Kebijakan Menteri Susi tentang Niaga Lobster Dirasa Mem”PHK” Nelayan Bali
KataBali.com – Diterapkannya permen KP No 01/KP/2015 beserta surat edaran Menteri KP No. B.1209/SJ/PS.410/XII/2015 tanggal 29 Desember 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting, rajungan merugikan nelayan Bali dan dirasa kehilangan pekerjaan utama mereka yang berdampak pada kesejahteraan para nelayan tersebut demikian diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Nelayan Bali, Ketut Arsana Yasa Senin 14/11 di Gedung DPRD Provinsi Bali.
Untuk yang ketiga kalinya Paguyuban ini menyampikan aspirasi di gedung dewan renon dengan 30 anggotanya diterima oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketut Purnaya, Gede Kusuma Putra dan Gusti Putu Budiarta.
Adi Wiryatama mengatakan bahwa sebagai salah satu stakeholder masyarakat, perwakilan masyarakat yaitu dewan berencana menemui Gubernur dan Kapolda guna mencari jalan keluar atas keluhan para nelayan yang merasa menjadi korban Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP yang melarang aktivitas penangkapan lobster di bawah 300 gram.
Kepada Adi, Ketua Paguyuban Nelayan Bali Ketut Arsana Yasa menyampaikan sikap mereka, keberatan dengan Peraturan Menteri KKP Nomor 1 Tahun 2015, yang intinya melarang penangkapan ikan lobster untuk tujuan ekspor di bawah berat 200 gram, yang kemudian diperbaharui menjadi 300 gram.
Peraturan itu, dinilai merugikan nelayan tradisional, karena praktis mereka tidak bisa melaut lantaran dilarang menangkap lobster kecuali yang berukuran 300 gram ke atas.
“Kami minta dewan agar memperjuangkan nasib nelayan yang kini sangat memprihatinkan, jangankan lobster ukuran 300 gram di bawah 100 gram saja, sekarang sulit didapat,” kata Arsana Yasa.
Para nelayan di Badung, Tabanan dan Jembrana kehidupannya memprihatinkan, lantaran pemberlakuan aturan baru itu jelas membuat mereka tidak bisa melaut.
Pasalnya, selama ini, mereka menggantungkan dari hasil penangkapan lobster, untuk memenui kebutuhan sektor pariwisata yang hasilnya cukup menopang kehidupan nelayan.
“Bagaimana berani melaut, untuk dapat lobster ukuran 100 gram saja sulit, apalagi sekarang di atas 300 gram saja yang boleh ditangkap, tentu sangat memberatkan nelayan,” sambungnya.
Pihaknya memohon agar, khusus di Bali bisa diberikan kebijakan, diperbolehkan menangkap ikan ukuran 100 gram. Mereka siap mentaati untuk tidak menjual lobster ke luar negeri kecuali hanya untuk melayani kebutuhan lokal di Bali.
Hal sama disampaikan Dewa Gede nelayan asal Tabanan, menurutnya, saat ini nelayan juga dicekam ketakutan, lantaran aparat kepolisian sudah mulai turun, melakukan pengawasan atas aturan KKP itu dan siap melakukan penindakan.
“Pak Kapolda tolong jangan tangkap nelayan kami, mohon dibantu bagaimana menciptakan ekonomi yang kondusif agar kami boleh menjual lobster kembali,” sambungnya dihadapan anggota Komisi II, III dan IV itu.
Pendapatan nelayan di pesisir selatan kini menurun drastis, sejak pemberlakuan aturan Menteri Susi 2015 lalu.
“Kehidupan nelayan sekarang mati, karena hidup mereka hanya menggantungkan dari mencari ikan (lobster) di laut,” sambungnya.
Para nelayan takut melaut karena khawatir jika mereka menangkap lobster berurusan dengan hukum.
Sejatinya, paguyuban nelayan Bali telah berjuang melakukan lobi dan menyampaikan aspirasi tersebut dari daerah sampai ke pusat namun tidak membuahkan hasil.
Menanggapi itu, Ketua Dewan Adi Wiryatama berjanji akan memperjuangkan aspirasi nelayan sampai benar-benar membuahkan hasil.
“Saya prihatin dengan nasib nelayan, saya paham betapa kehidupan mereka berat mencari ikan di laut,” kata Adi.
Hanya saja, dengan posisinya saat ini, pihaknya baru bisa sebatas menaruh simpati dan prihatin, dengan apa yang dialami nelayan.
Menurut Adi, mestinya, pemerintah pusat memahami kondisi nelayan seperti di Bali. Mereka hanya menangkap ikan untuk bisa bertahan hidup saja.
Memang pemberlakuan aturan itu, untuk menciptakan keberlanjutan dan kelastarian lingkungan laut. Namun harus diingat pula, tidak hanya laut lestari yang penting, nasib nelayan juga mesti diperhatikan.
“Laut leastari, semua lestari, tetapi nelayannya semakin miskin, ini bisa membawa dampak sosial yang tinggi,” ucap Adi.
Karenanya, setelah untuk kesekian kalinya mendengar curhatan nelayan, Adi menegaskan semangat dewan kembali menguat untuk mengawal aspirasi mereka.
Melihat potensi, kondisi dan karekteristik pesisir Bali selatan yang berbeda dengan daerah lainnya di Tanah Air, untuk lobster hanya hidup dan bisa ditangkap kedalaman 20-30 meter. Itupun dengan ukuran 100 gram, tentunya jika hanya diperbolehkan menangkap ukuran 300 gram ke atas, akan sangat memberatkan.
Bahkan, Adi menilai Peraturan Menteri Susi itu, tidak adil jika diberlakukan secara kaku tidak fleksibel lantaran kondisi berbeda daerah pesisir satu dengan lainnya.
“Kami akan bicarakan ini, dengan Gubernur dan Kapolda, bagaimana mencari kebijakan yang terbaik, agar aturan tetap jalan namun nelayan kita juga bisa hidup,” tandasnya.
Yang diperlukan saat ini, untuk menyelamatkan nelayan Bali adalah kebijakan daerah.
“Saya janji akan koordinasikan, bertemu Kapolda terkait masalah ini, bukan melawan hukum, yang dibutuhkan kebijakan yang tidak merusak lingkungan namun rakyat nelayan bisa tetap beraktivitas untuk sekedar hidup,” demikian Adi
Dewan juga meminta Dinas Kelauatan dan Perikanan Bali agar membuat surat susulan ke pemerintah pusat dengan melampiiri hasil rekomendasi Dewan nantinya setelah menggelar pertemuan dengan gubernur dan Kapolda Bali. (Ar-Rh)