Kasus Pilkada Buleleng Bisa Dipakai Evaluasi, Bagi Pembuat UU untuk Persiapan Pilkada 2018
KataBali.com -Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Pusat Dr Valina Singka Subekti menegaskan, bahwa terungkapnya sejumlah persoalan atau aduan dari bakal pasangan calon (paslon) Bupati/Wakil Bupati Buleleng dari jalur perseorangan Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharma Wijaya (Surya) terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) pada persidangan kode etik DKPP dan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) di Gedung Pertemuan Kantor Sekretariat KPU Provinsi Bali bisa menjadi bahan masukan, kajian, sekaligus evaluasi bagi pembuat Undang-Undang (UU), baik itu partai politik maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, khususnya untuk persiapan hajatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) khususnya Pilkada Gianyar dan Klungkung serta Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2018.
Menurut Valina yang juga akademi di Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI) Jakarta ini, persoalan pokok dalam kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu pada Pilkada serentak tahap II di Buleleng terdapat di dalam ketentuan UU. “Ketentuan mengenai syarat dukungan calon perseorangan sebesar 7, 5 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) terlampau berat. Demikian juga mekanisme dan prosedur untuk verifikasi faktual pendukung juga dilakukan dengan cara yang sulit seperti harus mendatangi secara door to door secara menyeluruh,”terang Valina, di Denpasar Rabu lalu (30/11).
Lebih lanjut, anggota Panitia seleksi (Pansel) calon komisioner KPU RI periode 2012-2017 ini menambahkan, dengan berat dan sulitnya prosedur dan mekanisme yang ada dalam ketentuan UU, maka hal itu juga diakui akan menjadi kendala tersendiri bagi para pihak, baik bagi bakal paslon perseorangan yang hendak maju, maupun bagi penyelenggara .
Dijelaskan, dengan ketentuan UU saat ini, bukan saja bakal paslon kesulitan untuk mampu memenuhi syarat minimal, KPU selaku penyelenggara juga akan kesulitan ketika melakukan proses verifikasi administrasi maupun faktual. “Bayangkan saja, kalau di Buleleng angkanya mencapai puluhan ribu. Maka di Pilgub Bali angkanyar bisa mencapai ratusan ribu,”terangnya.
Selain itu, mantan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI periode 1994-2004 dari Fraksi Golongan ini menambahkan, meski proses pengumpulan KTP sudah dilakukan, kerjaan berat lainnya juga terjadi dari sisi penyelenggara mulai dari penyelenggara pusat sampai tingkat bawah (KPU-RI, Bawaslu RI, KPU dan Bawaslu Provinsi/kabupaten/kota, sampai tingkat PPS. “Sehingga kesimpulan sementara dari kasus Buleleng ini bisa dijadikan sebagai masukan, kajian bagi pembuat UU, baik itu partai, DPR-RI untuk mengevaluasi kembali mengenai ketentuan syarat dukungan bakal paslon perseorangan,”pungkas Valina.(JCJy)