Badung Bangkitkan Jiwa Kepemimpinan Lewat Drama Gong “Kadga Maya” di PKB XLVII
KataBali.com – Denpasar — Kabupaten Badung kembali menunjukkan komitmen kuatnya dalam pelestarian seni tradisional Bali melalui partisipasi memukau dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025. Mengusung lakon “Kadga Maya”, Sekeha Drama Gong Sentananing Samudra dari Sanggar Seni Harsa Wirasana, Desa Adat Kuta, tampil gemilang dan penuh makna di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Art Center Denpasar.
Pementasan drama gong ini bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntunan yang sarat dengan nilai-nilai identitas, kepemimpinan, politik kerajaan, dan cinta tanah air. Dibuka dengan kisah seorang pemburu bernama Made Ripta yang tanpa sadar menyeret dirinya dalam kisah besar pewaris takhta, pertunjukan ini membawa penonton pada alur emosional yang kuat dan reflektif.
Lakon “Kadga Maya”, karya dan arahan Drs. I Gusti Lanang Subamia, M.MPd., membawa pesan mendalam tentang kejujuran, keberanian, dan kekuatan spiritual dalam menentukan arah sejarah. Dengan dukungan musik tradisional garapan I Nyoman Tri Sugiantara dan I Gede Suparka, serta tata artistik dari Windekoleh Fashion dan Kicuk Collection, pertunjukan ini tampil estetik, menggugah, dan autentik.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gede Eka Sudarwitha, serta anggota DPRD Badung, Wayan Puspa Negara, turut hadir memberikan dukungan langsung. “Ini adalah bentuk nyata keseriusan Badung dalam menjaga dan mengembangkan seni pertunjukan warisan leluhur,” ujar Sudarwitha.
Koordinator Drama Gong, I Wayan Eka Adnyana, menyebutkan bahwa proses kreatif ini melibatkan 16 penari, 26 penabuh, dan berlangsung intensif selama 3,5 bulan. “Kami ingin memberi persembahan terbaik untuk Bali dan membuktikan bahwa generasi muda Badung masih sangat mencintai seni tradisi,” tuturnya.
Dengan hadirnya Kadga Maya, Kabupaten Badung tidak hanya mempersembahkan drama, tetapi juga mempertegas posisi sebagai episentrum seni pertunjukan tradisional Bali di tengah tantangan zaman. Drama gong pun terbukti masih bernyawa dan menjadi ruang kontemplatif dalam merawat jati diri budaya di era globalisasi. hbd