Pemprov Bali Dukung Upaya Peningkatan Sistem Pertanian Organik
KataBali.com – Pemerintah Provinsi Bali terus mendukung upaya peningkatan kualitas system pertanian organik di Bali, karena itu sangat bermanfaat bagi masyarakat. Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) dalam wawancaranya dengan awak media setelah menghadiri Sidang Paripurna ke-2 Masa Persidangan II di Ruang Sidang Utama, Kantor DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Selasa (7/5).
Dalam wawancara yang turut didampingi Sekda Provinsi Bali I Dewa Made Indra, Wagub Cok Ace menyampaikan bahwa yang terpenting saat ini adalah mengubah mindset masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi makanan organic untuk kesehatan. “Saat ini kita masih berupaya menggiring warga untuk menyukai makanan organik, jangan dilihat dari mahalnya karena itu investasi kita terutama di bidang kesehatan,” jelasnya.
Untuk itu Wagub Cok Ace melanjutkan akan berupaya untuk terus memberikan subsidi kepada petani, terutama petani organik. Apalagi hingga saat ini produk organik masih terjual dengan harga mahal di pasaran, itu menjadi nilai plus juga bagi petani. “Ini menjadi prioritas kita, untuk tahun depan kita akan kalkulasi lagi, kita berupaya menaikkan subsidi tersebut,” cetusnya.
Sementara dalam sidang, Ketua Pansus Ir. I Gusti Putu Budiarta menyampaikan penjelasan terhadap Raperda inisiatif DPRD provinsi Bali atas Raperda tentang Sistem Pertanian Organik. Ia berpendapat memang system pertanian konvensional telah terbukti mampu meningkatkan produksi pangan, namun petani terjebak dalam teknologi yang tidak bisa mereka ciptakan sendiri.
“Hal ini disebabkan karena sistem tersebut membuat petani tergantung dengan berbagai bentuk sarana produksi seperti ketersediaan bibit unggul, beraneka macam pupuk dan pestisida,” jelasnya. Sistem pertanian tersebut selain telah mengilangkan varietas lokal, namun juga berdampak buruk terhadap kondisi tanah, pencemaran lingkungan dan ancaman bagi kesehatan manusia.
Lebih lanjut ia menyatakan karena kondisi alam dan sumber daya manusia Indonesia dengan kearifan lokalnya yang mendukung, negara ini mempunyai potensi tinggi untuk pengembangan sistem organik, apalagi saat ini mengkonsumsi produk organik sudah menjadi gaya hidup. Berkaitan dengan pengembangan pertanian organic, Pemerintah tekah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian RI no. 64/Permentan/OT.140/5/2013, tentang Sistem Pertanian organik disusul dengan peraturan dari Badan Standarisasi Nasional SNI 6729:2016 yang menetapkan sistem pertanian organic di lahan pertanian.
Secara umum substansi pertimbangan pengusulan Raperda ini adalah: Sistem Pertanian Organik ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan kesehatan warga, meningkatnya penggunaan pupuk dan obat-obatan sintetis dan varietas unggul menyebabkan petani akan semakin bergantung pada bahan-bahan tersebut, system pertanian organik di Bali belum memenuhi kaedah-kaedah pertanian organik yang diatur oleh UU, sehingga dipandang perlu untuk membuat Raperda tersebut.
Hal lain yang dibahas adalah tentang perubahan ketiga atas Perda Prov Bali nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang dibacakan oleh Drs Gede Kusuma Putra. Poin penting yang ia sampaikan yaitu perlunya mengubah pengenaan pajak progresif untuk kepemilikan roda dua dan roda tiga 250 cc dalam pera Nomor 8 Tahun 2016. Dimana sebelumnya milik kedua dikenakan 3%, milik ketiga 4,5%, milik keempat 5% dan milik kelima 7,5%. “Untuk milik keempat perlu diganti menjadi 5% agar memenuhi rasa keadilan,” jelasnya.
Selain itu Perlu juga ada perubahan tarif BBNKB I sesuai dengan perda 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang semula 15% menjadi 10% guna memberikan keringanan bagi pelaku usaha angkutan umum dalam meremajakan armadanya. Penghitungan BBNKB juga diharapkan menjadi saat hari kerja saja dalam rangka taat dan kepastian hukum.
Disinggung pula pada kesempatan itu adalah nomenklatur OPD Dinas Pendapatan Daerah menjadi Badan pendapatan Daerah sesuai dengan Pergub Bali Nomor 66 Tahun 2018. Serta beberapa aturan pengenaan pajak yang memihak masyarakat umum namun juga tidak merugikan keuangan daerah. (*)