ASITA Bagai Diterjang Tsunami Pemkab.Badung Batal Dukung Dana & Fasilitas Untuk BTTF 2019
Katabali.com – Bagai disambar gelombang tsunami setelah mendengar Pemkab.Badung, menyatakan menarik dukungannya menggelontorkan dana sebesar Rp.10 Miliar dan fasilitas untuk pelaksanaan BBTF Tahun 2019 yang berlangsung pertengahan Juni 2019 mendatang di Nusa Dua, Bali Pengurus ASITA dan kepanitiaan Bali and Beyond Travel Fair ( BTTF) berencana untuk mendirikan PT.ASITA Bali Hita,untuk menggali dana keberlangsungan BTTF dimasa akan dating.
“ Dibatalkannya dukungan dana dan fasilitas, yang dijanjikan Pemkab. Badung , sangat kami pahami, karena dalam anggaran APBD Kab. Badung, tahun 2019 ini, mengalami defisit lebih dari 7 triliun,tapi kami tidak berkecil hati, apalagi membatalkan BTTF Juni mendatang tidak mungkin kami lakukan, sebab peserta yang mendaftar, mencapai 47 negara, dengan ribuan Seller dan buyers, “ jelas Ketua ASITA Bali, Ketut Ardana, kepada media, disela pembukaan Rakerda Jum,at ( 15/3) di Nusa Dua.
Ia menjelaskan, Asita Bali berkomitmen membentuk Yayasan Pariwisata Bali Hita dan mendirikan persero terbatas PT. ASITA Bali Hita untuk ke absahan penyelenggaraan Bali and Beyond Travel Fair (BBTF), “ Pembentukan Yayasan dan perseroan terbatas ASITA Bali Hita sebagai payung hukum penyelenggaraan BBTF. Agar event BBTF dapat dikelola secara professional, mandiri dan mampu bersaing dalam usaha jasa penyelenggaraan travel fair kepariwisataan nasional, “ imbuh Ardana.
Ia berharapa, BTTF memberi kemanfaatan besar baik bagi anggota Asita, asosiasi, perekonomian Bali dan kepariwisataan Indonesia. Sampai dengan saat ini tercatat peserta BBTF sebagai seller 64 industri sedang buyer sebanyak 191 perusahaan dari 47 negara, “ Untuk pendanaan, kami sudah membicarakan, dengan Pemerintah Provinsi Bali, Bapak Gubernur berkomitmen untuk membantu, demikian juga stockholder lainnya.Kami mentargetkan akan terjadi transaksi di BTTF 2019 sebanyak 10 Triliun, “ jelas Ardana.
Dalam Rakerda ini, kata Ardana, Asita Bersama Pemerintah, menuju Pariwisata Berkualitas Berkelanjutan diikuti 392 BPW, 12 associate member, dari keanggotaan tercatat 19 anggota baru ditahun 2019, dan sampai Maret 2019 ini sebanyak 41 perusahaan mengundurkan diri dari keanggotaan.
Selain membahas masalah-masalah di bidang organisasi, sumber daya manusia, kehumasan, kepengurusan, hukum dan advokasi, kelembagaan, dibidang lingkungan, sosial dan budaya. Rakor Asita 2019 memberikan perhatian khusus pada persoalan dibidang pemasaran dan promosi serta tataniaga kepariwisataan Indonesia.
Ketut Ardana mengatakan, dalam hal tata niaga, Asita belum menerima pemberitahuan pencabutan moratorium usaha jasa perjalanan wisata, praktik dilapangan menunjukkan bahwa pemkab/kota mengeluarkan ijin. Atas dasar ini Asita mengusulkan kepada pemerintah jika moratorium dicabut maka ijin usaha BPW sebaiknya dikeluarkan Pemprov.Bali pertimbangan ruang lingkupnya lintas sektoral. Persoalan usaha jasa perjalanan wisata makin rancu dengan kehadiran on-line travel agent yang belum jelas naungan asosiasinya.
