namun di sinilah tantangan atau leran penting dari orang tua atau keluarga paling dekat,”imbuhnya.
Untuk itu, lanjut Lyly Puspa, persoalan kejiwaan dan psikologi tak bisa dipisahkan antara karakter/ kepribadian dengan lingkungan. “Keduanya saling berinteraksi dan berkaitan. Ada pribadi tangguh, tapi ketika dia tidak mendapat lingkungan yang mendukung juga akan menjadi rapuh. Pun dengan pribadi lemah, namun karena dia mendapat lingkungan yang baik dan mendukung, akan menjadi pribadi yang lebih tangguh. Artinya bahwa kondisi atau situasi lingkungan sangat menentukan,”pungkasnya. (jcjy)