Ini Alasan ‘SMS’ Keberatan Pencabutan Alat Peraga di Lahan Pribadi

KataBali.com – Tim Pemenangan pasangan Wayan sudirta dan Made Sumiati menyampaikan keberatannya atas pencabutan alat peraga kampanye seperti baliho dan spanduk di lahan pribadi.

Dalam diskusi akhir pekan yang digelar di kantor Panwaslih Karangasem,  membahas mendalam tentang APK (alat peraga kampanye) antara Tim Pemenangan dan Relawan “SMS” (Sudirta-Sumiati) dengan pihak Bawaslu Bali, Panwaslih Karangasem, KPU Karangasem serta Satpol PP Karangasem.

Tim dan Relawan SMS menyambangi Panwaslih setelah sebelumnya datang ke Kantor Satpol PP Karangasem. Karena kantor Satpol PP tutup, mereka berinisiatif datang ke Kantor Panwaslih.

Dialog pertama dibuka Putu Wirata Dwikora, Made Dewantara Endrawan, SH, dan hadir juga Korlap Pemasangan Alat Sosialisasi (KPAS) Made Dastra.

Di awal dialog, Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Ketut Rudia menjelaskanmereka merencanakan melakukan penertiban APK-APK yang melanggar di Kecamatan Kubu, sembari menunggu kehadiran Satpol PP sampai sekitar pk. 10.00 wita belum juga hadir.

Diskusi dimulai untuk membedah bagaimana Bawaslu, Panwaslih dan KPU Karangasem mendefinisikan APK. Kedua pihak sama-sama sekapat,

APK diatur dalam pasal 1 angka 20 PKPU No. 7/2015. Disana tercantum, bahwa unsur-unsur APK mengandung diantaranya, visi, misi, program, simbol, tanda gambar, sebagai kampanye, dengan ajakan memilih, dipasang mulai ketika pasangan kampaye ditetapkan KPU, didanai dengan APBD.

Made Dewantara Endrawan keberatan ketika Bawaslu dan Panwaslih menunjuk ‘’alat-alat sosialisasi’’ SMS yang dipasang di lahan-lahan pribadi sebagai ’APK yang melanggar.

Juga sekaligus mempertanyakan dasar untuk menyebut sejumlah ‘’alat sosialisasi SMS’’ yang berupa baliho dan spanduk yang dipasang di lahan pribadi sebagai pelanggaran.

Panwaslih lalu menunjukkan hasil kajian seseorang yang menyebutkan, bahwa baliho ataupun spaduk SMS ‘’dikategorikan melanggar’’, karena mengandung sedikitnya 3 unsur dari APK seperti diatur dalam pasal 1 angka 20 PKPU No. 7/2015.

Tiga unsur itu sudah cukup, karena desain ‘’alat sosialisasi SMS’’ disebutnya ‘’mirip’’ dengan APK yang dibuat KPU. Karena mirip dan mengandung 3 unsur APK itu, alat sosialisasi SMS dan yang lain langsung dikategorikan melanggar.

Menanggapi hal itu, Endrawan menegaskan, tidak boleh membaca pasal dalam peratura secara sepenggal-sepenggal, agar tidak sampai dicuriagai sebagai penafsiran yang dipaksakan karena ada ‘’pesanan’’ pihak tertentu.

‘’Kami hargai posisi dan tugas Bawaslu, Panwaslih dan KPU Karangasem. Tapi membaca UU dan peraturan tidak boleh sepotong-sepotong,” ucapnya.

Sebagai bandingan, ketika Polisi atau Jaksa menetapkan seseorang sebagai Tersangka, sesuai Hukum Acara, harus memenuhi minimal dua alat bukti permulaan yang cukup.

“Kalau alat buktinya hanya satu, Polisi atau Jaksa tidak akan menetapkan orang menjadi Tersangka,’’ katanya.
Analog dengan perbandingan itu, tidak boleh mengkategorikan baliho atau spanduk sebagai ‘’APK yang melanggar’’ kalau unsurnya hanya tiga.

“Tidak boleh menafsirkan begitu, kalau ragu, mesti berani bertanya kepada lembaga yang berwenang, misalnya Mahkamah Konstitusi di Jakarta,” imbuhnya. (tim)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *