Gugatan Prematur Eks Anggota DPRD MD, Salah Objek, Hakim Tidak Bisa Masuk Lokasi Saat Sidang PS

KataBali.com – Denpasar – Ada yang menarik dari sidang Pemeriksaan Setempat (PS) bersama hakim majelis dan panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar atas 6 bidang tanah yang digugat oleh penggugat mantan anggota DPRD, Made Dharma terhadap I Made Tarip Widarta pada Jumat (7/7/2023). Majelis hakim yang menyidangkan dan memeriksa perkara tidak bisa memasuki area tanah hotel Kayumanis karena antara isi gugatan Made Dharma beda objek Nomor SHM dengan objek yang diperiksa pada saat sidang PS. 

       Team kuasa hukum tergugat dari H2B Law Office, Harmaini Idris Hasibuan, SH  bersama Kombes Pol (Purn) Ketut Arta, SH dan AKBP (Purn) I Ketut Arianta, SH menjelaskan, objek ketiga yang diperiksa saat sidang PS perihal sertifikat hak milik Nomor 8294 Kel.Jimbaran dari Pipil Nomor 1331 luas 11.850 m2,atas nama I Made Tarip Widarta yang diserahkan  oleh I Wayan Sadra kepada I Made Tarip Widarta Tgl 4 Mei 1984.Namun sebelumnya berasal dari Pipil Nomor 1228, Persil Nomor 78 Kelas II luas 11.850 m2 atas nama I Wayan Sadra.

        Sebenarnya lahan bukan tanah dari I Riyeg, tapi I Wayan Sadra membeli sendiri kepada I Gusti Made Sukarsa seharga Rp 23 juta pada 27 Oktober 1979, “Ini merupakan objek dari Pasal 4 surat pernyataan I Made Dharma dkk yang mengaku sebagai milik I Made Tarip Widarta dkk sebagai ahli waris yang sah dari I Riyeg dan I Wayan Sadra, dan Made Dharma sendiri sesuai Surat Pernyataan dan Perjanjian Pengosongan bulan Juli 2001 Made Dharma, Made Patra dan Ketut Senta sudah mengakui hanya sebagai penggarap atas tanah-tanah yang sekarang menjadi objek sengketa” ungkap Harmaini Hasibuan.

      Salah satu team hukum H2B Law Office, Kombes Pol (P) Ketut Arta, S.H mengatakan, selain itu sertifikat hak milik Nomor 8293 Kelurahan Jimbaran luas 31.800 m2 berasal dari Pipil Nomor 1330 atas nama I Wayan Terek tanggal 4 Mei 1984 setelah diserahkan langsung oleh I Wayan Sadra (anak I Wayan Riyeg) kepada I Wayan Terek sesuai bukti P-6 dan P-7. Sebelumnya berasal dari Pipil Nomor 500, Persil Nomor 78 Kelas II luas 31.800 m2 atas nama I Riyeg (alm.).

    “ Gugatannya salah objek, memakai Nomor SHM 8291 atas nama Alex Armeintsah luas tanah 200 m2. Sehingga  saat sidang PS  (7/7/2023), Majelis hakim tidak bisa memasuki area tanah karena beda objek. Semua objek gugatan salah letak,  salah pipil dan salah luasnya. Terutama Made Dharma tidak tahu nomor Sertifikat harusnya Nomor 8293 luasnya 31.800 m2. Tapi yang digugat Nomor 8291  luas 200 m2 atas nama Alex Armeintsah. Sehingga security Hotel Kayu Manis dan Hotel Belmond melarang Hakim PN Denpasar masuk. Artinya, hakim tidak berani masuk karena takut merasa ikut salah gara-gara gugatan Made Darma penuh kesalahan dan kebohongan,” terangnya.

    Kuasa hukum Hotel Kayumanis, Ariyanto Hermawan, S.H., M.H.,  dikonfirmasi  membenarkan  objek yang digugat Made Dharma letaknya bukan di hotel Kayumanis. “Salah satu obyek gugatan dalam perkara yang diajukan Pak Made Dharma adalah SHM 8291  dalam PS, Hakim Majelis  meminta konfirmasi kepada Turut Tergugat III  BPN Badung  menjelaskan  letak SHM 8291 bukan di lokasi hotel Kayumanis  dan menyatakan sependapat dengan kuasa hukum H2B Law Office yang telah menyatakan bahwa nomor SHM 8291 objek gugatan dari Penggugat Made Dharma salah objek karena letaknya  bukan di atasnya berdiri hotel Kayumanis,” jawabnya.

       Humas Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Wayan Suarta yang ditemui  membenarkan  pada PS, Majelis Hakim tidak diperbolehkan masuk area Hotel Kayumanis oleh petugas security hotel karena memang nomor SHM dalam objek gugatan setelah dikonfirmasi dengan pihak BPN Turut Tergugat III  membenarkan  lokasi objek gugatan  salah, bukan di lokasi  ditunjuk oleh Penggugat. “Itu menjadi pertimbangan majelis hakim pada keputusan nanti,” jelasnya.