Etika dan Low Enforcement Membelit Agent Perjalanan
Trending isu yang mempengaruhi kinerja anggota Asita Bali, adalah pembenahan tata niaga pasar Republik Rakyat Tiongkok/RRT/Cina dan menyusul pasar India. Untuk pasar Tiongkok, DPD ASITA Bali mendukung upaya pembenahan yang dilakukan Pemprov Bali dengan menerbitkan surat DPD Asita Bali No. 2632/274/X/2018 tertanggal 25 Oktober 2018 perihal Larangan Bekerjasama dengan Toko-toko yang diduga melakukan berbagai pelanggaran dan praktek bisnis yang tidak sehat.
DPD Asita Bali juga membentuk satgas yang bertugas mengawasi dan memonitor praktik yang terjadi di lapangan. Konsistensi Asita juga ditunjukkan dengan tetap mendukung diberlakukannya Surat Gubernur No. 556/4277/IV/Dispar tertanggal 8 November 2019 perihal Penertiban Usaha Pariwisata. Asita pada awal 1-6 Desember 2018, juga ikut serta sales mission ke Shanghai dan Beijing sebagai upaya edukasi pasar yang benar tentang situasi dan kondisi kepariwisataan Bali. Asita pun ikutserta dalam upaya perbaikan, peningkatan kualitas pelayanan terhadap wisatawan Tiongkok agar Bali dapat bersaing dengan kompetitor (destinasi lain). Diakui pasar Cina/Tiongkok masih primadona dalam jumlah kunjungan ke Bali.
Sementara untuk pasar India, yang dalam dua tahun terakhir menduduki peringkat 3 besar kunjungan ke Bali namun kenaikan kunjungan, tidak sepenuhnya memberikan nilai positif, karena terjadi kenaikan praktik perang harga (price war) antar industri untuk mendapatkan pasar India. Asita melihat agent-agent India yang berperan sebagai DMC melakukan direct booking ke hotel serta menangani tour tanpa guide (menggunakan driver saja). “Peran ganda driver sekaligus guiding atau tanpa menggunakan jasa guide, masih menjadi permasalahan utama di market ini,” imbuh Ardana.
Kinerja bisnis anggota Asita makin mengkhawatirkan dengan dikeluarkannya kebijakan baru operator jasa angkutan udara dalam negeri berupa zero commission dan bagasi berbayar. Per tanggal 8 Januari 2019 Lion Air menghapus kebijakan bagasi cuma-cuma (free baggage allowance), Sriwijaya Air memberlakukan system komisi dan incentive. Sementara Garuda Indonesia dari skema benefit zero komisi menjadi incentive deposit dan incentive progressive bagi semua mitra Garuda. Kebijakan tersebut sangat memberatkan posisi agent, khususnya travel agent konvensional dan juga travel agent kecil-menengah.
Ia mengungkapkan, setelah menuai protes, Garuda Indonesia per 10 Januari bersepakat dengan mitra usahanya tetap memberikan travel agent, service fee dan sales fee untuk penjualan tiket internasional dan service fee untuk penjualan tiket domestik yang besarannya sesuai dengan pencapaian minimum target penjualan. Sales fee yang dibayarkan ‘after segment flown ‘menjadi ‘after ticket issued ‘. Realitanya air ticket saat ini menjadi semakin mahal.
Mengatasi kegaduhan pasar Cina, India dan jasa angkutan udara dalam negeri, DPD Asita Bali meminta semua pihak, kembali pada kaidah berbisnis yang baik dan benar. Diperlukan sikap tegasa pemerintah dalam menerapkan sanksi hukum bagi pelanggaran- pelanggaran yang terjadi. “Low emporcement itu ditegakkan dan kita dibisnis kepariwisataan jangan lupa ada kode etik pariwisata global yang selayaknya jadi acuan dalam menyelesaikan persoalan.
Untuk pemasaran dan promosi, asosiasi berkewajiban mensosialisasikan program promosi mau pun pemasaran yang dilakukan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, Program Badan Promosi Pariwisata Daerah, serta dari kedutaan- kedutaan Indonesia serta mendorong upaya meningkatkan kualitas pariwisata dan keberlanjutannya, mendampingi desa wisata-desa wisata yang bertumbuh, melengkapi dan mengkayakan produk wisata yang ditawarkan Bali. ( nani )