Kelian Lalangpasek Dituntut 4 Tahun, Kasus Korupsi Pembangunan Balai Banjar Lalangpasek, Tabanan
KataBali.com -Sidang kasus dugaan korupsi pembangunan Balai Banjar Lalangpasek, Tabanan, Rabu (26/4) memasuki tahap penuntutan. Pada sidang dengan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar pimpinan Wayan Sukanila, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Rai Joni Artha dkk menuntut terdakwa I Nyoman Sukarya (57) dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan (4,5 tahun).
Bahkan tak hanya hukuman penjara, pria yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Kelian Banjar Lalangpasek, Desa Cepaka, Kecamatan Kediri, Tabanan ini juga dituntut dengan hukuman denda Rp 200 juta, subsider tiga bulan kurungan, dan pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 202 juta. Bila terdakwa tak mampu membayar ganti rugi, maka hukuman akan ditambah lagi selama 6 bulan penjara.
Sesuai amar tuntutan yang dibacakan JPU, tuntutan tinggi bagi terdakwa itu, karena Sukarya dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Atas perbuatannya, Sukarya telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI No. 31 tahun 1999 jo Pasal 18 UU RI No. 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi. “Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Nyoman Sukarya dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan. Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda Rp 200 juta subider tiga bulan kurungan,” papar salah satu anggota JPU Putu Nuriyanto.
Sebagai pertimbangan tuntutan, JPU juga mengurai hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, Sukarya tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal meringankan, selama persidangan terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang perbuatannya, menyesal dan belum pernah dihukum.
Atas tuntutan JPU, terdakwa yang didampingi kuasa hukum menyatakan akan mengajukan pledoi atau pembelaan.
Sebagaimana dakwaan jaksa pada tahun 2008 warga Banjar Lalangpasek, Desa Cepaga, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan melihat kondisi balai banjar telah rusak dan berkeinginan untuk memperbaiki. Pada saat itu, anggota DPRD Tabanan dari PDI Perjuangan yang juga warga banjar, I Ketut Suwardiana berkeinginan membantu membuat balai banjar. Lalu diadakan rapat dan terdakwa Sukarya selaku kelian banjar menyampaikan ke warganya.
Namun Banjar Lalangpasek hanya mempunyai dana Rp 75 juta. Sehingga untuk pembangunan dicarikan donatur, dan donatur itu adalah Suwardiana (saksi) dan Wayan Sukaja (saksi, mantan ketua DPRD Tabanan periode 2004 – 2009). Dalam rapat disepakati akan dibangun oleh saksi Suwardiana, dan pembangunannya selesai 2010, dengan catatan warga banjar wajib mendukung semua kegiatan politik Suwardiana. Sesuai dengan keputusan rapat, dana kas banjar sebesar Rp 75 juta diserahkan ke Suwardiana oleh Sukarya selaku kelian banjar sebagai dana awal pembangunan balai banjar.
Untuk perencanaan dibuatkanlah panitia pembangunan yang diketuai Gede Tiasa. Pembangunan yang dikerjakan adalah balai banjar, balai kulkul, sebuah balai tiang sanga, palinggih ratu ngurah, tembok panyengker, serta gedung olah raga. Untuk membangun ini, Suwardiana menunjuk Gusti Putu Putra Sarjana sebagai kepala tukang. Tahun 2007, saksi Suwardiana membuat konsep dan proposal untuk mendapatkan dana hibah, dan mohon bantuan ditunjukkan ke Bupati Tabanan. Hanya saja tercium panitia pembangunan tidak sama, yakni Sukarya dalam proposal selaku ketua panitia, padahal yang ditunjuk atau seharusnya adalah Gede Tiasa.
Masih dalam dakwaan dan tuntutan jaksa, selanjutnya pada 2008 I Nyoman Sukarya mendandatangani kwitansi penerimaan uang sebesar Rp 202.400.000, untuk pembayaran belanja hibah kepada ketua panitia. Dari pencairan dana itu, terdakwa Sukarya ditemani saksi Kardiana, Padma dan Adi Putrayasa ke Bank BPD Cabang Tabanan. Dari dana itu, Rp 50 juta diserahkan ke Made Wardana alias Pak Bayu atas permintaan Sukaja. Selanjutnya dana yang dicairkan dari BPD itu, pada sore hari juga dibawa ke rumah Suwardiana.
Pun disebutkan, terdakwa Sukarya dikatakan tidak pernah mengumumkan dana hibah itu ke warganya. Tetapi dana itu diserahkan ke Pak Bayu dan Suwardiana. Atas kondisi itu, pihak JPU mengatakan bahwa terdakwa tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban dan pembangunan tidak selesai 2010. Sehingga warga melanjutkan di tahun 2013 dengan membentuk panitia baru. Dan di tahun 2014 kembali diajukan proposal. Atas kondisi itu, JPU menuding bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan Perbup Tabanan No. 2 tahun 2008, karena dana hibah yang semestinya digunakan membangun balai banjar, tetapi justru diserahkan ke saksi Pak Bayu dan Suwardiana. Sehingga negara dirugikan Rp 202.400.000. (jccjy)