Mutu Pendidikan Bali Masih Rendah, ORI Masih Temukan Banyak Pungutan
KataBali.com -Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali menggelar acara seminar nasional bertajuk perang Ombudsman sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik di Indonesia di Inna Bali Hotel, Denpasar, Kamis (1/12). Menghadirkan dua pembicara yakni Anggota DPD RI Gede Pasek Suardika dan Mantan Komisioner KPU Provinsi Bali, Ketut Sukawati Lanang Perbawa, Dalam seminar tersebut berbagai persoalan pelayanan publik menjadi topik hangat didiskusikan. Salah satunya adalah pelayanan di bidang pendidikan.
Pasek Suardika, mutu pendidikan di Bali belum memenuhi syarat atau kualifikasi karena pelayanan di lembaga pendidikan masih rendah kualitasnya. “Di Bali ini memang banyak juara nasional saat UN. Tetapi sesungguhnya, juara itu bersifat semu, dan tidak berdampak pada implementasi. Salah satunya karena ada kebocoran soal ujian atau kunci jawaban,” ujarnya.
Kata dia, banyak guru di sekolah-sekolah gengsi kalau muridnya tidak lulus. Itulah sebabnya, sekarang kewenangan UN diserahkan ke daerah karena standar sekolah di tiap daerah tidak sama. “Belum lagi ada pungutan-pungutan ke siswa yang sangat tidak wajar. Dan pungutan itu dilakukan melalui Komite Sekolah,”tandasnya.
Selain itu, ada ketua Komite Sekolah yang anaknya tidak ada sekolah di sekolah tersebut. Alasanya peduli pendidikan. “Kalau kita tanya, alasannya uang sukarela. Tetapi sebenarnya lebih tepatnya pungutan wajib sukarelawan,” ujarnya.
Menurutnya, sebenarnya UU sudah mengamanatkan agar sekolah itu bebas biaya dalam bentuk apa pun. Ia mencontohkan di DKI, sudah terbukti tidak ada sama sekali pungutan dalam bentuk apa pun. “Anak saya sekolah di DKI. Seluruh SMA di DKI tidak ada pungutan dalam bentuk apa pun. Kalau di DKI bisa, kenapa di Bali tidak bisa. Penyerapam APBN dan juga APBD sama. Kenapa masih ada saja pungutan semacam itu. Artinya, pelayanan publik di bidang pendidikan di Bali jauh dari harapan,” ujarnya.
Sementara itu Ketua ORI Bali Umar Ibnu Alkhatab mengakui jika pantauan Ombudsman memang masih ada pungutan di lembaga pendidikan di Bali. “Kondisi ini terjadi hampir seluruh sekolah di Bali, kecuali Kabupaten Badung. Di Badung saat ini sudah tidak ada lagi pungutan di sekolah dengan alasan apa pun. Saya sangat apresiasi kebijakan Bupati Nyoman Giri Prasta yang konsisten tidak melakukan pungutan di lembaga pendidikan. Kalau ketahuan pasti dipecat,” ujarnya.
Sementara untuk sekolah lain di luar Badung, pungutan itu tetap ada. Alasanya adalah uang komite sekolah. “Jumlahnya memang tidak banyak. Rata-rata persiswa Rp 300 ribu perbulan. Bagi orang tua murid, uang segitu mungkin terasa ringan. Tetapi kalau 1000 siswa, selama setahun. Nilainya bisa miliaran. Lalu menariknya, tidak ada audit, tidak ada laporan,” ujarnya. Padahal UU juga sudah melarang untuk menghimpun dana publik di sekolah. Namun praktek itu tetap saja ada. (JCJy)