dr.Elita Nur Hidayati: Kusta Bukan Kutukan
Keterangan photo, dr. Elita Nur Hidayati.Dokter Internsip RSUD Denpasar.
KataBali.Com – Denpasar – Kusta merupakan salah satu penyakit tertua didunia yang sudah ada sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Kusta menjadi salah satu penyakit yang sering ditakuti masyarakat karena dianggap sebagai penyakit kutukan. Penderita dikucilkan oleh masyarakat dan tidak jarang penderita kusta kehilangan pekerjaannya karena dianggap membawa sial.
Menurut dr.Elita Nur Hidayati, Dokter Internsip RSUD Udayana Denpasar, Kusta atau Lepra atau sering juga disebut Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang sistem saraf tepi, kulit dan mukosa saluran pernafasan atas.Pertama kali ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia.
Kemudian penyakit ini, menyerang seluruh usia baik anak-anak maupun dewasa. Data epidemiologi menyebutkan bahwa data terbanyak yaitu pada kelompok usia 25-35 th. Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan subtropis. Data WHO tahun 2017 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah penderita Lepra terbanyak setelah India dan Brazil.
Kusta bukanlah penyakit keturunan. Penularan dapat terjadi dengan adanya kontak erat dengan kulit penderita dalam waktu yang lama. Penularan juga diduga terjadi melalui inhalasi, karena Mycobacterium leprae dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Mycobacterium leprae memiliki masa inkubasi, sehingga gejala tidak tiba-tiba muncul setelah kontak dengan penderita. Masa inkubasi bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, namun umumnya 3-5 tahun. Gejala klinis yang muncul dapat bervariasi tergantung sistem imunitas seluler pederita,” jelas alumni Universitas Islam Indonesia,Jogyakarta 2014.
Lanjut dr. Elita Nur Hidayati,menjelaskan dalam ilmu penyakit kulit, penyakit kusta mendapat julukan the greatest imitator karena manifestasi kulit yang muncul dapat menyerupai banyak penyakit kulit lainnya.Gejala dapat berupa bercak putih atau merah pada kulit disertai rasa batal, tidak sakit ataupun gatal. Keluhan juga disertai kulit kering dan tidak adanya keringat pada lokasi tersebut.
Menjawab tentang ciri khas pada penyakit kusta,pertama adanya kerusakan pada saraf. Kerusakan saraf dapat berupa nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot sehingga penderita sulit melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengancing baju, memegang ataupun mengambil benda-benda kecil.
“Pada keadaan parah dapat terjadi mutilasi akibat luka dan lepuh kulit pada ujung jari tangan ataupun kaki yang tidak disadari oleh penderita. Hal inilah yang menjadi ketakutan di masyarakat sehingga banyak masyarakat beranggapan bahwa penyakit kusta adalah sebuah kutukan,” jelas putri sulung Hj.Sri Astutiani,SH panitera pengganti PN Denpasar ini.
Lebih lanjut Elita mengatakan, bahwa untuk pengobatan penyakit kusta sudah banyak dilakukan sejak bertahun-tahun lalu. Pada tahun 1981 WHO merekomendasikan MDT (Multi Drug Therapy) yang bertujuan menghilangkan pathogen dan menyembuhkan penderita. Rejimen MDT yang direkomendasikan WHO yaitu: dapson, rifampisin, dan klofazimin. Pengobatan ini berlangsung selama 6 bulan untuk penderita Kusta tipe PB (Pausibasilar) dan 12 bulan untuk Kusta tipe MD (Multibasilar). Pengobatan sejak dini dapat mengurangi terjadinya kecacatan pada pasien kusta.
Sementara di Indonesia sendiri , Program Eliminasi Kusta masih sangat digalakkan khususnya di wilayah Indonesia Timur. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia, sebaran kasus terbanyak seperti di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua. Harapannya terdapat kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk sehingga Indonesia berhasil dalam menuntaskan kasus Kusta/Lepra/Morbus Hansen ini.
Dalam rangka memperingati World Leprosy Day yang jatuh pada tanggal 31 Januari 2021 lalu, semoga masyarakat semakin aware dengan gelaja yang terjadi pada penyakit kusta ini. Sehingga penyakit ini tidak lagi dianggap kutukan dan masyarakat dapat menyarankan penderita untuk segera memeriksakan diri ke dokter agar mendapat pengobatan yang tepat, Karena pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat mengurangi terjadiya kecacatan,tutup dokter muda RSUD Denpasar ini.(Simon).