Bantuan Desa Pakraman Terancam, Dewan Bali Temui Mendagri

Katabali.com – Sejumlah anggota DPRD Bali menemui Mendagri guna memastikan Bantuan keuangan khusus (BKK) dan hibah untuk desa adat (desa Pakraman) dan Subak  yang sudah dianggarkan oleh pemerintah provinsi (pemprov) Bali untuk tahun 2015 yang terancam tak bisa dicairkan.

Setiap desa pakraman di Bali direncanakan mendapatkan dana BKK sebesar Rp200 juta, sedangkan setiap subak  mendapatkan Rp50 juta. Terdapat 1.488 desa pakraman dan 2.530 subak yang terancam tak mendapatkan bantuan tersebut.

Bantuan terancam tak bisa dicairkan karena ‘dijegal’ UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Salah satu pasal dalam UU itu mengatur dana hibah hanya bisa diberikan pada pemerintah, pemerintah daerah, dan badan atau lembaga yang berbadan hukum Indonesia.

Padahal Desa Pakraman maupun Subak di Bali tidak berbadan hukum sebagaimana diatur dalam UU itu.

Persoalannya menjadi rumit setelah munculnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang memuat penjelasan rinci soal syarat pencairan dana hibah tersebut.

Rapat pimpinan DPRD Bali, Senin (31/5), memutuskan mengutus tiga anggota DPRD Bali untuk menemui Mendagri di Jakarta.

Mereka adalah Kadek Diana (F-PDIP/anggota komisi III), I Gede Kusuma Putra (F-PDIP/ketua komisi IV) dan I Wayan Gunawan (ketua fraksi Golkar/anggota komisi I).

“Kami bertiga ditugaskan pimpinan untuk menemui Mendagri di Jakarta besok (hari ini) untuk konsultasikan UU No 23/2014 tentang pemerintah daerah dan Surat Edaran Mendagri tentang persyaratan berbadan hukum, khususnya Desa Pakraman dan Subak, untuk bisa mendapat bantuan hibah,” ujar Kadek Diana.

Dijelaskan dia, ada kebingungan menerjemahkan maksud UU No 23/2004 dan SE Mendagri. Terkait status badan hukum untuk desa pakraman dan subak, apakah harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM jika mengacu pada UU itu, ataukah cukup terdaftar di gubernur atau bupati wali kota sebagaimana diatur dalam SE Mendagri.

Ia menambahkan, setelah terdaftar pun ada ketentuan yang lain yang mengatur setelah tiga tahun terdaftar baru bisa mendapatkan bantuan itu.

Hanya saja, lanjut politisi asal Gianyar ini, kendati desa Pakraman maupun Subak belum berbadan hukum sebagaimana diatur dalam UU No 23/2004 dan SE Mendagri, namun keberadaan desa Pakraman dan Subak di Bali sudah ada Peraturan Daerah (Perda) provinsi Bali.

Jadi desa pakraman dan Subak itu sudah ada Perdanya. Nah, ini salah satu hal yang dikonsultasikan ke Mendagri, apakah status badan hukumnya cukup dengan Perda atau tidak.

“Hasil konsultasi dengan Mendagri akan menjadi jalan keluar terakhir untuk mengatasi masalah ini. Satu sisi desa Pakraman dan Subak sangat membutuhkan dana tersebut.

“Di sisi lain pemerintah provinsi Bali tak bisa gegabah mencairkannya dengan melabrak aturan. Itu bisa menjadi temuan (BPK) di kemudian hari,” pungkasnya. (tim)

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *