Jalur Denpasar-Gilimanuk Makin Parah, Dinilai Tak Efektif, Dewan Usul Sistem Tilang Diganti
KataBali.com -Pemberlakukan sistem tilang bagi kendaraan over kapasitas (kelebihan muatan/tonase) ternyata bukan saja dinilai tidak efektif. Akan tetapi sistem tilang ini juga tak memberi efek jera bagi sopir truk. Akibatnya, bukan saja sopir tetap nekat dan melanggar, tapi akibat dampak itu kerusakan jalan khususnya jalur Denpasar-Gilimanuk makin parah.
Seperti ditegaskan Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba, saat dikonfirmasi, Minggu (5/2), ia mengusulkan agar sistem tilang yang selama ini diberlakukan diganti. Lha kok? Alasannya, kata politisi Partai Demokrat asal Jembrana ini, karena sistem tilang dinilai tak efektif dan tak memberi efej jera. “Jalan makin rusak parah.Kendati ada denda tilang bagi angkutan kelebihan tonase, namun potensi untuk tetap dilanggar tetap ada,” kata Tamba,
Selain itu, penilaian dengan belum adanya efek jera bagi sopir iti juga dilihat dengan masih banyaknya angkutan yang kelebihan tonase, membayar Rp 200 ribu selama 14 hari di pengadilan. Menurutnya, selama 14 hari tersebut, para pelanggara tonase tersebut tetap mengantongi surat tilang. Karena itu, jika mereka melewati jembatan timbang yang lain setelah ditilang di suatu jembatan timbang dalam kurun waktu 14 hari itu, mereka tidak kena ditilang lagi.
Untuk itu, agar lebih memberi efek jera, Tamba mengusulkan agar denda tilang dibayar di tempat. “Artinya, ketika mereka melewati suatu jembatan timbang dan kelebihan tonase, mereka harus membayar denda tilang di jembatan timbang tersebut. Sehingga tidak lagi membawa surat tilang, dan ketika akan melewati jembatan timbang lainnya, kembali mereka akan ditilang dengan membayar langsung Rp 200 ribu,”jelasnya sembari mencontohkan ketika melewati jembatan timbang di Banyuwangi ketahuan kelebihan tonase, langsung tilang bayar di tempat. Lantas jika terus melewati jembatan timbang Gilimanuk kembali ditilang dengan bayar langsung Rp 200 ribu. Juga kalau terus ke Lombok melewati jembatan timbang di Karangasem, kembali dia ditilang bayar langsung.
“Kalau yang sekarang kan sanksi tilang Rp 200 ribu, menunggu sidang 14 hari. Tapi angkutan barang bisa nakal, surat tilangnya dipakai setiap hari selama 14 hari untuk angkutan tonase lebih. Dia tidak perlu bayar lagi,” kata Tamba. Tamba menjelaskan, mulai Januari 2017, kewenangan jembatan timbang tidak lagi di pemerintah provinsi, melainkan menjadi kewenangan pemerintah pusat sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk mengecek kesiapan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan jembatan timbang dari Pemprov Bali ke pemerintah pusat, Tamba mengaku sudah melakukan sidak ke jembatan timbang bersama anggota Komisi III DPRD Balo di Gilimanuk. Kata Tamba, dengan ditariknya kewenangan ke pusat, maka pegawai yang bekerja di sana juga ditarik ke pusat dan anggarannya ditanggung pemerintah pusat.”Kecuali pegawai kontrak dikembalikan ke provinsi,”pungkasnya.(JcJy)