Pemerintah Ajak Masyarakat Monitor Program Penggunaan Bahasa, Aksara dan Satra Bali
KataBali.com – Untuk monitoring terhadap pelaksanaan program-program Pemprov Bali dibawah kepemimpinan pasangan Gubernur Bali dan Wakil Gubernur Bali Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), salah satunya terkait Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2018 tentang Penggunaan Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali yang sudah diresmikan beberapa waktu lalu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali I Dewa Gede Mahendra Putra,SH.,MH melaksanakan jumpa pers dengan para awak media di Warung Be Sanur, Renon, Jumat (9/11).
Keterlibatan awak media dalam monitoring atau pemantauan terhadap pelaksanaan Program Pemprov Bali menurut Dewa Mahendra Putra dirasa perlu, dimana peranan media yang memberikan informasi berimbang guna mengetahui sejauh mana pelaksanaan kedua Pergub tersebut dilapangan. “Walaupun sudah berjalan dan dilaksanakan, sebagai bentuk komitmen pelaksanaan kedua Pergub tersebut kita tetap perlu melaksanakan monitoring dengan melibatkan rekan-rekan media.
Sejauh mana sudah berjalan, kita juga perlu mendapatkan feed back berupa opini dari rekan-rekan yang selalu berada di lapangan. Sehingga kita bisa tahu apabila ada kekurangan-kekurangan, dan pelaksanaannya pun tepat sasaran sesuai tujuan yang diharapkan,”tegasnya seraya menjelaskan peranan media juga diharapkan bisa mendukung penyebarluasan informasi pelaksanaan kedua program tersebut.
“Saya minta rekan-rekan media ikut membantu menyebarluaskan pelaksanaan kedua Pergub ini kepada masyarakat, sehingga kedepan penggunaan busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali yang baik dan benar bisa melekat dalam keseharian masyarakat Bali,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha selaku narasumber bahwa melalui kedua Pergub tersebut diharapkan bisa memperkuat identitas dan jati diri orang Bali, khususnya dikalangan generasi muda yang menjadi penerus adat, budaya dan tradisi Bali. “Program ini diharapkan bisa menyentuh generasi milenial melalui media social, sehingga penggunaan busana, bahasa, aksara dan sastra bisa menjadi keseharian generasi muda,” ujarnya seraya menjelaskan dalam pelaksanaan kedua Pergub tersebut terdapat Tim Khusus yang akan melaksanakan pengawasan dan pelaporan secara formal penerapannya di lapangan. Sementara itu, menyoroti masih adanya kesalahan-kesalahan penerapan aksara Bali pada penulisan papan nama lembaga, Dewa Beratha menjelaskan beberapa penulisan ada yang murni bukan kesalahan, namun dikarenakan belum adanya persamaan persepsi dan pemahaman dikalangan praktisi dan ahli terkait pasang aksara dan pasang sastra. “Mengenai penyamaan pemahaman ini perlu dilaksanakan paruman dengan seluruh praktisi dan para ahli, nanti kami akan rancang lebih lanjut,” imbuh Beratha.
Lebih jauh, saat awak media menanyakan terkait penerapan sangsi terhadap pihak swasta yang tidak mengikuti penerapan kedua Pergub tersebut, Dewa Beratha menjelaskan pada salah satu klausul Pergub diatur Penggunaan busana adat Bali dapat digunakan oleh pegawai lembaga swasta. “Jadi lembaga swasta boleh menggunakan dan boleh tidak menggunakan, tidak ada keharusan dan tidak ada sangsi didalamnya. Termasuk juga diatur bagi masyarakat Nusantara lainnya yang tinggal di Bali bisa menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah masing-masing. Tapi kita lihat sendiri mereka dengan sukarela menggunakan busana adat Bali, ini yang memperlihatkan persatuan bangsa kita ditengah kemajemukan yang ada,” tegasnya. Ditambahkan Dewa Mahendra Putra, walaupun tidak ada penerapan sangsi ataupun kewajiban untuk menggunakan busana adat Bali bagi lembaga swasta, namun Ia tetap mengharapkan dukungan dari masyarakat Bali terhadap pelaksanaan program tersebut. “Siapa lagi kalau tidak kita sendiri yang melestarikan budaya kita. Memang tidak wajib dan tidak ada sangsi, tapi apa salahnya kalau kita mendukung program pemerintah, kan tujuannya baik sebagai bentuk pelestarian budaya, adat dan tradisi,” pungkasnya. (jcbs)