Korcab MPBPJS Bali, May Day, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Dan Cabut Status WFH BPJS

KataBali.com – Denpasar- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Nyata, Pekerja Ramai-ramai Cairkan Klaim BP Jamsostek Via On Line (OL), korban PHK butuh dana Jaminan Hari Tua (JHT) cepat, tapi karyawan dan petinggi BP Jamsostek kerja dirumahaja, hal tersebut disampaikan Koordinator Cabang Masyarakat Peduli BPJS (MP BPJS) BALI, Oto Sugiarto, melalui release yang diterima redaksi KataBali.com, Jumat 1 Mei 2020.

Disampaikannya, data  BP  Jamsostek,  selama  Triwulan  I              2020,  klaim  JHT  BP  Jamsostek mencapai 621.597 pengajuan, dengan total manfaat yang dibayarkan sebesar Rp 7,6 triliun atau meningkat 13,28%.

Dalam May Day, menurut Oto, memasuki Triwulan II secara nasional lebih dari 2.8 juta pekerja korban PHK sedangkan di Bali sampai pertengahan april sebanyak 46.000 pekerja formal yang dirumahkan dan 800 orang yang terkena PHK dan data ini terus bergerak. Pertanyaan kami akankah BP Jamsostek bisa menangani hanya dengan pola OL dan WFH selama Covid-19?

“Jutaan klaim peserta BP Jamsostek ibarat banjir bandang klaim di tengah pademik Covid-19. Dalam sikon normal saja pelayanan OLmasih banyak hambatan apalagi dengan full pola OL/drop box,” ujar Oto.

Menurut Oto, klaim via OL membuat pekerja harus merogoh kocek lagi urus dokumen-dokumen klaim dng scanning dan daftar OL, mereka masih banyak yang gagap teknologi.

“Belum lagi setelah klaim cair dalam waktu lebih dari 14 hari kerja bahkan lebih, pekerja tersebut harus membayar “winback”. Winback yaitu uang yang mesti dibayar oleh pekerja untuk daftar ulang sebagai peserta BP Jamsostek segmen pekerja informal. Besaran relatif dari Rp 100 ribu hingga lebih bergantung istilahnya kerelaaan peserta. Padahal peserta sama sekali tidak paham soal itu. Bagi mereka yang penting hak nya dibayar,” imbuhnya.

Dikatakannya dasar hukumnya winback kepesertaan BP Jamsostek, yang mana Pekerja tersebut dicatat sebagai bekerja bidang apa, dan ketika Faktanya menganggur karena baru di PHK, apakah  pekerja  dan  atau  keluarga-nya  diedukasi  hak-haknya  jika  alami kecelakaan kerja, kematian, masuk hari tua dan masa pension.

“Misalnya pekerja mempunyai saldo JHT sebesar Rp  3.275.000.  Maka winback yang dibayar bisa mencapai Rp 275 ribu.  Itu akan “dikondisikan” untuk pekerja tersebut langsung didaftar program JKK-JKM, atau JKK, JHT, JKM, untuk beberapa bulan sekaligus.  Kadang formulir-nya pun belum sempat diisi, cuma diminta tanda tangan kosong,” rinci Oto.

“Bahkan, kalau pekerja yang mau membayar winback hanya sedikit, sebab sebagian mereka ngotot menolak), maka pegawai BP Jamsostek akan lakukan urunan dan mencari peserta (hibah).  Untuk apa ? Supaya target kepesertaan tercapai,” imbuhnya.

Selaku Koordinator Cabang Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORCAB MP BPJS) BALI, Oto meminta kepada  Gurbenur Bali dan DPRD Bali untuk segera memanggil DEPDIRWIL BPJS Ketenagakerjaan BALI NUSRA dan Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Denpasar dan memberi peringatan   keras   terhadap   mereka yang menggiatkan work from home (WFH) sejak tanggal 17-18 Maret 2020. Sebab pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak berlaku di semua wilayah NKRI juga di seluruh Bali, lagipula BPJS tidak termasuk kegiatan perkantoran yang wajib diliburkan, harus kembali bekerja ke kantor bukan di rumah.

“Tidak  seharusnya  BPJS  meliburkan  perkantoran  dengan  WFH,  itu  sudah bertentangan  dengan  UU  BPJS  dan  peraturan  perundang-undangan  PSBB terkait Covid-19,” kata Oto.

Kebijakan ini, menurutnya, merujuk pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang penetapannya akan dikoordinasikan antara Menteri Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, juga kepala daerah. PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.

Dikatakan, dalam Permenkes itu menjelaskan, sekolah dan tempat kerja yang diliburkan kecuali kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait:

1. Pertahanan dan keamanan2. Ketertiban umum, . 3. Kebutuhan pangan, 4. Bahan bakar minyak dan gas. 5. Pelayanan kesehatan, 6. Perekonomian, 7. Keuangan , 8. Komunikasi, 9. Industri, 10. Ekspor dan impor, 11. Distribusi logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Dijelaskan, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bukan termasuk pelayanan kantor yang wajib diliburkan dalam penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) apalagi tidak semua wilayah menerapkan PSBB.

UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Bab I Pasal 1 menyebutkan : Ayat (1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial

Ayat (2) Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dan Ayat (3) Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat  kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.

Selanjutnya,  Pasal    3  BPJS  bertujuan  untuk  mewujudkan  terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan  dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.

“BPJS Kesehatan mengurusi pelayanan jaminan kesehatan nasional seluruh warga negara Indonesia.  BPJS Ketenagakerjaan mengurus pelayanan klaim jaminan sosial pekerja terkait koordinasi klaim JKK dengan RS dan mengurusi klaim keuangan lainnya milik pekerja. BPJS mengurus iuran dana amanat, pelayanan kesehatan, kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.  BPJS tidak patut meliburkan  diri  berlama-lama  dengan  pola  kerja  WFH.   Jika  BPJS  terus melakukan WFH dalam keadaan kesulitan ekonomi dan pandemik Covid-19 ini maka lebih baik liburkan atau gratiskan kewajiban iuran pesertanya selama pandemi Covid-19 berlangsung,” pungkasnya.*

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *