Pena NTT Kritisi Rencana Pembangunan Pariwisata Oleh BPOLBF
Foto : Ketua PENA NTT Bali, Igo Gleden, bersama Direktur Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina, dan Penasihat PENA NTT Emanuel Oja, saat diskusi.
KataBali.com – Denpasar – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) gelar diskusi pariwisata bersama para wartawan asal Nusa Tenggara Timur yang tergabung dalam wadah perkumpulan Pena NTT, Kamis (10/6). Diskusi yang digelar di Cafe Pica, Pojok Sudirman, Jalan PB Sudirman, Denpasar ini dihadiri langsung oleh Direktur BPOLBF, Shana Fatina
Dalam diskusi yang berlangsung sejak pukul 10.30 Wita itu Shana Fatina menyampaikan beberapa rencana pembangunan pariwisata di Flores, NTT dari Labuan Bajo Manggarai Barat. Misalnya akan segera lamunching 30 desa wisata. Melalui desa wisata itu akan memperkenalkan produk lokal seperti kopi dan jagung titi. Selain itu juga pertunjukan adat dan budaya.
Shana Fatina mengatakan dahulu Labuan Bajo mengandalkan alam. Sekarang dioles untuk dilengkapi dengan fasilitas agar wisatawan tinggal lebih lama karena merasa nyaman. “Labuan Bajo kembangkan sebagai pintu gerbang NTT. Kini dilabel kota premium dan super prioritas,” ungkap Shana.
Shana menjelaskan BPOLBF mempunyai dua fungsi, yakni fungsi otorita dan koordinatif. Dirinya sangat berharap pariwisata yang mereka kelelolah menjadi pariwisata berkelanjutan, kelas dunia, dan berkeadilan. “Keramahan masyarakat, alamnya, dan sosial budayanya sudah cocok. Kami ingin mayarakat pariwisata menjadi lebih sadar,” tandasnya.
Setelah mendengar pemaparan dari Direktur BPOLBF wartawan senior Agustinus Apolonaris Daton mengkritisi pola pengembangan pariwisata yang dirancang itu. Wartawan yang akrab disapa Apolo ini mengatakan pola pembangunan pariwisata yang dirancang itu mengabaikan Komodo sebagai magnet utama.
“Saya menilai BPOLBF lebih berorientasi pada pembangunan. Lupa dengan ikon utamanya yaitu komodo. Dari awal penjelasan ibu direktur tadi saya tidak dengar menjelaskan bagaimana tentang komodo,” tutur Apolo.
Lebih lanjut Apolo mengusulkan agar pembangunan itu dilakukan dari bawah. Yang terjadi saat ini semua dari atas. Yang dibangga-banggakan adalah wisata premium dan super prioritas. “Bagaimana dengan masyarakat yang ada di bawah. Ini harus diperhatikan agar tidak jadi polemik,” tandasnya.
Sementara wartawan senior lainnya Piter Sahertian mempertanyakan mitigasi bencana alam. Piter mengatakan orang kaya atau wisatawan berani keluar banyak duit asal aman. Jangan sampai tamu tak mau datang lagi.
“Bicara pariwisata adalah bicara pengalaman. Kalau mitigasi bencana tidak diperhatikan itu jadi soal. Saya memberi masukan agar mitigasi bencana itu jadi prioritas,” harap Piter.
Sementara Ambros Boli Berani mengusulkan agar para kepala daerah di NTT agar ada kerjasama antara pemerintah kabupaten. Sehingga pola pembangunan bisa cepat. “Yang perlu diperhatikan adalah masalah transportasi. Bagaimana orang leluasa kalau transportasi tidak lancar. Juga masalah internet. Kini promosi sebenarnya sudah mudah. Tetapi bagaimana bisa kalau tidak ada jaringan internet,” ungkap Ambros.( nn)