Gubernur Koster dan LPEI Kompak Minta Garam Kusamba Tidak Diberikan Yodium Karena Kebutuhan Ekspor dan Menjaga Cita Rasa Khas Indonesia
Caption: Gubernur Koster Apresiasi LPEI dan DJKN Resmikan Desa Devisa Garam Kusamba
KataBali.com – Klungkung – Gubernur Bali, Wayan Koster memberikan apresiasi mengapresiasi kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), karena telah meresmikan Desa Devisa Garam Kusamba. Sehingga LPEI dan DJKN secara resmi akan memfasilitasi ekspor produk garam tradisional lokal Bali di Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung
Peresmian Desa Devisa Garam Kusamba yang berlangsung pada, Sabtu (Saniscara Umanis, Sungsang) 6 Nopember 2021 ini berlangsung di Banjar Anyar, Desa Kusamba di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung dan dihadiri secara langsung oleh Direktur Eksekutif Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, James Rompas, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kantor Wilayah DJKN Bali dan Nusra Tenggara, Bapak Anugrah Komara, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementrian Keuangan, Rahayu Puspasari, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Bali, Nusra Tenggara Barat dan Nusra Tenggara Timur, Susila Brata, Sekda Klungkung, Gede Putu Winastra, dan Ketua Koperasi LEPP Mina Segara Dana, Putu Suarta.
Dalam sambutannya, Gubernur Bali menyampaikan harapan kepada LPEI dan DJKN agar tidak berhenti sampai disini memfasilitasi ekspor produk garam tradisional lokal Bali, namun secara berkelanjutan melakukan program ini untuk produk garam tradisional lokal Bali yang berada di seluruh Bali, sehingga bisa diekspor dengan memiliki kualitas rasa dan kemasan yang bagus.
Lebih lanjut Gubernur Koster dalam pidatonya menyatakan Bali yang memiliki wilayah kecil, namun Hyang Pencipta maha adil telah memberikan anugrah yang luar biasa untuk alam Bali, baik itu di bidang pangan, sandang, hingga industri kerajinan rakyat berbasis branding Bali. “Kalau pangan ada beras Bali, salak Bali, jeruk, hingga Manggis Bali. Kemudian pangan di bidang kelautan, Bali memiliki potensi dari ikan tuna, rumput laut, hingga garam. Sandangnya ada Kain Tenun Endek Bali hingga kerajinan rakyat yang berupa aksesoris yang sangat terkenal,” ujar orang nomor satu di Pemprov Bali ini.
Mengenai produk garam tradisional lokal Bali, jadi masyarakat tradisional di Bali sudah diberikan warisan tradisi yang luhur untuk melakukan suatu produksi dan hasilnya sangat diminati, terkenal, karena berkualitas serta memiliki cita rasa yang khas seperti garam Bali, selain ada salak Bali, kopi Bali, hingga jeruk Bali.
Soal produk garam tradisional Bali yang harus dipikirkan pertama ialah hulunya. Siapa hulu ini? Yaitu wilayah pesisirnya, ada petani yang mengolah garam di pesisir (Bali memiliki banyak pesisir pantai yang menjadi tempat produksi garam seperti di Kabupaten Karangasem yaitu dari wilayah Amed sampai ada di Tianyar; di Buleleng juga ada yang tersebar di Desa Les, Desa Tejakula, hingga di Desa Pemuteran; di Jembrana tempatnya berlokasi di Gumbrih; Kabupaten Tabanan tempatnya di Klating; dan di Kota Denpasar wilayah produksi garamnya di Pemogan dan Pedungan, red). “Ini wilayah produksi garam yang digeluti masyarakat lokal dan diolah secara tradisional, Saya sudah turun ke Desa Tejakula, Buleleng hingga ke Amed, Karangasem dan memperhatikan proses pembuatan garamnya mulai dari angkut air di laut sampai dicampur dengan tanah, kemudian diolah sampai keluar air, lalu di jemur menjadi garam. Tempo hari juga ke Kusamba, jadi agak mirip-mirip semua produksi garamnya dengan cara tradisional dan uniknya proses pengeringan garamnya menggunakan palung yang berbahan pohon kelapa,” ujar Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng seraya mengatakan proses produksi garam yang menggunakan bahan palung harus dijaga dengan baik, karena mampu menghasilkan garam dengan cita rasa yang khas.
