Momentum 15 Juni, Ruang Partisipasi Lansia Harus Terbuka dan Aktif, Bukan Disisihkan
KataBali.com – Denpasar — Memperingati 15 Juni sebagai Hari Kesadaran Dunia terhadap Penyalahgunaan dan Penelantaran Lansia (World Elder Abuse Awareness Day/WEAAD), sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi sosial menegaskan pentingnya membuka ruang partisipasi yang aktif dan bermartabat bagi kelompok lanjut usia (lansia) di Indonesia.
Muhammad Ali Fauzi, aktivis sosial dan Koordinator LAPTSI (Lintas Antar Perguruan Tinggi se-Indonesia) untuk Jawa Timur dan Bali, menyatakan bahwa banyak lansia di Indonesia masih menghadapi perlakuan diskriminatif dan dipinggirkan dari peran sosial yang bermakna.
“Kita tidak boleh menjadikan usia sebagai alasan untuk meminggirkan seseorang dari komunitas atau pengambilan keputusan. Lansia tetap punya hak untuk didengar, berkontribusi, dan dihargai atas pengalaman hidup mereka. Ruang partisipasi mereka harus terus dibuka,” tegas Ali, Sabtu (15/6).
Menurut data BPS, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai lebih dari 10% dari total populasi, dan akan terus meningkat seiring transisi demografis. Namun, masih minim kebijakan yang melibatkan lansia secara aktif dalam program komunitas, budaya, pendidikan, hingga pengelolaan lingkungan.
“Banyak yang hanya melihat lansia sebagai beban atau penerima bantuan, padahal mereka bisa menjadi penjaga nilai, mentor generasi muda, bahkan pelaku ekonomi lokal,” tambahnya.
Peringatan 15 Juni ini menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap lansia tidak selalu bersifat fisik, melainkan juga dalam bentuk penelantaran, pelecehan verbal, hingga pengabaian hak partisipasi. Untuk itu, menurut Ali, diperlukan pendekatan lintas sektor yang melibatkan keluarga, komunitas adat, ormas, hingga kampus-kampus dalam menciptakan lingkungan yang ramah usia.
LAPTSI, sebagai jejaring lintas perguruan tinggi yang aktif dalam isu sosial dan digital, tengah menggagas program “Lansia Bermartabat” yang mengintegrasikan budaya lokal, kesehatan mental, dan keterlibatan lansia dalam ruang edukatif dan kewirausahaan berbasis komunitas.
“Kita tidak hanya memperingati, tapi bertindak. Lansia adalah bagian dari masyarakat yang utuh, bukan sisa masa lalu. Masa tua harus bermakna, aktif, dan dihargai,” tutupnya.
Perlu diketahui bahwa hari Kesadaran Dunia terhadap Penyalahgunaan dan Penelantaran Lansia ditetapkan oleh PBB pada 2011, sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi yang dialami lansia di seluruh dunia. Indonesia, dengan nilai kekeluargaan yang kuat, diharapkan dapat menjadi contoh dalam membangun kebijakan dan ruang hidup yang adil bagi kelompok usia lanjut. *