Peran Keluarga dan Lingkungan Penting Cegah Perokok Pemula
Ketua Advokasi dan Pendidikan Center of excellence for Tobacco Control And Lung Health (CTCLH) Universitas Udayana, dr I Ketut Suarjana mengungkapkan, sesuai hasil Global Youth Tobacco Study (GYTS) tahun 2009 dan 2014, prevalensi perokok remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 20,3 persen pada thun 2009.
Jumlah ini menurun menjadi 18,3 persen pada tahun 2014. Penurunan ini karena berbagai upaya untuk menurunkan dan kencegah perilaku merokok pada remaja mulai dirasakan dampaknya.
“Meski demikian, angka ini jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih terbilang tinggi sehingga harus mendapat perhatian serius untuk melakukan upaya percepatan penurunan,” sambung alumnus Pasca Sarjana UGM Yogyakarta ini dalam diskusi “Fenomena Baby Smoker dan Perokok Dini Mengancam Kualitas Generasi Penerus Bangsa” di Kubu Kopi Denpasar Jumat 24 Agustus 2018.
Suarjaya menambahkan, data yang didapatnya juga, mengacu hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) dalam buku Fakta Tembakau 2014 juga menunjukkan adanya tren umur mulai merokok semakin muda. Tahun 2013, sebanyak 56 persen mulai merokok pada usia 15-19 tahun, kemudian 17 persen mulai merokok 10-14 persen bahkan sebanyak 1,5 persen mulai mengenal rokok usia 5-9 tahun.
Secara komulatif, ini menunjukkan 75,5 persen perokok di Indonesia telah mulai merokok pada umur belasan tahun atau kurang dari 20 tahun.
Salah satu penyebab, perokok pemula menurutnya, karena faktor lingkungan atau keluarga. Orang tua yang berperilaku merokok cenderung akan mempengaruhi anaknya untuk meniru apa yang dilakukan orang tuanya.
Demikian juga, faktor lingkungan di luar sekolah, mereka bisa meniru apa yang dilihat pada tayangan iklan rokok.
“Untuk itu, harus ada upaya serius untuk mendorong peniadaan iklan rokok dan sponsorship dari perusahaan rokok, yang menyampaikan pesan dan pemahaman yang salah pada remaja” katanya.
Dalam pandangan Ketua IAKMI Bali Made Kerta Duana, perilaku merokok masih tinggi di masyarakat dan lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab terjadinya perokok pemula atau usia dini.
“Mudahnya akses membeli rokok, bahkan masih banyak orang tua menyuruh anaknya untuk membeli rokok, ini sangat berpengaruh besar kepada perokok usia dini,” imbuhnya.
Di pihak lain, pihaknya mengapresiasi upaya sejumlah kabupaten dan kota di Bali dalam mengimplementasikan aturan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) termasuk peniadaan iklan rokok luar.
Hanya saja, upaya itu perlu dibarengi penegakan hukum yang kuat dalam pelaksanaan Perda KTR sehingga bisa lebih optimal dalam pengendalian bahaya rokok dan menciptakan lingkungan kawasan yang bersih sehat bebas dari paparan asap rokok.
Dalam kesempatan sama Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali Titik Suhariyati melontarkan pandangan, perlunya melakukan gerakan kultural dengan membiasakan diri keluarga dan lingkungan hidup sehat dalam meneakan prevalensi merokok usia dini.
“Saya kita perlu digalakkan gerakkan masyarakat hidup sehat, dimulai dari lingkungan terkecil keluarga syukur-syukur bisa ditularkan ke lingkungan sekitarnya,” sambungnya.
Sejatinya, aturan yang ada, Perda KTR sudah cukup menjangkau memayungi dalam menciptakan kawasan bebas rokok lengkap dengan sanksi-sanksi bagi yang melanggar.
“Kalau di sekolah, jelas anak-anak akan taat pada aturan , selebihnya, anak-anak ini waktunya ada di keluarga yang akan mempengaruhi dan mendidik anak, ya mari kita lindungi anak-anak kita dari bahaya merokok,” tandasnya. (jckn)