Produk garam tradisional lokal Bali saat ini sedang diperjuangkan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual berupa Indikasi Geografis (IG) dengan syarat Kita harus menjaga proses dengan tradisinya yang tradisional. “Saya juga ingatkan di Klungkung atau yang hadir saat ini, Pak Sekda Klungkung bahwa tidak boleh garam yang sudah bagus dengan cita rasanya yang khas dan terkenal di luar sampai diminati oleh pasar ekspor, lantas dikasi yodium. Jadi, jangan lagi pakai yodium, karena Indikasi Geografis garam Kusamba saat ini sedang di proses, sebentar lagi selesai se-Bali. Kalau garam yang memiliki IG ini digunakan ditempat lain, maka yang memproduksi garam ini akan mendapatkan kompensasinya (royalty),” jelas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini seraya mengajak ayo jaga garam tradisional lokal Bali dan jangan mau dibohongi oleh aturan yang mengatakan garam itu harus beryodium, jadi jangan mau, itu mainan importir garam. Jaga garam warisan leluhur Bali yang sudah memiliki cita rasa yang berkualitas dan sudah diminati oleh pasar di Surabaya, selain oleh pasar ekspor. Impor itu merusak tradisi yang ada.
Untuk mendukung peningkatan produksi produk garam tradisonal lokal Bali, Gubernur Bali secara berulang menyatakan jangan rusak garam Bali dengan yodium. “Saya akan bantu mulai dari kelembagaannya berupa koperasi, permodalannya, kemudian membantu bahan proses pembuatannya yang berupa palung ini, hingga pemasarannya,” ungkapnya sembari mengatakan untuk itu kemasan garamnya harus diinovasikan dengan bentuk yang beragam, sehingga produk garam tradisional Bali bisa masuk disegala jenis pasar, seperti pasar tradisional dan pasar modern yang sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali dan Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali.
Setelah kemasannya dipercantik untuk pasar modern, maka Saya akan panggil seluruh pengusaha pasar modern atau swalayan di Bali untuk mengajak mereka menjual garam tradisional lokal Bali dan tidak boleh menjual garam impor,” jelasnya yang disambut riuh tepuk tangan sembari mengatakan masak Kita ekspor, lantas Kita menggunakan garam impor, jadi enggak benar cara berfikirnya, logika dari mana ini.
Gubernur Koster menegaskan bahwa sebagai negara maritim, malu Kita impor garam, sebagai negara agraris malu Kita impor beras, impor gula, hingga garam putih. “Bapak Presiden RI, Joko Widodo sudah bagus arahannya dan berpihak kepada masyarakat, dan hal ini harus Kita dorong bersama agar tidak impor garam. Jangan buat petani Kita susah. Kita sudah 300 tahun dijajah oleh Belanda, masak dijajah lagi ekonominya, masak ngak kapok-kapok Kita dijajah,” tegas mantan Anggota DPR-RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Alasan Gubernur Koster memperjuangkan produk garam tradisional lokal Bali masuk ke pasar modern hingga dimanfaatkan oleh hotel/restaurant di Pulau Dewata, karena Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini menilai bahwa Kita yang memiliki garam dan dimanfaatkan oleh hotel berbintang lima sampai ke beberapa negara, masak Kita disini tidak memanfaatkannya, malah mengkonsumsi garam impor. “Saya tekankan sekali lagi, garam Kita di Bali ini sangat memiliki cita rasa yang bagus, lalu pasar modern di Bali tidak mau memasarkannya, jadi ini tidak benar kebijakannya. Maka hal ini akan Saya perangi,” cetusnya dengan seraya mengajak seluruh masyarakat di Bali, ayo Kita pakai produk garam tradisional lokal Bali, begitu juga semua pelaku usaha hotel/restaurant, dan pasar modern harus menjual produk-produk garam tradisional lokal Bali. Gubernur Bali juga menceritakan bahwa setiap hari dari pagi, siang, sore di meja makan Saya ada piring kecil berisi garam tradisional lokal Bali, rasanya sangat gurih dan asinnya yang khas. Nah itulah sebabnya, Saya sekarang sedang memproteksi garam lokal ini untuk berdaya saing agar petaninya sejahtera. Karena dalam konstitusi sudah menegaskan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) ini harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Jadi amanat konstitusi ini sangat esensial menurut Saya untuk dijalankan.
Target Kami di Provinsi Bali, produk garam tradisional lokal Bali ini harus beredar diseluruh pasar lokal dan modern yang ada di Bali. Jadi pasar lokal dan modern di Bali yang menjadi nomor satu terlebih dahulu, setelah itu baru pasar nasional dan ekspor. Hal ini Saya informasikan, untuk mencegah adanya permainan pasar, kalau nanti garam ini berhenti ekspor, maka akan berantakan lagi. Sehingga Saya akan optimalkan pemasaran garam ini ke pasar lokal dan modern yang ada di Bali terlebih dahulu, kalau itu sudah berjalan secara berkelanjutan, maka ekonomi Bali ini akan terus dia berputar, dalam kondisi apapun, karena garam ini diproduksi dari sini dan dimanfaatkan oleh masyarakat lokalnya, dimanfaatkan juga secara wajib oleh pegawai pemerintahan di Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali. Saya akan membuat centra berupa koperasi.
Sebagai penutup, Gubernur Bali menjelaskan bahwa Garam Kusamba setiap bulannya menghasilkan produk garam sebanyak 4 ton. Namun Gubernur Koster menilai wilayah produksi garam di Kusamba perlu mendapatkan perhatian untuk ditata lebih bagus lagi, sehingga selain menjadi tempat produksi, juga akan menjadi destinasi wisata yang unik karena menampilkan tradisi tradisional lokal Bali-nya. “Kalau Bapak Direktur LPEI setuju, mari Kita bersinergi untuk menatanya dengan desain yang bagus, hingga produk kemasannya yang bagus, dan memiliki koperasi yang beranggotakan dari petani garam, sehingga dari hulu sampai hilir semua nilai ekonominya itu didapatkan oleh petani garam,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, James Rompas menyebutkan sejak tahun 1.500 Masehi di jaman kerajaan Klungkung, tercatat di Desa Kusamba ini sudah dikenal dengan produksi garamnya yang berkualitas baik. Maka dari itu, Kami dari LPEI bekerjasama dengan DJKN akan membantu melakukan pendampingan kepada para petani di Desa Kusamba ini untuk meningkatkan kualitas dan daya saing serta ekspor ke mancanegara.
Pendampingan yang Kami lakukan itu terdiri dari empat aktivitas besar, yakni: 1). Inovasi produk yang dapat menciptakan nilai tambah bagi komunitas garam Kusamba. “Tadi sempat ngobrol, katanya garam Kusamba masih mengandung yodium. Untuk itu, Kami berharap dikemudian hari dan yang menjadi kebutuhan ekspor itu tidak usah menggunakan yodium, tapi cukup garam murni dan memiliki cita rasa Indonesia, sehingga terkenal di dunia. Saat ini juga ada kerjasama dengan pihak Belanda, jadi mudah-mudahan sudah tidak beryodium garam Kusamba ini, dan segera menjadi produk lokal yang mendunia,” jelasnya. 2). Melakukan pendampingan kepada Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan memberikan pemberdayaan, sehingga menghasilkan kegiatan yang produktif dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga; 3). Melakukan produk branding dan perluasan pasar ekspor; dan 4). Peningkatan kapasitas dan kemampuan untuk dapat memenuhi persyaratan dan perijinan ekspor.
Sedangkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kantor Wilayah DJKN Bali dan Nusra Tenggara dalam sambutannya yang dibacakan oleh Anugrah Komara berharap peresmian Desa Devisa Garam Kusamba dapat menjadi bahan bakar semangat yang lebih besar untuk menciptakan sinergi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani Garam Kusamba, sehingga berkontribusi dalam peningkatan ekspor dan pendapatan devisa yang berkelanjutan.