     Harmaini Hasibuan,SH, pimpinan Tim Hukum H2B Law Office surat gugatan Penggugat prematur,dalil-dalil gugatan yang diajukan tidak dapat diperiksa dan dibuktikan secara Perdata (eksepsi kompetensi absolut), dimana dalil-dalil  Penggugat terkait  pemalsuan silsilah keluarga, tindakan intimidatif, dan adu domba merupakan tuduhan dengan unsur pidana sama sekali tidak terbukti, dan tidak dapat dibuktikan di persidangan Perdata.Terlebih lagi, tuduhan para penggugat tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat berupa putusan pidana tentang adanya pemalsuan silsilah keluarga, tindakan intimidasi dan fitnah (Pasal 263, 277 dan 310 KUHPidana) yang dituduhkan oleh I Made Tarip Widarta, dkk tetapi secara serta merta Penggugat telah menghubungkannya dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)  diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

     Dimana syarat-syarat sahnya perbuatan melawan hukum sama sekali belum dipenuhi oleh Para Penggugat. Artinya perbuatan materiil dalam PMH belum dibuktikan oleh Para Penggugat dalam bentuk putusan Pengadilan Pidana akan tetapi Para Penggugat sudah meminta ganti rugi dan minta diakui sebagai ahli waris dari I Wayan Riyeg (alm) yang merupakan kakek dan pewaris yang sah bagi Para Tergugat sesuai hukum adat Bali.

      Dalam praktik hukum acara,ketika perkara pidana dituduhkan tersebut diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), barulah timbul hak untuk meminta ganti rugi atas tindakan pidana tersebut dengan tuntutan PMH,  menjadikan putusan perkara pidana sebagai salah satu bukti akta autentik  dapat memberikan keyakinan kepada Majelis Hakim pada perkara Perdata penuntutan ganti rugi nantinya.

      Maka seluruh pokok perkara tersebut bukan merupakan hal yang dapat dibuktikan secara Perdata, dan sampai dengan Gugatan  diajukan  Para Penggugat tuduhan tersebut tidak terbukti secara Pidana ataupun memiliki putusan dengan kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde), pokok perkara diajukan  Para Penggugat mengandung cacat secara formil dikarenakan berada di luar kompetensi Majelis Hakim perkara a quo seperti yang diatur dalam SK Ketua MARI Nomor : 142/KMA/SK/IX/2011 yang merupakan dasar hukum dari Kamar Penanganan Perkara dalam Sistem Peradilan di Indonesia.

     Para Penggugat yang mendalilkan dirinya sebagai ahli waris I Riyeg (alm.), tetapi tidak dapat membuktikan sama sekali bahwa Para Penggugat belum memenuhi dan tidak melaksanakan tiga jenis tanggung jawab (swadharma)  meliputi swadharma terhadap parahyangan, pawongan dan palemahan sebagai syarat sahnya ahli waris  diatur dalam Hukum Adat Bali. Begitu juga, alasan hukum dari Para Penggugat untuk mengaitkan warisan I Riyeg (alm.) berpindah menjadi milik dan warisan atas tanah obyek sengketa dalam perkara a quo dengan menyatakan bahwa perkawinan antara I Riyeg (alm.) dengan Ni Wayan Rumpeng (alm.) dilaksanakan dengan perkawinan nyentana, padahal sesungguhnya jika  Penggugat mengetahui dan menyadari  dalil yang dipakai oleh  Penggugat untuk mengambil alih tanah warisan  sengketa dalam perkara a quo dengan memakai dalil adanya perkawinan nyentana adalah suatu dalil  mustahil karena syarat sahnya suatu perkawinan nyentana haruslah Ni Wayan Rumpeng anak tunggal atau memiliki semua saudari terdiri dari wanita.

      Sedangkan faktanya, Ni Wayan Rumpeng sesuai Silsilah Keluarga Penggugat yang dibuat oleh Para Penggugat menjelaskan bahwa Ni Wayan Rumpeng (alm.) bukan anak tunggal, tetapi memiliki 4 (empat) saudara kandung laki-laki, yaitu I Wayan Teteng, I Made Griyeng, I Nyoman Wirak dan I Ketut Rangkang sehingga hal ini bertentangan makna dari perkawinan nyentana dilakukan dan dibutuhkan untuk menghindari agar warisan keluarga tidak terputus atau putung sehingga warisannya tidak lari kemana-mana.

       Dikarenakan lingkungan peradilan pidana sedang memeriksa perkara dengan perkara yang sama dengan gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat dalam perkara a quo, agar tuduhan Para Penggugat dapat diperiksa dan diadili secara tepat, maka sudah sepatutnya perkara a quo ditangguhkan sampai dengan keluar putusan pengadilan dalam perkara pidana yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)

          Dan penangguhan pemeriksaan perdata dalam perkara a quo berdasarkan Pasal 29 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie atau biasa disebut Peraturan Umum Mengenai Perundangan-Undangan Untuk Indonesia yang berbunyi :

“Selama dalam proses penuntutan Pidana, ditundalah tuntutan Perdata mengenai ganti-rugi yang sedang ditangani oleh Hakim Perdata, dengan tidak mengurangi cara-cara pencegahan yang diperkenankan oleh Undang-Undang.”

          Pasal 30 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie disebut Peraturan Umum Mengenai Perundangan-Undangan Untuk Indonesia yang berbunyi :

“Tuntutan pidana tidak dapat dihentikan atau ditunda dengan mengingat adanya Gugatan Perdata, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam Undang-Undang.”

Sehingga sangatlah tidak berdasar hukum apabila perkara a quo dilanjutkan atau bahkan diputus oleh Majelis Hakim, maka tentu akan menjadi preseden buruk  mengingat masyarakat akan menganggap seluruh peristiwa pidana tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya dalam pengadilan Kamar Pidana. (Smn).

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *