Tuntutan Penjara Untuk Seorang Pengabdi: Kuasa Hukum Minta Mantan Pengawas LPD Selat Ridjasa Divonis Bebas

Keterangan Foto Terdakwa Ridjasa bersama kuasa hukumnya Denny Sambeka dan Ni Wayan Marini.

KataBali.com – Denpasar – Pengabdian saya sejak 1993 sampai Oktober 2019, selama 27 tahun sebagai Bandesa,bukan keinginan pribadi melainkan ditunjuk krama Desa Adat menjadi Kepala Badan Pengawas ( KBP) Lembaga  Prekredirtan Desa (LPD) Selat,Bangli, tanpa digaji. Sebenarnya untuk  administrasi dan pembukuan LPD Selat sudah ada lembaga tersendiri yang menangani yakni LPD Kabupaten Bangli dankarena itu saya hanya menangani aspek sosiologisnya,Namun pengabdian saya harus berakhir pada tuntutan penjara 15 bulan oleh jaksa penuntutn umum (JPU) Martinus Cs.

Hal ini diungkapkan  mantan  Ketua Pengawas LPD Desa Pakraman Selat Bangli,terdakwa I Made Ridjasa (76),BA dalam pembelaan pribadi Senin (10/2) dihadapan Majelis Hakim pimpinan Estar Oktavi  pada sidang pleidoi di Pengadilan Tipikor Denpasar. Kakek  berputra enam orang dan empat cicit ini mengungkapkan isi hatinya atas dakwaan dan tuntutan perkara tindak pidana korupsi di tubuh LPD Selat yang dia tidak lakukan,namun karena jabatan sebagai pengawas.

Kepada majelis hakim,Ia percaya akan memberikan keputusan  yang seadil adilnya.” Pengadilan bukanlah pengalgojoan yang harus dieksekusi bagi siapa pun yang dihadirkan dihadapan mejelis hakim.Pengadilan adalah benteng untuk memperoleh keadilan bagi setiap warga Negara,menghukum yang bersalah dan membebaskan yang tidak bersalah, “ tegas Ridjasa,didampingi kuasa hukum  Ngakan Kompiang Dirga,SH ,Adv.Denny Sambeka,SH dan Adv.Ni Wayan Marini,SH.

Dalam pengusutan dana UEP LPD Selat 2013,Kata Rijasa tandatangannya dipalsukan oleh pengurus, .Setelah dana diterima oleh pengurus LPD,ia diberi tahun secara lisan, dan ia jawab langsung agarr dana dicairkan sesuai dengan proposal, “ Saya tidak ada menggunakan dana itu satu sen pun.Bahkan melihat pun tidak ,apalagi mengambil. Utang LPD Selat 2013 kepada pengelola Uang Ekonimi Produktif (UEP) Kab.Bangli sudah dilunasi oleh LPD Selat pada 28 Agustus 2019 sehingga tidak ada kerugian Negara sama sekali, “ tegas Rijasa.

Dalam pleidoi pribadinya sebanyak tiga lembar, Rijasa menyebutkan, JPU  mendakwa diri melakukan tindak pidana korupsi atas penyalagunaan wewenang dalam pengeluaran dana UEP di LPD Selat.Namun yang terjadi, adalah dalam laporan pertanggungjawaban pengeluaran dana UEP di LPD Selat, para saksi sudah menandatangani antara lain Perbekel Desa Selat,tapi belum berisi nama-nama penerima dana. Ironisnya Perbekel Desa Adat Selat tidak penah dihadirkan dalam persidangan tentang dana UEP LPD Selat.Maka saya nilai JPU tidak adil dalam kasus ini.

“ Saya adalah krama adat biasa, punya istri,anak,cucu dan cicit. Seratus hari lebih berpisah dengan keluarga dengan dakwaan korupsi dan mendekam di Rutan II B Bangli,satu kamar bertujuh.Sykur juga,sekali-kali anggota keluarga datang berkunjung untuk terhibur rasa rindu keluarga”keluh terdakwa. Jadi tuntutan yang ddakwakan kepada saya berupa hukuman bui 1 tahun 3 bulan penjara terlalu berat, karena tidak sesuai dengan akta dan rasa keadilan dan kebenaran,”imbuhnya.

Sementara trio kuasa hukum dalam pleidoi dibacakan Ni Wayan Marini dan Denny Sambeka , minta agar klienya dibebaskan. Karena JPU tidak mampu membuktikan dakwaan dan tuntutanya atas  apa yang didakwakan dan dituntut kepada terdakwa atas tanda tangan terdakwa sesuai Pasal  menjerat  Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Tipikor,sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor Pasal 55 ayat 1 Ke I KUHP. Yang ada pada surat permohonan UEP yang diajukan oleh JPU tidak pada tempatnya dan keliru.

Maka munculnya kerancuan dimaksud, tidak berlebihan,  kuasa hukum terdakwa menyandarkan adanya asas “IN Dubio Pro Reo” yang menyatakan’ jika ada keragu-raguan mengenai sesuatu hal haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa’kata Ni Wayan Marini.

 Denny Sambeka,JPU dengan tegas menyatakan, telah keliru dan tidak dapat memelihara dan membangun hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistim peradilan pidana dengan tidak memberikan BAP terdakwa secara lengkap padahal dalam persidangan sudah diperintahkan oleh Majelis Hakim,hanya diberikanBAP saksi saksi saja,sehingga menyulitkan pihaknyadalam pembelaan.Kata Denny Sambeka. (Smn).

katabali

Kami merupakan situs portal online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *