Kasus Pungli Pengurusan Sertifikat di Kantor Desa Tulikup, Gianyar
KataBali.com -Penasihat hukum terdakwa menilai, tuntutan empat tahun penjara dan denda masing-masing sebesar Rp 200 juta bagi kliennya dinilai berlebihan. Penilaian penasihat hukum terdakwa dalam kasus pungutan liar (pungli) pengurusan sertifikat di Kantor Desa Tulikup, Gianyar, sebagaimana terungkap dalam sidang lanjutan dengan agenda pledoi (pembelaan) di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Jumat (7/4).
Dalam surat pembelaannya di hadapan majelis hakim pimpinan Ni Made Sukereni, para terdakwa masing-masing Kepala Desa Tulikup I Nyoman Pranajaya (62), Kelian Dusun Banjar Menak, I Gusti Ngurah Oka Mustawan (45) dan Kelian Subak Siyut Gianyar I Gusti Ngurah Raka (50) yang didampingi pengacaranya I Gede Narayana menyatakan tuntutan tim JPU sangat berlebihan.”Tuntutan tidak tepat dan terlalu memberatkan bagi para terdakwa,”tegas Naayana.
Pihaknya mengatakan, kliennya dalam perkara ini tidak mengambil uang negara atau merugikan keuangan negara. Menurutnya, kasus yang membelit kliennya tersebut merupakan gratifikasi.”Uangnya pun sudah disita. Oleh karena itu sangat tidak patut, tidak adil apabila terdakwa harus dihukum dengan pidana denda,” tegasnya.
Lebih lanjut, Narayana menambahkan, jumlah pengenaan pidana denda oleh tim JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali itu tidak sebanding dengan jumlah uang yang akan diberikan ke terdakwa oleh pemohon (korban).
Diungkapkan Narayana, secara ekonomi kliennya tidak mempunyai kemampuan untuk membayar uang pidana denda sebesar Rp 200 juta. “Terdakwa mohon agar majelis hakim mengesampingkan dan menolak tuntutan JPU tentang pidana denda kepada terdakwa,” ujarnya.
Pun, dari seluruh fakta yang terungkap di persidangan, Narayana menerangkan, kliennya tidak pernah meminta uang kepada pemilik tanah atau orang yang disuruh mengurus surat surat oleh pemilik tanah. Begitu juga terdakwa tidak pernah memerintahkan staf atau pegawai yang mengurusi surat untuk meminta sejumlah uang yang berhubungan dengan tanah milik pemohon.
Dipaparkannya, terdakwa Pranajaya tidak mempunyai niat memaksa, memeras pemohon, menyerahkan sejumlah uang. “Kenyataannya surat yang dimohonkan selesai sebelum ada pemberian uang. Jika benar, maka uang itu sudah harus diserahkan sebelum surat – surat selesai diurus,” ujar Narayana dalam pembelaannya.
Lebih lanjut, terdakwa Pranajaya dan Ngurah Raka telah mengakui kesalahannya. Sehingga menurut Narayana, para terdakwa layak, patut dan adil diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. “Memperhatikan kondisi yang telah disampaikan, kami mohon majelis hakim berkenan memberikan putusan seringan – ringannya. Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon diberikan putusan seadilnya. Menjatuhkan pidana penjara selama waktu penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa Pranajaya dan Ngurah Raka sampai dijatuhkan putusan,” pintanya.
Di sisi lain, para terdakwa dikatakan Narayana, dalam kasus ini mengaku tidak hati – hati dan merupakan keteledoran dalam menjalankan tugas selaku perangkat desa. Atas pembelaan dari para terdakwa yang dibacakan oleh masing – masing tim penasihat hukumnya. Tim JPU akan menanggapi pada sidang pekan depan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, JPU I Wayan Suardi menuntut tiga terdakwa tuntutan pidana penjara selama 4 tahun, dan denda Rp 200 juta, subsidair enam bulan kurungan. Tuntutan tinggi terdakwa itu karena terdakwa dinilai melanggar Pasal 12 huruf e Undang Undang RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang – Undang RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yo Pasal 55 ayat (1) KUHP.(jcjy)