Mendikbud, Muhajir Effendy Legalkan Pungutan di Sekolah
KataBali.com -Kebijakan kontoversial dan tak populis dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendy. Mendikbud pengganti Anies Bawesdan ini membuat kebijakan dengan “melegalkan”pungutan yang sebelumnya tidak diperbolehkan.
Penegasan Mendikbud dengan diperbolehkannya kembali pungutan di sekolah itu, sebagaimana disampaikan seusai memberikan paparan pada acara Sosialisasi Kebijakan Pendidikan bertajuk “Masalah dan Tantangan Pendidikan Ke Depan” di kantor Sekretariat DPD PDI Perjuangan Bali, Kamis (29/12).
Didampingi Ketua DPD PDI Perjuangan Bali Wayan Koster dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali TIA Kusumawardani, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyatakan bahwa sekolah diperbolehkan kembali untuk menarik pungutan.”Permen (Peraturan Menteri)-nya sudah saya tandatangani. Mestinya dengan sudah ditandangani, maka mulai tahun ajaran baru sudah bisa diberlakukan,”tegasnya.
Bahkan, lanjut Muhadjir, pihaknya juga menjamin dengan sudah ditekennya permen, maka sifat pungutan bersifat resmi dan tidak dilarang.
“Yang tidak dibolehkan itu kalau pungutan liar. Sedangkan kalau resmi dan diatur dalam peraturan kan tidak masalah?,”tandasnya.
Selain itu, imbuh Mendikbud, dengan sudah ditekennya Permen, pihaknya juga mengaku elah berkonsultasi dengan Menkopolhukam Wiranto. “Pada prinsipnya beliau Pak Wiranto (Mengkopolhukam) tidak ada masalah, karena yang diatur kan yang liar. Yang ingin kami tekankan, pungutan itu yakni berupa iuran ataupun sumbangan sukarela terutama dari alumni sekolah, gak masalah,”jelasnya.
Termasuk juga pungutan siswa oleh sekolah. Selama pungutan siswa mendapat kesepakatan dan disepakati oleh pihak komite dengan orang tua, maka hal itu juga dibolehkan.”Tidak ada masalah jika memang sudah ada kesepakatan antara Komite Sekolah. Kalau besarannya, sangat tergantung pada kesepakatan masing-masing sekolah. Nanti dengan adanya kebijakan mengenai pungutan ini tanggung jawab pengelolaan bukan lagi pada sekolah. Melainkan pada pihak Komite Sekolah selaku pengelola. Jadi, kewenangan penggunaan ada pada Kepala Sekolah dengan pengawasan Komite Gotong Royong Sekolah.
“Tidak ada batasan, itu terserah masing-masing sekolah, kita bebaskan. Yang penting, tidak boleh membuat orang tua keberatan dan memberatkan siswa,” terangnya. Dengan catatan, pungutan bisa diutamakan sumber dari luar, misalnya alumni.
Selain itu, alasan lain dibalik penekanan pungutan terhadap sumber dari luar khusunya alumni, Muhadjir Effendy menginginkan agar lulusan dari masing-masing sekolah bias memberikan kontribusi ataupun memberikan bentuk baktinya terhadap sekolah. Bahkan, jika memungkinkan secara tidak langsung, siswa yang sudah lulus akan membuat grup sebagai sarana berkumpul.
“Terutama alumni. Karena kan tidak ada bupati atau kepala daerah lainnya yang tidak pernah SD, SMP, dan seterusnya. Ya mereka harus nyumbang dong sekarang, lha wong sudah pernah dibesarkan oleh sekolahnya. Darma baktinya misalkan dengan nyumbang itu agar bisa dinikmati para siswa. Jadi alumni yang kita dorong,” terangnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Wayan Koster mengatakan, DPR RI telah menyelesaikan beberapa regulasi terkait kebijakan pendidikan. Mulai dari UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 tahun 2015 tentang Guru, UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Peraturan Pelaksanaannya. “Tuntas kami di DPR bersama Kementerian Pendidikan untuk memberikan payung hukum kebijakan dalam rangka pendidikan nasional. Sehingga Pak Menteri kedepan sudah punya landasan yang cukup kuat untuk meneruskan daripada kebijakan dibidang pendidikan dan kebudayaan,” pungkasnya. (JCJy)