Pansus Terus Pertanyakan Dana Pembinaan LPD
KataBali.com – Polemik dana pemberdayaan sebesar 5 persen dari keuntungan Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD) kembali memcuat. Bahkan meski dari pihak Badan Kerjasama (BKS) LPD sudah memberikan penjelasan, akan tetapi uraian BKS LPD belum membuat para wakil rakyat dan anggota Pansus puas.
Seperti yang terungkap dalam rapat dengan Pansus Revisi Perda No.4 Tahun 2012 tentang LPD DPRD Bali, Senin (14/11). Sejumlah anggota Pansus masih mempertanyakan tentang pengelolaan dana 5 persen daei keuntungan LPD. Seperti halnya anggota Pansus Revisi Perda LPD, I Gusti Budiarta.
Dalam rapat kemarin, pihaknya mempertanyakan tentang pembagian dana pemberdayaan. Pasalnya, dengan mengacu tahun 2015 saja, pembagian untuk LP LPD sebesar 55 persen mencapai Rp 10,785 miliar dan untuk BKS LPD (35 persen) Rp 6,863 miliar. Sedangkan dana perlindungan (7,5 persen) Rp 1,470 miliar, dan dana penjamin simpanan (2,5 persen) Rp 490 juta.“Untuk apa LP LPD dan BKS LPD mengelola dana yang begitu besar?,” tohok Gusti Budiartha.
Atas munculnya pertanyaan itu, Ketua Lembaga Pemberdayaan (LP) LPD Bali, I Nyoman Arnaya menjelaskan bahwa LP LPD sejak 2013 mulai mengelola secara penuh dana pemberdayaan 5 persen dari keuntungan LPD. “Kami baru mulai pada Perda ini (Perda No.4 Tahun 2012), baru diberi wewenang penuh untuk memungut dan membagikan sesuai porsi yang ada,” ujar Arnaya.
Ditambahkan, tahun 2013 LP LPD menerima total dana pemberdayaan Rp 9,807 miliar dari yang seharusnya Rp 16,591 miliar atau 59,11persen. Hal ini karena menurut Aenaya, seluruh LPD di Kabupaten Badung pada saat itu tidak ada yang menyetor keuntungan 5 persen. Tahun 2014, ada peningkatan dana pemberdayaan yang diterima yakni sebesar Rp 15,740 miliar (77,16 persen) dari target Rp 20,399 miliar. Saat itu, sudah mulai ada LPD di Badung yang mau menyetor dana pemberdayaan.
Kemudian di tahun 2015, LP LPD menerima dana pemberdayaan Rp 19,445 miliar dari target Rp 24,680 miliar atau 78,79 persen. Dengan kata lain lanjutnya, masih ada LPD di Badung yang belum mau menyetor dana itu meski sebagian sudah menyetor.
“Tahun 2012 saat terjadi perubahan perda, sedikit terjadi gonjang ganjing. Ada yang menyetor, ada yang tidak. Apalagi muncul saat itu berbagai macam statemen tentang LPD, perubahan nama, dan sebagainya,” tambahnyanya.
Dari total dana pemberdayaan yang diterima, lanjut Arnaya, sebesar 55 persen digunakan oleh LP LPD untuk gaji, tunjangan pegawai, dan operasional. Dalam hal ini, LP LPD tidak ada mengambil dana dari APBD. Saat ini tercatat ada 65 pegawai LP LPD dari idealnya 90 pegawai untuk melakukan pembinaan LPD, dengan porsi 50 berbanding 50 pegawai berpendidikan S-1 dan SMA. Kemudian 35 persen dana pemberdayaan digunakan untuk operasional Badan Kerjasama (BKS) LPD dan pelatihan LPD. Sebesar 7,5 persen sebagai dana perlindungan yang digunakan untuk melayani pinjaman modal dalam rangka penyehatan LPD.
“Jadi untuk LPD-LPD yang kurang sehat kemarin, kita porsikan dia untuk menyehatkan kembali dari dana perlindungan ini sesuai dengan kondisi mereka. Terutama LPD kecil yang memang benar-benar potensinya bergerak, kita akan tambah pinjaman modal dari dana perlindungan. Kita berikan dari Rp 20 juta sampai Rp 100 juta sesuai dengan kondisi mereka masing-masing,” jelasnya.
Masih kata Arnaya, terkait 2,5 persen sisanya digunakan sebagai dana penjamin simpanan nasabah (DPS) LPD untuk subsidi modal. Konsep ini baru dibuat dan sudah disosialisasikan ke Gubernur Bali, bagaimana melindungi LPD-LPD yang dalam kondisi kolaps. Namun DPS LPD saja tidak cukup, sehingga setiap LPD yang menjadi anggota DPS harus memberikan dana awal sebesar Rp 2 juta.”Selanjutnya itu, dia akan membayar kewajiban sesuai dengan besarnya dana pihak ketiga, sehingga nantinya kalau dia kolaps kita akan bisa bayarkan dana pihak ketiga itu. Tentu sesuai dengan porsinya, itu semua ada sistem yang kita bangun,”pungkasnya.(JCJy)