Sepuluh Pengacara Dampingi Sidang Nenek Ketut Reji Renta Terdakwa Dugaan Pemalsuan Data Autentik
Keterangan foto: Nenek renta dan putranya dalam persidangan didampingi tim kuasahukumnya.
KataBali.com – Denpasar – Persidangan tindak pidana menggunakan surat palsu terhadap Terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma kembali digelar pada hari Selasa (3/11) di Pengadilan Neger (PN) Denpasar dengan agenda mendengarkan eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa.
Sebelumnya pada sidang perdana (22/10) terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan, SH telah menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek dan anaknya I Wayan Karma melalui kuasa hukumnya berjumlah 10 (sepuluh) orang, yaitu I Made Suardana, SH., MH; I Ketut Rinata, SH; I Nyoman Alit Kesuma, SH; I Made Somya Putra, SH., MH; I Wayan Wija Negara, SH; Ni Luh Sukawati, SH; Ni Luh Desi Swandari, SH; Wayan Widi Mandala Putra, SH; I Gede Yudha Partha Mahendra, SH dan I Nyoman Yudi Artawan, SH yang kesemuanya tergabung dalam Lembaga Advokasi Dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali mengajukan Eksepsi/Nota Keberatan atas dakwaan membantah isi dakwaan JPU Made Lovi.
Ketua tim kuasa hukum terdakwa I Made Suardana,SH,MH. dalam eksepsinya mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu ????. Terdakwa Ni Ketut Reji adalah wanita yang telah berusia 85 Tahun. Dengan umur yang setua itu, Terdakwa , tentunya tidak memiliki pengetahuan tentang hukum.
Sehingga ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan Terdakwa tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya. Untuk mengerti dan mengehui isi dari fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 harus melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa, SH., MH kuasa yang ditunjuk oleh keluarga terdakwa untuk membantu mempertahankan hak-haknya g secara yuridis berhak atas warisan NI PITIK dan NI SORTI.
Sehingga dalam perkara ini kedua terdakwa ibu dan anak ini menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kepada I Ketut Nurasa, SH., MH untuk mempertahankan hak-haknya tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat.
Dengan latar belakang yang buta huruf tentunya terdakwa tidak mengerti tentang hasil kajian dari I Ketut Nurasa, SH., MH tersebut melakukan pembelaan menggunakan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981. Namun anehnya kedua terdakwa yang tidak mengerti itu dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam Eksepsi tersebut, kuasa hukum menegaskan bahwa kasus ini sejatinya adalah ranah hukum Perdata karena menyangkut persoalan kewarisan dan silsilah yang merupakan Hukum Perdata. Sehingga surat keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 harus diuji dalam sidang Perdata bukan diuji dalam persidangan kasus perdata bukan tindak pidana pemalsuan surat.
Pada sidang yang dipimpin hakim yang juga wakil Kteua PN Denpasar, Dr. I Wayan Gede Rumega,SH.MH, kuasa hukum terdakwa menyebutkan Surat Dakwaan JPU cacat hukum karena Tempus Delicti (waktu tindak pidana dilakukan) tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya. Namun JPU dalam dakwaannya menyebutkan Pelapor/Korban telah menerima Surat Somasi dan Lampiran Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 pada tanggal 20 Januari 2020. Oleh karena dakwaan JPU cacat yuridis formal, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga menyesatkan (misleading), membingungkan (confuse) , maka kuasa hukum terdakwa meminta kepada Ketua Majelis Wayan Gede Rumega, SH untuk menerima eksepsinya,jelas Suardana.(Smn).