PTPS Wajib Siapkan Strategi untuk Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada Serentak
KataBali.com – Bangli, Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) diminta untuk membangun strategi dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Dorongan bukan saja untuk membangun keterlibatan masyarakat untuk berpatisipasi dalam melakukan pengawasan partisipatif, tetapi juga terlibat dalam membangun kesadaran masyarakat agar menggunakan hak pilih sesuai hati nurani.
Akademisi Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M,Si mengungkapkan bahwa melalui pendekatan yang berbasis pada komunikasi yang baik, edukasi pemilih, transparansi, dan kolaborasi dengan berbagai pihak, PTPS dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pilkada.
“Setiap suara adalah bagian dari proses demokrasi. Dengan meningkatkan partisipasi, kita turut serta membangun masa depan yang lebih baik untuk daerah kita.” kata Muliarta yang juga merupakan Koordinator Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Bali-Nusra saat menjadi narasumber dalam acara Pelantikan dan Pembekalan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) se-Kecamatan Tembuku pada Minggu (3/11/2024) Sore.
Menurutnya, PTPS memiliki peran yang sangat krusial dalam setiap pemilihan umum. Mereka bertugas untuk mengawasi proses pemungutan suara, memastikan bahwa semua berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain itu, PTPS juga berfungsi sebagai jembatan antara penyelenggara pemilu dan masyarakat. Dalam konteks pilkada serentak, di mana banyak calon kepala daerah yang bersaing, peran PTPS menjadi semakin penting untuk menjaga integritas dan transparansi pemilu.
Muliarta menjelaskan bahwa PTPS tidak hanya terlibat dalam aspek teknis pemungutan suara, tetapi juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan masyarakat. “Salah satu strategi utama yang harus diadopsi oleh PTPS adalah membangun komunikasi yang efektif dengan warga. Ini termasuk mendengarkan keluhan dan aspirasi mereka terkait proses pemilu,” ujarnya.
Salah satu tantangan terbesar dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya suara mereka. Banyak warga yang merasa bahwa suara mereka tidak akan mempengaruhi hasil pemilu, sehingga mereka memilih untuk tidak berpartisipasi. Untuk mengatasi hal ini, Muliarta menekankan pentingnya edukasi pemilih yang dilakukan oleh PTPS.
“PTPS harus aktif melakukan sosialisasi tentang pentingnya memilih. Ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti penyuluhan, diskusi publik, atau bahkan melalui media sosial,” lanjutnya. Dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang proses pemilu, PTPS dapat membantu masyarakat memahami bahwa setiap suara sangat berarti.
Kepercayaan publik terhadap proses pemilu adalah kunci untuk mendorong partisipasi. Muliarta menekankan bahwa PTPS harus berkomitmen untuk menjaga transparansi dalam setiap langkah yang mereka ambil. “Ketika masyarakat melihat bahwa PTPS bertindak jujur dan terbuka, mereka akan lebih percaya untuk berpartisipasi dalam pemilu,” ujarnya.
Salah satu cara untuk membangun transparansi adalah dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan. Muliarta mengusulkan agar PTPS mengajak warga untuk berpartisipasi dalam proses pengawasan pemungutan suara. “Dengan melibatkan masyarakat, kita tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga memberikan mereka rasa memiliki terhadap proses demokrasi,” tambahnya.
Meskipun berbagai strategi dapat diterapkan, PTPS juga harus siap menghadapi berbagai tantangan dan kendala. Salah satu masalah yang sering muncul adalah apatisme warga. Muliarta berpendapat bahwa untuk mengatasi apatisme ini, PTPS perlu memahami akar masalahnya. “Kita harus menggali lebih dalam mengapa warga merasa tidak tertarik untuk memilih. Apakah karena ketidakpercayaan terhadap calon, atau mungkin karena mereka merasa tidak memiliki alternatif yang baik?” ungkapnya.
Dengan memahami alasan di balik apatisme, PTPS dapat merancang strategi yang lebih tepat sasaran untuk mendorong partisipasi. Misalnya, jika ketidakpercayaan terhadap calon menjadi masalah, PTPS dapat mengadakan forum diskusi di mana calon kepala daerah dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat, menjelaskan visi dan misi mereka, serta menjawab pertanyaan dari warga.
Di era modern ini, teknologi dapat menjadi alat yang sangat membantu dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Muliarta menyarankan agar PTPS memanfaatkan aplikasi dan platform digital untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi terkait pemilu. “Misalnya, kita bisa membuat aplikasi yang memberikan informasi tentang lokasi TPS, jadwal pemungutan suara, dan bahkan fitur untuk mengingatkan warga agar tidak
lupa untuk memilih,” katanya.
Dengan memanfaatkan teknologi, PTPS dapat menjangkau lebih banyak orang dan memastikan bahwa informasi penting dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan. mul