Investor TPA Suwung Mundur, Terganjal “Tipping Fee” dan Ketinggian Bangunan
KataBali.com – Rencana pemerintah untuk menggandeng investor dalam pengelolaan sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung terkendala. Selain persoalan tipping fee, juga persolan aturam ketinggian.
Seperti yang diungkap Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Selasa (28/2). Pada rapat kerja gabungan dengan DPRD Bali, Pastika menegaskan, bahwa untuk pengolahan sampah di TPA diperlukan investasi senilai Rp 1,3 triliun.
Akan tetapi dari total dana untuk mengelola itu, investor meminta untuk memungut tipping fee atau bayaran untuk membuang sampah di TPA, namun tidak bisa.”Kota Denpasar sudah tegas menyatakan tidak mau membayar tipping fee,”tegas Pastika.
Selain itu, persoalan lainnya, kata Pastika bahwa secara teknis mesin untuk pengolahan sampah yang menghasilkan listrik, dibutuhkan bangunan dengan ketinggian 50 meter dan tower sekitar 80 meter.
Padahal, kata Gubernur, di Bali ketinggian bangunan tidak boleh melebihi 15 meter.
Lebih lanjut, Pastika mencontohkan, jika di luar negeri tidak ada bangunan untuk mengolah sampah yang tingginya dibawah 50 meter. Sebab, kalau di bawah itu tidak bias mengolah sampah yang menghasilkan listrik.
“Sementara pengusaha ingin menghasilkan listrik untuk menghasilkan uang,” katanya.
Selain itu, listrik yang dihasilkan hanya akan dibayar 15 sen per KWH. Menurut Gubernur Pastika, karena tahu persoalan tersebut, semua investor mundur. Dikatakan, dengan realitas semacam itu, tentu pengolah sampah di TPA Suwung tidak akan pernah berhasil.
Oleh karena itu, kata dia, Bali harus mengerjakan sendiri tanpa mengandalkan uluran tangan investor.
“Tentu dengan syarat, agar tidak tekor, tipping fee harus dibayar. Minimal 30 dolar per ton,” jelasnya.
Dikatakan, jika tipping fee bisa dipungut 30 dolar per ton, sementara per hari sampah yang masuk ke TPA Suwung mencapai 1.000 ton, maka jumlah uang yang bisa dikumpulkan per hari 30.000 dolar.
Menurutnya, jika digarap sendiri investasi tidak sampai Rp 1,3 trilyun, melainkan dapat dipangkas menjadi Rp 1 trilyun saja. “Jadi kalau kita punya uang Rp 300 miliar, kita beli mesinnya. Sisanya nyicil dengan duit yang 30.000 dolar per hari itu,” paparnya.
Kata Gubernur, nantinya harus dibuat aturan, setiap yang buang sampah ke TPA Suwung harus bayar tipping fee. Sebab, tidak mungkin orang buang sampah yang tidak bayar.
“Di mana-mana orang buang sampah bayar,” ujarnya.
Selain itu, juga perlu aturan mengenai ketinggian bangunan untuk keperluan khusus seperti bangunan pengolahan sampah tersebut.
“Jadi itu tawaran saya soal persoalan sampah ini. Dengan UU yang baru, masalah sampah merupakan tanggungjawab provinsi. Kita tidak bisa lepas tangan,” kata Gubernur.
Sejumlah anggota DPRD Bali langsung menyatakan dukungan akan ide Gubernur tersebut. Ketua Pansus Ranperda Retribusi Jasa Umum DPRD Bali, Ketut Suwandhi, menyatakan, kalau memang Bali belum mendapatkan investor untuk pengolahan sampah, sebaiknya Pemprov Bali mengolah sendiri. Untuk tipping fee, semua harus bayar.
Sementara dengan kendala itu, Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama mendorong untuk segera dibuatkan aturan dalam membuang sampah di TPA Suwung khususnya terkait tipping fee. “Kita punya kewenangan, kita buat aturannya saja. Semua yang mau buang sampah harus bayar,” kata Adi.
Sedangkan Anggota Dewan Gede Kusuma Putra menyatakan, Bali belum berhasil mengolah sampah. Menurutnya, Pemprov Bali harus mengambil alih pengolahannya. Kata dia, jangan dapat pendapatan dari sana, rugikan harus diambil.
Yang penting, kata dia, persoalan sampah selesai. Soal ketinggian bangunan, kata Kusuma, harus disiapkan aturannya agar bisa membangun untuk pengolahan sampah di atas 50 meter. Sementara anggota anggota Dewan AA Ngurah Adhi Ardhana menilai, keinginan Pemprov mengolah sendiri sampah merupakan hal yang positif. Sebab, masalah sampah di Bali sudah merupakan bencana.
Cuma harus diperhatikan juga agar pengolahan sampah itu nanti tidak menimbulkan masalah baru, yakni polusi udara. Anggota Dewan yang lainnya Ketut Tama Tenaya dan Nyoman Tirtawan juga setuju dengan ide Gubernur.
“Ide Gubernur kalau kita mampu kenapa tidak. Dewan akan mendukung soal regulasinya,” kata Tama. Pun demikian dengan Tirtawan, menurutnya sampah harus jadi berkah.“Saya setuju dengan Gubernur. Sampah harus menjadi berkah,” pungkas Tirtawan.(jchb)